36.RUANG TAMU-MALAM
Dodi terus menyeret Ranaya masuk ke rumah dengan cara menarik tubuhnya dari sela-sela ketiak.
Setibanya di ruang tamu, Dodi menjatuhkan tubuh Ranaya hingga kepalanya membentur lantai.
Ranaya sontak memegang kepalanya bagian belakang sambil mengerang.
Dodi berjalan ke arah kaki kanan Ranaya kemudian berlutut.
DODI
Matak oge nurut ka kolot! Disuruh ganti baju malah kabur.
Dodi berusaha melepaskan perangkap yang kembali memberikan rasa sakit pada Ranaya.
Ranaya sontak menjerit dan menangis sesudahnya.
Perangkap itu pun berhasil lepas dari kaki kanan Ranaya diiringi dengan darah yang keluar semakin deras.
DODI
Bangun!
Ranaya yang masih terisak tak bisa berkutik atau menjawab.
DODI
Bangun sia teh!
Dodi menariknya berdiri. Membuat Ranaya meringis kesakitan. Kemudian Dodi menopangnya dan membawanya duduk di sofa ruang tamu.
Dodi dan Elin ikut duduk di kanan kiri Ranaya.
DODI
Ini semua gara-gara Ibuk! Coba kalau tadi Ibuk teu narik Bapak tiba-tiba. Ieu budak moal tiasa kabur. Lamun maot karena kehabisan darah kumaha? Bapak teu tiasa ngajahit luka.
ELIN
Ya biarin aja atuh lukanya kaya gitu. Diobatin seadanya aja. Ceunah, makin dia tersiksa makin bagus buat cerita.
Elin menoyor kepala Ranaya.
DODI
Oh iya leres oge Ibuk. Tapi urang kedah menghentikan pendarahanna, supaya teu enggal maot.
ELIN
Kalau begitu, nanti malam Bapak tralis aja semua pintu dan jendela. Supaya gak kejadian lagi.
DODI
Hhhmmm...
RANAYA
CIH! Memangnya kalian bisa bertahan di rumah ini tanpa makanan selama aku masih hidup?
ELIN
Tenang aja sayang. Kami udah siapin itu semua. Tuh lihat.
Elin menunjuk ke arah sepeti telur, sekarung beras ukuran paling besar, dan bahan makanan lainnya yang jumlahnya sangat banyak.
Ranaya menelan ludah.
Elin bangun dan meninggalkan mereka berdua
RANAYA
Jadi kalian memang ingin mengisolasi diri sampai aku mati? Kalau begitu akan kubuat ini beranglsung sangat lama hingga kalian kehabisan makanan.
Dodi menyeringai.
DODI
Silahkan aja. Perlawananmu akan membuat cerita semakin menarik.
Elin datang membawa perlengkapan untuk obat luka juga sebaskom air dan kain. Kemudian dia duduk di tempat semula.
Elin mengangkat kaki kanan Ranaya agar bisa di bersihkan terlebih dahulu.
Lalu dengan sangat kasar Elin membersihkan luka pada kaki Ranaya.
Ranaya jelas kembali mengerang.
ELIN
NYUSAHIN AJA KAMU BISANYA! LAMUN BUKAN KARENA TULISANMU BISA MENGHASILKAN UANG, GEUS DI DURUK KU AING, BARENGAN SI LISA!
DODI
Sambil menunggu lukamu diobati. Sebaiknya saya menceritakan dulu awal mula saya dan istri bisa ada di sini. Jadi kamu bisa segera mulai menulis.
RANAYA
Saya gak mau! Saya gak akan mau nulis.
DODI
Silahkan saja. Tapi kami tetap akan menyiksamu sepanjang waktu dan rumahmu ini pada akhirnya akan tetap manjadi milik kami. Justeru dengan menulis, kamu memiliki kesempatan hidup lebih lama.
Elin yang kesal mendengar penolakan Ranaya, meremas luka pada kakinya hingga Ranaya menjerit.
ELIN
MAU NULIS TEU??
Elin semakin kencang meremas kaki Ranaya.
RANAYA
AAARGGGHH! IYA, IYA, LEPASKAN!
DODI
Nah, gitu dong.
Dodi menyandarkan tubuhnya pada sofa kemudian menyalakan rokok dengan pemantik api.
Ketika rokok menyala, Dodi mengisap kemudian mengembuskan asapnya.
DODI
Kami ini sama seperti kamu Ranaya. Orang kaya yang bangkrut.
Ranaya hanya diam sambil sesekali meringis kesakitan.
DODI
Dodi dan Elin yang asli, mereka adalah pekerja kami di rumah. Mereka sebenarnya orang baik dan menyenangkan. Kami sangat dekat, meski mereka adalah supir dan pembantu kami. Mereka kerap menceritakan tentang keluargamu, tentang kerinduan mereka terhadap keluarga yang tersisa, juga tentang perilaku kalian terhadap mereka.
Mata Dodi menerawang jauh sambil mengepulkan asap rokok.
DODI
Tapi mereka tak dendam sedikitpun, hingga mereka menceritakan tentang dirimu dan rumah ini di saat kami juga bangkrut dan terlilit hutang.
Dodi membersihkan sisa abu pada rokok ke atas asbak.
DODI (Cont'D)
Yaah, semoga mereka tenang di sana.
Ranaya yang diam selama Dodi dan Elin bercerita rupanya memikirkan berbagai cara untuk menyelematkan diri.
RANAYA
Terus, siapa nama asli kalian? Itu penting untuk sebuah cerita.
Dodi tertawa sinis.
DODI
Nama kami? Kami Dodi dan Elin sekarang.
RANAYA
Kalian benar-benar jahat! Sampai seniat itu kalian terhadap Amang dan Bibi.
Elin yang kini tengah mengobati luka Ranaya seadanya, tiba-tiba terhenti dan menunduk.
ELIN
Semua salah mereka sendiri! Mereka tidak mau diajak kerja sama untuk memiliki rumah ini. Mereka kekeuh ingin rumah ini tetap menjadi milikmu!
Elin mulai terisak.
ELIN
Padahal kami tidak ada niat membunuh mereka.
Elin mengusap air matanya dan berusaha tegar.
ELIN
Karena sudah terlanjur, lebih baik sekalian kami menjadi mereka.
Ranaya berdecak dan menggeleng.
RANAYA
Bohong! Pada akhirnya kalian akan tetap akan mencurangi mereka kan? Karena kalian bilang rumah ini hanya cukup untuk melunasi hutang.
Dodi terkekeh.
DODI
Lumayan pinter oge kamu, yah? Tapi saya tidak menyangka akan secepat ini menyingkirkan mereka.
Ranaya mendengus
RANAYA
Kalau begitu, mana handphone dan laptop saya?
DODI
Jang naon?
RANAYA
Ya untuk mulai menulis! Aku butuh benda itu.
Dodi menyeringai dan bangkit setelah memadamkan rokoknya.
Kita melihat Dodi pergi meninggalkan ruang tamu dan melihat Elin sedang membalut luka Ranaya dengan perban.
Tak lama Dodi kembali, membawa setumpuk kertas hvs dan pulpen.
Dodi membanting kertas dan pulpen itu di depan Ranaya.
RANAYA
Apa ini?
Dodi kembali duduk.
DODI
Ya untuk kamu menulis.
RANAYA
Lho, tapi saya menulis menggunakan handphone atau laptop.
DODI
Mulai sekarang kamu menulis, bukan mengetik!
RANAYA
(kesal)
Tapi akan sangat memakan waktu jika menulis dengan tangan.
DODI
Teu nanaon. Gak masalah itu mah. Daripada kamu minta bantuan melalui telepon atau internet.
Ranaya mendorong kertas di hadapannya hingga berserakan.
RANAYA
SAYA GAK MAU!
Elin dan Dodi terlihat murka. Elin bahkan langsung meremas luka Ranaya lagi yang telah dia perban.
RANAYA
AARRGGHHH!
Elin terus meremas tanpa peduli dengan Ranaya yang meronta kesakitan.
ELIN
Tulis dengan tangan, atau kakimu ku remas hingga putus!
Ranaya mengangguk
RANAYA
Biaiklah, baiklah. Aku akan menurut.
Elin melepas cengkramannya. Ranaya langsung tertunduk dan napasnya tersengal hingga beberapa detik.
RANAYA
Bagaimana rasanya membunuh orang?
Dodi dan Elin terlihat bingung.
RANAYA
Bagaimana rasanya menjadi seorang pembunuh? hah?
Elin yang geram langsung menekan ke dua pipi Ranaya
ELIN
JANGAN KURANG AJAR KAMU!
Ranaya tersenyum sinis.
RANAYA
Kenapa? kalian gak mau disebut pembunuh? lagipula aku butuh itu untuk menghidupkan cerita.
DODI
Enggeus Bu, lepaskeun.
Elin melpas tangannya dari pipi Ranaya dengan kesal.
DODI
Kalau ditanya soal itu, saat ini saya pribadi merasa biasa saja. Karena tidak banyak yang mengenal Dodi dan Elin. Mereka tinggal di rumah kami, jadi tidak akan ada yang menyadarinya. Identitas mereka juga sudah kami musnahkan.
RANAYA
Ternyata kalian iblis.
DODI
Bisa jadi.
Dodi mendorong bahu Ranaya.
DODI
Nah, sekarang ambil kertas dan bolpoin itu lalu mulai menulis malam ini juga. Saya mau mulai membacanya besok. Paham?
CUT TO