Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
10. INT : Di rumah.
Cast : Cinta dan Bunda Shinta.
Cinta
Keluar dari kamar dengan pakaian rapih untuk pergi ke toko, tempat usahanya. Peninggalan dari Ayahnya. Sebelum berangkat, Cinta pamit ke Bundanya.
“Bunda, Cinta mau berangkat yah.”
Bunda Shinta
“Oke. Sayangku, cintaku. Cium pipi Bunda dulu dong”
Cinta
‘emmuaah’ Cinta mencium pipi kanan Bunda, “Jangan lupa doain Cinta pas nanti Bunda shalat Dhuha yah? Supaya rezeki Cinta lancar.” Cinta tersenyum lebar. Nampak gigi putih bersihnya.
Bunda Shinta
Kedua tangan Bunda menempel di wajah Cinta. Bunda beradu pandang dengan Cinta seraya berkata, “Soal itu, nggak perlu diminta. Bunda selalu mendoakan Cinta.”
Cinta
“Terima kasih, Bunda!” Cinta kembali mencium pipi satu lagi yang belum diciumnya tadi. Kemudian ia pergi diiringi ucapan salam sebelum meninggalkan Bunda sendirian di rumah.
Bunda Shinta
Bunda melihat Cinta berjalan menjauh darinya dan hilang di balik daun pintu rumah. kedua tangannya menyilang di atas perut/dada dan berkata, “Cinta, setiap orangtua yang baik hati tentu mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya baik itu dari segi kesehatan, rezeki, jodoh dan termasuk berharap anak-anaknya menjadi orang-orang shaleh dan shalehah. Bunda juga ingin Cinta memakai hijab seperti Anisa.” Jari telunjuk Bunda memukul-mukul bibirnya secara perlahan dan lembut, “Entah kapan Cinta mau memakai hijab sebagai identitas dirinya sebagai seorang muslimah.”
****
11. EKS : Halaman Pesantren – contoh takdir - Pagi
Cast : Rafi dan Baiz
Rafi
“Terus contoh sederhana dari takdir itu apa, akhi?”
Baiz
“Secangkir kopi ini dapat menjadi contoh sederhana bagi kita” Jawab Faiz. Ia mengangkat secangkir kopi di atas meja. Ia menghirup aroma kopinya. Lalu ia menyesapnya dan lanjut berkata, “Takdir itu merupakan ketetapan, keputusan dari Allah Ta’ala. Jika tidak ada kaidah seperti ini misalnya, takdir gula adalah memberikan rasa manis. Jika tidak demikian, maka akan terjadi seperti ini misalnya seseorang memasukan gula ke secangkir kopi, tetapi terkadang yang timbul malah rasa asam atau kadang rasa asin atau kadang pahit dan rasa lainnya. Hal ini akan menimbulkan kekacauan di dunia. Makanya dengan adanya takdir Allah Ta’ala. Dunia ini berlangsung secara teratur. Itulah mengapa takdir itu penting.”
Rafi
Rafi pun diam sejenak untuk memahami apa yang ia dengar dari Faiz. Butuh proses untuk dapat mencerna perkataan lawan bicaranya. Sebelum ia bertanya lebih lanjut. Ia pun ikut menyesap kopinya yang sudah terasa ampasnya.
Baiz
“kemudian contoh lainnya ada di hadapan kita,” Faiz bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya, “akhi, kita bisa lihat para petani itu yang tengah bekerja di persawahan. Apabila takdir atas benih padi tidak ditetapkan maka para petani akan meninggalkan pekerjaannya. Maksud saya jika petani itu menanam benih padi, tapi yang tumbuh malah pohon akasia, kadang tumbuh tanaman anggur, kadang rumput dan tumbuh yang aneh-aneh atau tidak sesuai ekspetasi. Maka setelah sekian lama, para petani akan meninggalkan pekerjaannya. Kemudian mereka akan menganggap kerja kerasnya menjadi percuma, sia-sia.”
Rafi
Ya, benar sekali. saya paham. bahkan setuju dengan pemaparan akhi.
Baiz
“Alhamdulillah kalau akhi paham.”
Rafi
“Nah, terus takdir itu ada macam-macamnya, tidak?”
Baiz
“Ada, ya akhi.”
TRENG TRENG TREENG!!!
Rafi
“Bunyi apa tuh?”
Baiz
Bunyi alarm di laptop mengingatkan Faiz akan suatu hal dan berkata, “Afwan. Ya akhi, sepertinya obrolan pagi ini kita akhiri dulu. Ada urusan penting.”
Rafi
“Na’am. Ya akhi”
Faiz mematikan laptopnya dan memasukkannya ke dalam tas khusus. Sementara Rafi membawa kembali gelas dan termos kopi yang ia bawa. Keduanya menuruni tangga. Rafi mengingatkan pertanyaan yang barusan ia tanyakan. Faiz akan melanjutkan perbincangan dengan Rafi setelah Shalat jum’at. Itu pun, Jika tidak ada halangan.
Hari jum’at adalah hari libur di pesantren Faiz. Hari libur merupakan saat-saat yang ditunggu-tunggu oleh para santri untuk merileksasikan jiwa raga mereka setelah lelah belajar. Para santri bebas melakukan apapun selama itu tidak bertentangan dengan hukum syariat dan aturan pesantren. Akantetapi mereka juga tidak boleh lupa bahwa hari jum’at juga identik dengan hari bersih-bersih sekala besar mulai dari menyuci baju sendiri. Sebagai anak pesantren yang mondok, seringkali terjadi menyuci secara berjamaah di tempat pencucian pakaian. Mereka masih mencuci dengan cara konvensional alias pakai tangan sendiri. Akibat banyak yang mencuci di hari tersebut biasanya jemuran terisi penuh. Selain kegiatan itu, ada juga yang menjemur kasur tidur, ada yang menyetrika pakaian, bersih-bersih sekala besar bukan berarti tidak ada jadwal piket harian. Piket harian memang ada. Namun, hanya beberapa lokasi tertentu saja seperti menyapu halaman, menyapu lantai dan mengepelnya.
****
12. INT : Di Kamar Pribadi – merias diri.
Cast : Berlina
Berlina
“Ternyata loe tuh makin cantik.”
(Berbicara kepada bayangannya sendiri di dalam cermin. Dia kembali mengamati dirinya. Wajahnya semakin cantik apalagi setelah di-make over. Lipstik menambah merah bibirnya. Softlens cokelat telah menutupi kornea mata aslinya.)
“Emm... Tinggal perhiasan gue yang belum.”
Berlina ini menarik laci di meja riasnya. Di sana terdapat perhiasan berupa kalung, cincin, gelang, anting emas murni bukan kaleng-kaleng. Ia pun memakainya. Perhiasan-perhiasan tersebut menambah kecantikan dan kemewahan dirinya.
“Perfect! You are very beautiful girl in the world!” Gadis ini tersenyum, “okey I should go now” ia bangkit meninggalkan tempat tata rias pribadinya. Pergi menuju klien alias pelanggannya.
*****
13. INT : DI TOKO CINTA
Cast : Cinta, Anisa, mang Amin.
Marketplace secara online telah banyak tersedia. Mulai dari Shopaa, TokoSerbaAda, BukaDongLapak, Lazida dll. Persyaratannya tidak sulit untuk menjadi pengguna dan penjual. Bahkan Anisa dan Cinta telah mendaftarkan produknya di sana.
Anisa
“Alhamdulillah, Cinta! Banyak yang order dagangan kita.”
Cinta
“Coba gue lihat” Cinta berjalan cepat ke arah Anisa yang menatap layar laptop. “Badai! Kita kebanjiran pesanan, Sa. ini pasti berkat doa Bunda gue pas shalat Dhuha.”
Anisa
“it’s the blessing of prayer, Cinta.”
Mang Amin yang telah melayani pembeli. Mendengar suara Cinta, majikannya, “Bagus donk Non! Kita yang kerja disini tidak banyak bengong. Hehehe.” Ia juga menyerahkan uang sebesar Rp 45.000 dari pembeli yang tadi kepada Cinta.
Cinta
Tertawa ringan, “ada-ada aja, mang Amin!” sambil menerima uang tersebut, “oke hatur nuhun, mang” (terima kasih)
Mang Amin
Sami-sami
Anisa
“Kalau dipikir-pikir, bener juga apa yang dibilang mang Amin!” kata Anisa lanjut, “kalau kebanyakan bengong, melamun nanti kesambet temennya setan. hahaha”
Mang Amin
“Temannya setan siapa, Non?”
Cinta
“Temannya setan, ya setan dong!”
Mang Amin, Anisa dan beberapa orang yang ada di toko ikut-ikutan tertawa karena diam-diam mendengarkan pembincaraan mereka. Dalam dunia perdagangan di pasar. Guyonan selalu saja hadir di kalangan para pedagang. Biar suasana menjadi ramai, terhibur. Nggak krik-krik garing dan hening bagaikan kuburan. Ketika menjelang siang jam sepuluhan. Bunda Shinta kadang datang ke toko peninggalan suaminya setelah urusan di rumah selesai. Bunda Cinta adalah ibu rumah tangga yang sangat rajin. Meskipun suaminya telah kembali kepangkuan Tuhan.
*****
14. EKT : Di bawah pohon. Perkotaan. Berlina mencari mangsa
Cast : Berlina dan Siti Sarboah
Berlina
mendapati seorang gadis remaja yang tampak putus asa. Ia duduk di bawah naungan pohon. Wajah gadis itu yang tadinya merunduk. “Permisi. Sendirian aja, De!”
Siti Sarboah
Mendongak, memandangi orang dihadapannya. “I-ya”
Berlina
Perkenalkan saya Mrs. Berlina. Saya boleh duduk disampingmu yah?
Siti Sarboah
Oh iya, silahkan Mba.
Berlina
Tersenyum. Mulai duduk.
“Kamu kok kayak terlihat sedih gitu, kenapa?”
Siti Sarboah
Aku orang desa. lagi mencari kerja, tapi nggak dapet-dapet juga, Mba.
Berlina
Coba aku lihat berkas-berkas lamaran kerja kamu
Siti Sarboah
Menyerahkan apa yang diminta.
Berlina
Dalam benaknya berbicara, wajar saja, bagaimana mungkin gadis ini akan mendapatkan pekerjaan bagus sementara studi terakhirnya adalah SMP dan ikut program paket C setara ijazah SMA.
Siti Sarboah
Ada yang salah nggak mba? Atau mungkin karena aku berpendidikan rendah. Mereka tidak mau menerimaku.
Berlina
(Merapihkan kembali berkas tersebut)
“Bagiku apapun latarbelakang pendidikanmu, tidaklah penting. Kamu bisa bekerja untukku. Itu pun kalau kamu mau?”
Siti Sarboah
Sangat senang. Girang.
Mau mba, aku mau banget malah.
Berlina
Memberikan sebuah kartu nama miliknya. Kartu nama tersebut berisi nama, alamat dan no. Kontaknya. Gadis itu meloncat-loncat karena kegirangan.
Siti Sarboah
“Kapan saya mulai kerja, mba? Kerja apa, mba?”
Berlina
“detailnya nanti aku beritahu. Intinya sih perdagangan gitu.”
Siti Sarboah
“Waaah...! Aku mau mba”
Berlina
menganggup takjim,
“Kamu simpan kontak aku yang ada di kartu namaku itu. Terus chat aku dengan format nama, tempat tanggal lahir dan kirim photo tercantik kamu.”
Siti Sarboah
“oke, mba. Makasih banget!”
(Atas jabatan tangan dan senyum lebar dari gadis desa tersebut, Berlina tersenyum juga. Berlina mengakhiri pertemuan dengan gadis tersebut karena ada urusan yang menantinya. Berlina mengambil uang di dalam tasnya.)
“uang ini sebesar dua juta sebagai upah training selama sebulan nanti. Anggap saja aku serius merekrut kamu. Aku harap kamu tidak mengecewakan. Kutunggu kehadiranmu”
Siti Sarboah
Gadis tersebut gemetar menerima uang sebanyak itu.
Berlina
“see you later, sayang!”
Sepeninggal Berlina, gadis tersebut segera melihat kembali kartu nama tersebut. ia mengeluarkan handphone di sakunya. Ia bergegas menyimpan nomer kontak sang majikannya. Tanpa berlama-lama, ia mengirimkan identitas dirinya sesuai permintaan Mrs. Berlina. Khayalnya, pekerjaan pertama, pengalaman pertama, gaji pertama siap menanti di depan mata.
Berlina
Setelah jauh dari Gadis desa tersebut. Berlina mengeluarkan sanitizer di dalam tasnya. Sebelum memasuki mobil pribadinya.
“Biar tangan gue nggak jadi kotor.”
Ketika Berlina berada di dalam mobil. Ponselnya berbunyi. Tanda pesan masuk. Berlina membuka pesan tersebut di dalam mobilnya.
Selamat Siang, Mba !
Nama : Siti Sarboah
TTL : kampung Dusun, 12 Desember 2002.
Saya yang barusan Mba Berlina temui. Seorang gadis yang duduk termenung, putus asa di bawah naungan pohon. Hehehe
Berlina
Tersenyum membaca pesan tersebut. ia tertawa dengan nama gadis itu “ nanti biar kuganti namanya menjadi Sabrina. Sabrina lebih elegan, menawan daripada Sarboah. Nama macam apa itu? Dasar kampungan. Eh emang kampungan.”
Berlina masih mengemudi mobil pribadinya. Ia memperbesar volume lagu di mobilnya. Ia pun turut bernyanyi bersamaan dengan lagu kesukaannya.
****
15. INT : TOKO CINTA
Cast : Bosy Bonaparte. Anisa. Cinta. Bunda.
Seorang pria berjalan ke arah toko Cinta. Anisa yang pertama kali menyadari kedatangannya. Ia mengenal orang tersebut dari semenjak SMA. Ia bergegas ke arah Cinta.
Anisa
berbisik kepada Cinta yang sedang menatap layar monitor
“Cinta, penggemar loe dateng ke sini.”
Cinta
“Siapa?”
Mata Anisa mengarahkan arah wajahnya kepada seseorang dan pergi ke sudut lain. Cinta pun menoleh ke arah para pengunjung biasa datang. Gumamnya, Bosy, mau ngapain loe datang kesini?
Bosy
“Halo my Cinta!”
Suaranya membuat para pegawai dan pembeli berpaling sejenak. Cinta tepuk jidat. merasa tidak enak dengan sebutan tersebut.
Bosy
(Datang menghampiri)
“Sudah lama, gue nggak ngelihat loe setelah gue disibukkan oleh pekerjaan bokap gue ke luar negeri.”
Cinta
“Sorry yah, gue ga nanya. Ga mau tahu juga. Ga penting juga bagi kehidupan gue.”
Bosy
“Gue hanya memberitahukan loe aja. Kali aja loe kangen gue, cause you are my lovely Cinta.”
Cinta
“Please yah, Bosy. I don’t like what you say. It make me so illfeel. You are not everything in my heart. I think you always remember that my statements is until the earth ending. I will not be your darling.”
Bosy
(Menggarut rambut belakangnya yang tidak gatal.)
Emm.. meskipun Pronounciation loe nggak bagus.
Nggak tahu kenapa. I still love you.
Cinta
(Ingin marah. Menarik napas dalam-dalam.)
Anisa
(Ikut andil dalam pembicaraan.)
“And by the way, Bosy, pelanggan kita yang terhormat, mau beli apa? bisa dibantu?”
Bosy
“Pengennya sih, gue beli nih toko plus orang yang gue cinta”
Ketika Cinta bangun dari duduknya. Ia ingin memarahi Bosy. tapi urung alias nggak jadi. Bundanya telah datang disertai ucapan salam. Cinta pun terdiam menjawab salam.
Bosy
(Balik badan)
“Eh, tante Shinta, perkenalkan tante, saya Bosy pejuang Cinta. Apa kabar, tante?”
Bunda Shinta
“Apa? Pejuang Cinta,” tersenyum, lanjut berkata, “Alhamdulillah, baik. Sendirinya?”
Bosy
“Iya, baik juga.” Bosy melirik arloji mewahnya yang dikenakan di tangan kirinya. Sebuah trik untuk mencari alasan untuk segera pergi, “Wah, Maaf tante. Saya tidak bisa berlama-lama disini. Ada bisnis. Saya pamit yah tante.”
Bunda Shinta
“Loh, cepat sekali! Barusaja tante datang.”
Bosy
“Sebelumnya maaf yah tante. Yang penting saya sudah senang melihat Cintaku dan tante sehat-sehat saja.”
Bunda Shinta
“oh, gitu.”
Bosy
“Saya pamit tante. Dah Cintaku!”
Cinta
Membulatkan mata. Geleng-geleng kepala dan berkata, “Apah? Cintaku. Ngaku-ngaku aja. Jangan dipercaya Bunda. Itu bullshit. I have just said to him. I wil not be her darling.”
Bunda Shinta
“Emm... Oke, untuk saat ini mungkin Bunda tidak percaya. Mungkin nanti Cinta beneran jadian sama tuh cowok, si pejuang Cinta.” Bunda tertawa, “Biasanya namanya hubungan tuh seringkali seperti itu. Dari benci jadi rindu. Dari tidak suka menjadi cinta. Iya kan, Nisa?”
Anisa
“Betul sekali Bunda!”
Cinta
“Sorry yah, formula itu tidak berlaku dalam kehidupan Cinta.”
Bunda Shinta
“Kita lihat nanti. Ya Anisa yah?”
Anisa
Tersenyum, mangguk-mangguk, “Ya”
Cinta manyun. Hari itu menjadi hari yang menyebalkan baginya. Bertemu si Bosy, si berbadan besar, perutnya maju ke depan kayak orang hamil 4 bulan alias bunting. Ditambah lagi Anisa dan Bunda sama saja. Sama-sama menyebalkan. Keduanya bekerja sama membuat formula ‘Benci jadi rindu. Dari tidak suka menjadi cinta’ dan menisbahkannya kepada dirinya. Cinta berusaha menghempaskan masalah tadi. Ia fokus kembali ke para pelanggan yang membeli produk-produknya secara online.