Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
84. INT : Kamar – Anisa bermimpi – Malam
Cast : Anisa dan seorang wanita serba putih
Anisa
Setelah melakukan shalat istikharah sejak lama, Anisa mendapatkan mimpi. Di dalam mimpi itu, ia berada di suatu tempat yang indah. Betapa banyak bunga-bunga disana. Betapa hijau rerumputan yang dipijakinya. Betapa banyak kupu-kupu yang berterbangan di sekitar bunga-bunga. Kemudian, cahaya datang menyilaukan pandangannya. Anisa melihat seorang wanita cantik lagi bersayap dari kejauhan. Wanita itu serba putih. Berpakaian putih lagi bercahaya. Wajahnya pun putih bersih lagi bercahaya. Di kepala wanita itu ada mahkota yang berkilau. Anisa berpikir wanita itu adalah seseorang yang bahagia di akhirat karena amal baiknya. Wanita tersebut datang dari kejauhan untuk menghampiri Anisa. Anisa terkagum-kagum dengan wanita tersebut. ketika wanita tersebut semakin dekat di hadapannya. Ternyata wanita cantik itu mirip dirinya. Akantetapi lebih cantik dari Anisa. Wanita itu memeluk Anisa dengan penuh cinta. Wanita itu membisikkan kata-kata di telinga Anisa. Anisa pun terperanjat hingga sadar dari tidurnya.
“Astaghfirullah. tidak mungkin.”
(bangkit dari tidurnya. Ia duduk dipinggiran kasur empuknya. Ia melihat jam di dinding pukul 02.02 WIB)
“Ya Tuhan, ternyata masih malam. Apakah ini isyarah dari Engkau?
Bahwa dia bukan jodohku?”
Anisa pun beranjak dari duduknya dan pergi ke kamar mandi. Ia mengambil wudhu dan mendirikan shalat tahajud. Kemudian berdoa kembali.
****
85. Rumah – melamar Anisa – Pagi
Cast : Baiz, Rafi, Pak Fazl, Bu Fauziah, Anisa dan keluarga
Tin tin tin!
(suara klakson mobil)
Anisa
(mengintip di jendela kamarnya. Ia melihat sebuah mobil hitam keluarga Faiz telah tiba. Tersenyum)
Alhamdulillah, Calon suamiku datang.
CUT TO
Baiz
Alhamdulillah, Kita sampai.
Bu Fauziah
Yuk turun, Pak. Jangan lupa parcel-parcel,
cincin lamaran enggak lupa kan, Faiz?
Baiz
“nggak dong bu”
Rafi
(berbisik)
Kang Faiz, kok ana ikut deg-degan juga yah.
Baiz
Ah, situh
Itu tandanya ente juga pengen nikah
Rafi
Hahaha, emang
Baiz
Yuk, ah... Bismillahirahmanirahim..
Baiz dan keluarga
(ketika tiba di depan rumah)
“Assallamu’alaikum!”
Bu Anna dan Pak Azhar
(telah membuka pintu)
Wa’alaikumsalam, Silahkan masuk. Pak, Bu, Nak Faiz.
keluarga Faiz membawa berbagai macam buah tangan untuk calon menantu mereka. Keluarga Pak Azhar pun menerima parcel-parcel tersebut. kemudian berkumpul di ruang tamu.
Bu Fauziah
Anisa nya mana yah?
Bu Anna
Tadi sudah disini, karena lupa satu hal.
Ia pergi ke kamar. Mungkin sebentar lagi juga datang.
CUT TO
Anisa (O.S)
(memasang liontine di depan cermin)
Liontine ibuku ini harus menjadi sejarah di hari ini.
Menambah cantik penampilanku.
Kemudian keluar kamar menuju ruang tamu.
Bu Fauziah
“Maa Syaa Allah! Cantik sekali Anisa!”
(bangkit dari duduknya, menghampiri Anisa. merangkulnya, mencium pipi kanan dan kirinya, memandang wajah dan penampilannya) “mantu ibu, tampil wow banget. Dulu pas SMA masih imut-imut, sekarang sudah dewasa, cantik luar binasa. Pantes saja nak Faiz mempertahan cinta pertamanya.”
Anisa
(tersenyum, tersipu malu)
“Alhamdulillah! Terima kasih bu.”
Semua orang tersenyum.
Bu Fauziah
(kembali duduk dan menggoda anaknya) “Cantik banget calon istrimu ini. Ibu enggak meragukan pilihanmu.”
(Kemudian menyikut suaminya) “iya, kan Pak?”
Pak Fazl
(belum merespon. matanya terfokus pada sesuatu yang dikenakan oleh Anisa)
Rafi (o.S)
kang Faiz luar biasa mendapatkan calon istri yang cantik lagi shalehah. Aku pun jatuh cinta melihatnya. Astagfirullah. Ingat Rafi, ingat.
Bu Fauziah
(menyikut suaminya yang kedua kalinya), “Iya kan Pak?”
Pak Fazl
“eh, iya Bu.”
Bu Fauziah
“Iya, apa dulu nih?”
Pak Fazl
“Iya, ya gitu deh. Hehehe”
Bu Fauziah
(nyengir) “waduh bahaya nih kalau pak Fazl yang malah kesem-sem sama Anisa, mantu sendiri”
Semua orang yang ada ruangan tersebut tertawa.
Pak Fazl
“Enggaklah Bu. Emangnya ibu bakal mengizinkan bapak nikah lagi? Hahaha.”
Bu Fauziah
(Bu Fauziah melirik tajam ke arah suaminya.)
Pak Fazl
“Bercanda, Bu” ( mengarahkan pandangannya ke arah orangtua Anisa) “Ya kan Pak Azhar dan Bu Anna. ini kan hanya guyonan. Anggap aja opening sebelum ke acara inti. hehehe”
Pak Azhar
“Iya, benar Pak”
Bu Anna
“Iya, Pak Fazl. Biar nak Faiz enggang nerves, Oh iya, ini diminum dulu Bu Fauziah, Pak Fazl, nak Faiz dan nak siapa tadi?”
Rafi
“Rafi, Bu”
Pak Azhar
“oh iya nak Rafi, temennya Faiz. Ayo semua diminum biar adem, seger. Dari tadi dianggurin aja.”
Semuanya pun mengambil minumnya masing-masing. Minuman tersebut adalah air jeruk. Dingin dan menyejukan dahaga.
Anisa
“ngomong-ngomong, kok Cinta belum datang yah?”
Baiz
“mungkin masih di jalan?”
Bu Anna
“Oh iya, pantas saja ada yang kurang. Ternyata Cinta tidak ada. Anisa dan Cinta kan sudah kayak gula dan semut.”
Bu Fauziah
“iyah itu, itu bener buanget Bu Anna. memang mereka itu seperti itu. Kecuali salah satunya lagi sakit. Kayak kemarin, suami saya sakit, Cinta dateng tapi Anisa tidak datang karena sakit.”
Anisa
“Kayaknya ga mungkin deh Cinta selambat ini. Aku kan sudah kasih tahu Cinta, kalau hari ini adalah hari lamaran Faiz ke aku. Gak mungkin dong ke toko sendirian tanpa aku. Aku juga sudah kasih tahu Bunda Shinta tentang lamaran ini”
Baiz
“Cinta tidak mungkin lupa tentang momen ini. Wong dia kan yang menemani Faiz beli Cincin lamaran untuk Anisa.” (kemudian menepuk pundak temannya) “Nih saksinya. Ya kan?”
Rafi
“Iyah, Benar sekali.”
Anisa (O.S)
mungkin Cinta lagi sakit sesuatu, terus hpnya lowbet sama seperti aku kemarin.
Akhirnya prosesi lamaran berjalan lancar tanpa kehadiran Cinta.
Baiz menyerahkan cincin lamaran. Anisa senang sekali mengenakannya. selanjutnya dua keluarga tersebut menentukan tanggal pernikahan secara bersama. Timbullah kesepakatan. Tanggal pernikahan pun telah direncanakan di semester depan. Tepatnya setelah Faiz wisuda S2.
***
86. EKT : Taman kota Bogor – Penculikan Cinta – Pagi menjelang siang
Cast : Cinta, Berlina dan Parlin.
Cinta (O.S)
(termenung dalam kesendiriannya di taman. Ia mematikan alat komunikasinya.)
Ya Tuhan, hilangkanlah rasa cintaku
Padanya. Kenapa rasa cintaku tumbuh di tempat yang keliru?
CUT TO
Berlina
Emm... bukankah hari ini, Faiz melamar Anisa?
Parlin
Ya, benar. Dari wajahnya. Dia sedang gelisah, galau dan merasa.
Berlina
Baguslah, ini saat yang tepat bagi gue beraksi. Dan loe, Parlin. Tungguin saya di mobil.
Parlin
Oke siap, Bos.
(Baerlina menuju Cinta)
CUT TO
Cinta
(tepuk jidat)
bagaimana pun, gue harus ke sana.
Mereka sahabat gue.
(bangkit dan berjalan kaki)
Tak lama kemudian, seseorang menepuk Cinta dari belakang. Cinta langsung repleks menangkis tepukan asing orang di belakangnya.
Berlina
“ets!” (kedua kakinya mengambil sikap Ap seogi, memasang kuda-kuda langkah pendek. Kedua tangannya refleks bersikap Eolgol makki, gerakan tangkisan dari pukulan ke arah kepala)
“untung gue bisa bela diri. Bisa babak belur gue.”
Cinta
(menghembuskan napas lega)
“eh, eloe Berlina! Gue kira siapa. Tepuk-tepuk gue dari belakang. Gue kira tukang hipnotis.”
Berlina
“Enak aja, loe!”.
Batinnya Emang itu rencana gue.)
Cinta
“Ups. Sorry!”
Berlina
“Don’t mind! Eh loe tumben sendirian? biasanya loe sama Anisa dan Baiz. Terus semenjak Baiz pergi. Loe bareng terus sama si Anisa.”
Cinta
“eh gue sedikit koreksi perkataan loe” potong Cinta dan memperbaiki kesalahan Berlina, “Baiz sudah lama mengganti namanya menjadi Faiz Fauzan Azima.”
Berlina
“Ups sorry, gue nggak ikut tahu perkembangan soal dia. Soalnya bukan siapa-siapa gue. Hahaha Eh tapi kan sekarang si Faiz ada dan lagi lamaran. Loh kok loe kaga ikutan mengantar, meramaikan suasana. Apa Kalian bertiga lagi musuhan?”
Cinta
“kagak. Sok tahu loh. Gue tuh ga mau ganggu momen bahagia mereka.”
Berlina
“Alaaah. Kalian kan dari dulu biasa bareng. Kayak sepasang sendal jepit. Kayaknya loe Bulshit deh. Gue tahu dari mata loe.”
Cinta
“Apa? Lihat nih mata gue.”
Berlina
(menatap mata Cinta. Keduanya saling adu tatapan. Berlina justru mencari kesempatan ini. Tatapannya berhasil membuat Cinta masuk dalam perangkapnya. Cinta hilang kesadaran. Cinta hilang kendali diri sendiri. Kesadaran dan kendali diri berhasil dicuri oleh orang dihadapannya. Jadilah Cinta terhipnotis. Berlina tersenyum.)
Sekarang ikut gue ke mobil.
Cinta
(menuruti perintah Berlina)
***
87. INT : Ruang tengah – Bingkai photo Cinta jatuh - Malam
Cast : Bunda.
Bunda
Jam segini, Cinta kok belum pulang. masa sih prosesi lamaran selama ini. Coba saya telpon Cinta.
(mengambil ponsel dan menelpon cinta sambil duduk di sofa)
“Prak! Treng!”
Bunda Shinta
Astaghfirullah
(Bunda melihat ke arah sumber suara dan berjalan ke arahnya. Ternyata sebingkai photo terjatuh dari tempatnya secara begitu saja. Beliau bangkit untuk mengambil photo tersebut.)
“Firasatku nggak enak yah. ah. Jangan berpikir yang enggak-enggak. Cinta kan bilang mau ikut menyaksikan prosesi lamaran sahabatnya. Terus bermain bersama, lupa waktu. Pasti ia baik-baik saja.”
Jarum panjang jam terus bergulir pada porosnya, detik demi detik. Jarum pendek jam pun lama-lama silih bergeser dari angka ke angka selanjutnya hingga menunjukkan malam. Hati bunda Shinta mulai tidak beres.
Bunda Shinta
Coba telpon Anisa
INTERCUT TO
Anisa
Wa’alaikum salam, Bunda
Bunda
Anisa, lagi have fun yah?
Anisa
Aku lagi di kamar, Bunda. Ohya, Bunda, Cinta lagi sakit yah? soalnya Semenjak prosesi lamaran. Cinta nggak datang. Di telpon juga, nggak nyambung-nyambung.
Bunda
(menangis)
Ya Allah, Anisa. Bunda pikir Cinta bersama Anisa. Ibu juga susah menghubungi Cinta. Firasat Bunda nggak enak. Tadi aja, bingkai photo Cinta jatuh, Anisa.
Anisa
Ya Allah, oke Bunda. Aku dan Faiz akan kesana. kita cari Cinta.
CUT BACK TO
Bunda
kemanakah engkau Cinta?
(Berjalan mondar-mandir, cemas. Telpon nggak nyambung hingga akhirnya teringat sesuatu)
“Mungkin, saya harus lihat Diary Cinta. Anakku selalu mencatat berbagai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.”
Bunda pun bersegera ke kamar Cinta. Berharap di sana ada jawaban. Beliau membuka diary anaknya. Membaca isinya.
Dear Diary
Malam ini, hatiku merasa sedih. Sedih akan kehilangan pujaan hati. Aku berusaha membuang rasa ini. Tapi ga bisa. Aku tuh berlagak tomboy, sok kuat tapi kalau soal perasaan tuh rapuh.
Oh Tuhan, hapuskanlah perasaan Cinta kepadanya. Ditambah lagi, besok adalah hari lamaran Faiz kepada Anisa. Namun, bagiku adalah hari kiamat personal. Hatiku hancur berkeping-keping berantakan bagaikan pecahan kaca. Aku kira, aku bodoh banget kenapa bisa terjebak, terjerat dengan rasa ini.
Mungkin biar hatiku tenang, lebih baik aku nggak dateng aja di hari bahagia mereka berdua. Besok aku akan bilang ke Bunda, kalau aku akan ikut ke prosesi lamaran Anisa. Tapi sebenarnya akue akan menyendiri di sepanjang taman kota, Bogor. I think this is Bulshit. Maaf yah Bunda.
TIN- TIN –TIN!
(suara klakson mobil)
Bunda menutup diary Cinta. Ia berjalan untuk membukakan pintu. Menyambut kedatangan Anisa, Faiz dan Rafi.
Anisa
(datang memeluk Bunda)“Bunda, tadi siang Cinta pergi jam berapa? Bilangkan mau datang ke lamaran Anisa?”
Bunda
“Ia pergi jam 9. Cinta bilang kok, Nisa”
Baiz
“Loh, kalau Cinta berangkat jam segitu. Tentu, ia sudah datang tepat waktu dong.”
Anisa
“Iya, benar.”
Bunda Shinta
(penasaran, ada seorang pria yang ikut bersama Anisa dan Faiz)
“loh ini siapa yah?”
Rafi
“saya Rafi, Bunda. Temannya kang Faiz.”
Bunda
Oh ! (mendongak, lalu mengangguk.)
Anisa
“Ya Allah... Cinta kira-kira kemana yah?” (kebingungan, mondar-mandir, memegang Hpnya, mengontak Cinta. Tapi nihil, tidak diangkat) “Ga mungkin dong, Cinta berani pergi berlama-lama tanpa aku.”
Baiz
“Jangan-jangan Cinta diculik?”
Rafi (O.S)
Firasatku berkata Cinta diculik.
Anisa
“Please, jangan berpikir aneh-aneh, Faiz. Cinta itu sudah gede. Bukan anak kecil yang gampang diculik. Ga mungkin juga Cinta diculik. Cinta juga bisa beladiri. Dia juga pasti berteriak dan banyak ditolong orang-orang.” (Berkata Anisa dengan penuh kepanikan, lalu ia menghela napas dan menghembuskannya perlahan-lahan, lanjut berbicara,) “Kalau kita tidak tahu satu petunjuk kemana Cinta pergi. Kita benar-benar buntu.”
Bunda
Apakah mungkin Bunda memberitahukan isi Diary Cinta? Ah tidak.
Anisa
Cinta, kemana yah?
(tangan kanannya memijat keningnya)
Bunda
“Setahu Bunda, sebelum ke rumah Anisa, Cinta mau ke suatu tempat, dekat kebun raya Bogor.”
“Anisa, ikut Bunda ke kamar Cinta. Faiz dan Tunggu disini yah?”
Rafi dan Baiz
“Iyah, Bunda”
Setibanya di kamar Cinta. Bunda memeperlihatkan diary Cinta kepada Anisa.
Deg!
(Anisa tersontak dengan apa-apa yang ditulis oleh Cinta. Ia menelan ludah. Ia tak menyangka.)
Anisa (O.S)
Ya Allah! Cinta kamu mencintai Faiz juga.
Bunda Shinta
Anisa, Bunda tahu pasti kamu tidak menyangka isi hati Cinta. Bunda pikir, Cinta bisa menjadi kekasih Bosy. Yang jelas dari petunjuk diary ini. Kita tahu kemana arah Cinta pergi menyendiri.
Anisa
Iya, Bunda.
Bunda
Ayo kita cari Cinta
(berjalan menuju ruang tamu)
Faiz
“Jadi kemana?”
Anisa
“ke kebon raya Bogor, Faiz”
(menjawab dengan lemas. Ia melihat Bunda menggelengkan kepala dengan pelan. Mulutnya sedikit berbicara jangan diceritain. Anisa mengangguk pelan.)
Baiz
“Oke. kita kesana, tapi kita ke rumah Faiz dulu sebentar. Kata Bapak mobil yang ini harus diganti sama satu lagi yang di rumah.”
Semuanya pun bergegas naik mobil. Faiz langsung tanjap gas.
****
88. INT : Ruangan – Cinta terbius lama – Malam
Cast : Berlina, Aleks, Anton dan Bosy.
Bosy
“kok, Cinta belum bangun-bangun.”
(Melihat Cinta terbaring di kasur lantai)
Berlina
“Ya, mungkin karena parlin, si pengabdi gue banyak menyutikan obat bius.”
Anton
Gue pikir-pikir, body Cinta oke juga.
Jadi pengen gue pake.
Aleks
Setuju banget gue, bagus kita pakai aja nih.
Bosy
Kalian, Jangan melakukan apa-apa selama gue belum perintahkan.
Berlina
(semakin dekat dan merangkul Bosy dari samping kanan)
Pertama-tama, biarkan gue bersenang-senang dengannya.
Membalaskan dendam gue. oke, sayang?
Bosy
(menatap berlina)
Iyah, sayang.
CUT TO
89. EKT : Rumah orangtua Faiz – Tukar mobil – malam
Cast : Baiz, Rafi, Anisa, Bunda Shinta, Pak Fazl dan Bu Fauziah.
Faiz dan rombongan tiba di rumah orangtuanya. Pak Fazl menunggu di depan rumah. Berita tentang kepergian Cinta entah kemana, disampaikan juga kepada Pak Fazl.
Pak Fazl
“Innalillahi... kalian mau mencari Cinta kemana?”
“Ke kebun raya dulu, Pak. Kita akan cek tempat parkiran motor yang biasa digunakan Cinta. Sebelum Cinta datang ke acara lamaran Faiz ke Anisa. Cinta pergi ke kebun raya atau taman kota. Entah mau ngapain, mungkin mau beli hadiah buat Anisa dan Faiz kali. Makanya kita mau ke sana, Pak”
Pak Fazl
“Oke. Faiz. Bapak mengerti,” (kemudian Pak Fazl melihat ke arah Bunda Cinta) “Maaf Bunda Cinta sudah dipusingkan oleh saya karena harus tukar mobil. Jadinya Bunda Cinta sampai datang kesini.”
Bunda Shinta
(dalam kondisi menangis)
“ justru saya lah yang telah membuat repot Anisa dan Faiz, anak Bapak.”
Pak Fazl
Tidak repot kok Bunda Cinta
Anisa
(ikut menenangkan)
“Bunda tidak usah berpikir demikian. Kita itu sahabat, kita itu sudah seperti keluarga.”
Rafi (O.S)
Ya Allah! Apakah kehadiran saya mengundang malapetaka begini. Maafin saya kang Faiz dan semuanya.
Pak Fazl
“saran bapak, lapor ke polisi, yah, Faiz” (sambil menyerahkan kunci mobil yang baru.)
Baiz
“Ya, insya Allah, Pak” (menerima kunci yang baru dan mengembalikan kunci yang tadi)
Pak Fazl
“Biar bapak yang memakirkan mobil ini ke bagasi. Faiz langsung berangkat saja.”
Baiz
“oke, Pak”
Rombongan Faiz pun melaju pergi. Pak Fazl pun melihat mobil yang dikemudi oleh Faiz berlalu dalam pandangan. Beliau segera mendekati mobil yang barusan digunakan Faiz. Beliau memindahkan mobil itu ke bagasi. Ketika beliau mengecek isi mobil. Di sana tergeletak liontine emas. Mengambilnya.
Pak Fazl (O.S)
“loh bukankah ini liontin punya Anisa? Untung jatuhnya disini. Biar saya amankan saja.”