Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tinta Darah
Suka
Favorit
Bagikan
11. 11

61. KAMAR DODI ELIN-TENGAH MALAM

Dodi dan Elin terlihat tengah tidur. Tapi ternyata Dodi bangun dan beranjak dari kasur. Lalu ia menyelinap ke luar kamar.

Sedangkan Elin diam-diam memperhatikan Dodi yang menyelinap, dan membuntutinya dari belakang.

Ternyata Dodi menaiki tangga yang artinya akan menuju kamar Ranaya.

Elin memperhatikannya dari bawah untuk beberapa saat, kemudian mengikuti Dodi setelah merasa aman.

CUT TO

62.KAMAR RANAYA-TENGAH MALAM

Ranaya masih terisak dan meringkuk di kasur. Dia tak ingin menuliskan cerita ini dengan darahnya. Tapi tiba-tiba Dodi masuk, dan dia melirik ke arah makanan yang belum disentuh.

DODI

Kamu harus makan supaya bisa nulis sampai tamat.

RANAYA

Buat apa? Toh aku juga akan mati.

DODI

Tentu saja. Tapi nanti ya kalau ceritanya sudah hampir tamat.

Dodi mengecek tulisan Ranaya. Kemudian melihat sipidol dan kertas kosong masih tergeletak asal di sebelah Ranaya.

DODI

Belum mulai nulis lagi?

Ranaya hanya diam dalam posisi yang sama.

DODI

Kamu belum mulai nulis lagi? Hah?

RANAYA

Mana bisa menulis dengan tinta yang cepat habis seperti itu.

DOdi menghampiri Ranaya sambil menggeram. Kemudian dia kembali mengambil paksa kaki Ranaya dan menghujam lukanya dengan spidol.

Ranaya sontak menjerit sejadinya. Namun Dodi tak peduli. Dia terus mengoyak luka Ranaya. Darah segar kemabli mengalir deras. Beberapa cipratannya bahkan mengenai kasur.

DODI

Kalau habis, tinggal tekan lagi luka-lukamu yang menjijikan ini.

Dodi bangun dan melempar spidol ke depan Ranaya.

DODI

Cepat tulis sekarang! Saya tungguin malam ini.

Dodi berjalan menuju meja rias dan duduk di kursinya.

Perlahan Ranaya mengambil spidol dengan tangan gemetar. Dia menatap sinis Dodi penuh dendam. Tekadnya sudah bulat. Dia akan melawan balik dan menjalankan rencana ke dua mulai malam ini.

Dengan air mata yang semakin bercucuran Ranaya mulai menulis. Dia juga hampir muntah saat melihat warna merah darah yang pekat bercampur warna putih dari nanah, mengisi kertas kosong.

INSERT-TUMPUKAN KERTAS DI ATAS PAHA RANAYA

Kurir itu, sepertinya tidak mendengar teriakan dan hentakkan kakiku. Buktinya tidak ada tanda-tanda perlawanan dari dia untuk menyelamatkanku. Atau, bisa jadi dia tak ingin membahayakan diri.

Entahlah. Yang jelas aku tak punya peluang lain untuk minta pertolongan kecuali berjuang seorang diri, sampai salah satu atau mungkin kami semua mati di rumah ini.

Ranaya terus menulis meski harus kesakitan setiap menempelkan ujung spidol pada lukanya karena tintanya sudah kering.

Saat masih menulis, Ranaya membetulkan posisi. Saat itu lah, paha Ranaya sedikit tersingkap.

Dengan cepat Ranaya berusaha menutupinya, setelah menyadari Dodi menatap Ranaya tak berkedip.

DODI

Kenapa? Gak usah malu sama amang sendiri.

Ranaya yang ketakutan tiba-tiba mendapat ide untuk menghasut Dodi. Namun belum sempat Ranaya beraksi, kita melihat Dodi menoleh ke arah tembok meja rias. Dia melihat ada coretan berwarna hitam dari bolpoin dan merah dari spidol. Dodi kemudian menarik meja rias lebar-lebar.

Kini, terlihat jelas coretan-coretan Ranaya agar semua tinta alat tulisnya segera habis. Ranaya jelas ketakutan setengah mati. Dengan penuh emosi Dodi langsung menghampiri Ranaya, menariknya secara paksa menuju tembok itu.

DODI

APA INI? HAH? INI KERJAAN KAMU KAN?

Ranaya yang kembali menangis hanya bisa menggeleng.

DODI

RUPANYA KAMU SENGAJA MEMBUAT TINTANYA CEPAT HABIS SUPAYA BISA MENULIS DENGAN HAPEMU, IYA?

Dodi mencengkram leher Ranaya dan mendorongnya ke tembok.

Ranaya berusaha keras untuk membebaskan diri. Tapi makin Ranaya berontak, Dodi mencekiknya kian kuat.

Dalam kondisi terdesak, Ranaya spontan menendang bagian vital Dodi dan berhasil. Dodi seketika membungkuk dan menjauh. Momen itu Ranaya manfaatkan untuk mendorongnya hingga terjatuh.

Kini Ranaya ada di atas Dodi yang terbaring sambil menapakkan kakinya di leher Dodi.

Bukannya takut, Dodi malah tertawa tanpa suara melihat Ranaya. Lalu dengan perlahan DOdi meraba kaki Ranaya.

DODI

Kakikmu bagus juga.

Ranaya yang kesal, semakin menekan kakinya dan membuat Dodi mengerang kesakitan.

DODI

Saya penasaran. Seberapa kuat kaki ini untuk melawan.

Dodi menarik kaki Ranaya secara tiba-tiba dan membuat Ranaya terjerembab ke belakang.

Ranaya meringis sambil memegang kepala bagian belakang yang terbentur lantai.

Dodi mendekati Ranaya yang masih terbaring sambil kembali meraba kaki Ranaya.

DODI

Kaki sebagus ini, sayang jika dipakai untuk berkelahi.

Ranaya berusaha mengendalikan rasa takutnya.

RANAYA

Jika itu yang kamu mau, ayo lakukan. Tapi dengan satu syarat.

Dodi yang hampir menindih Ranaya, merubah posisinya menjadi setengah duduk sambil tersenyum miring.

DODI

Kamu mau bernegosiasi?

Ranaya memanfaatkan momen itu untuk duduk, kemudian mengangkat bahunya sekali.

DODI

Memang apa syaratnya?

Ranaya menghela napas.

RANAYA

Well, sebenarnya hal ini lumrah di luar negeri. Tapi kamu tau sendiri, jika Elin mengetahuinya, maka kamu juga bisa mati.

DODI

Maksudnya? aku harus menghabisi Elin?

Ranaya bangun dari kasur dan berjalan tertatih menuju lemari pakaian.

RANAYA

Terserah kamu. Tapi jika setuju,

Ranaya membuka lemari baju dan mengambil gaun mahal yang cukup terbuka.

RANAYA (CONT'D)

Biarkan aku bersiap-siap sambil menunggumu. Lalu, kita rayakan kematiannya sambil merencanakan ending dari cerita ini bersama.

Ranaya memutar-mutar gaun itu.

DODI

(Tertawa)

Kamu pikir aku tidak curiga, kamu sedang merencanakan sesuatu?

Ranaya yang sedang berputar dengan gaunnya, berhenti.

RANAYA

Untuk apa? Sekalipun aku bisa mengalahkan kalian, aku tidak akan pernah bisa keluar dari rumah ini kan? Jadi jalan satu-satunya adalah memenangkan dirimu. Kitabisa mengelola villa ini bersama dan mengubur semuanya dalam-dalam. Lagipula, tidak ada yang akan mencari mereka semua yang telah mati.

Ranaya mengedipkan satu matanya.

Dodi mendekati Ranaya dengan tatapan nakal, kemudian mengangkat dagu Ranaya

DODI

Tapi bukan berarti aku percaya begitu saja. Mengerti?

RANAYA

Kita buktikan saja nanti.

Dodi menatap Ranaya sambil berlalu. Dia sengaja membiarkan pintu besinya terus terbuka sesuai keinginan Ranaya.

CUT TO

63.MOVING SHOT

Dodi terus turun menuruni tangga. Saat melewati setiap ruangan, Dodi pasti menoleh untuk mencari keberadaan Elin. Ternyata Elin ada di kamar sedang tidur.

CUT TO

64.DAPUR-TENGAH MALAM

Hingga akhirnya Dodi tiba di dapur. Matanya tertuju pada tempat pisau yang ada di sana. Tapi, dia tidak menemukan pisau daging yang ukurannya paling besar.

ELIN

Milarian peso ieu, Pak?

Elin tiba-tiba datang dari belakang dan langsung menempelkan ujung pisau daging yang dimaksud pada pinggang kanan Dodi.

Dodi yang sempat terkejut, tak bisa berkutik.

DODI

I-ibuk. Iya Bapak cari pisau itu, buat. . .

ELIN

Buat apa? Buat nusuk ibu?

DODI

Ya bukan atuh. Si Ibu aya-aya wae.

Elin sedikit menekan pisau itu, dan mengakibatkan luka kecil pada perut Dodi

Dodi menggeram, diirigi darah yang perlahan menembus kain bajunya.

DODI

Ibuk! Jangan kurang ajar ya! Awas aja nanti akan Bapak balas lebih kejam.

ELIN

Gandeng sia! Sekarang ikut ke kamar!

Di bawah ancaman Elin, mereka berjalan menuju kamar.

CUT TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar