Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
5. INT : Rumah makan – suasana hujan- Sore.
Cast : Cinta Salsabila dan Anisa Najmunisa
Cinta
Taraa, ini pesanan kita, Sa!”
Datang membaca sebuah nampan berisi dua porsi makanan (bakso) dan minuman (teh manis panas 50 derajat Celcius)
Anisa
Tumben kamu yang bawa?
Cinta
“iyah, nih terpaksa gue bawa. Kata si mamangnya kekurangan karyawan disini. Kemarin satu orang resign”
Anisa
Ooh begitu!
Batin Anisa, Inilah sahabatku. Kata “gue and loe” masih melekat kuat pada mulut Cinta. Sedangkan aku sudah tidak biasa menggunakannya selepas SMA
Cinta
Sa, loe jadi karyawati aja disini! Nanti gue bisa minta makan ke loe secara gratis. Hehehe
Anisa
kamu aja kalee. Bawa-bawa aku segala.
(Anisa mengambil semangkuk bakso dan teh hangat pesanan miliknya. Begitupula Cinta. kemudian Cinta menambahkan 5 sendol sambel dan banyak saos di baksonya. Keduanya mulai makan diawali dengan Bismillahirahmanirahim.)
Cinta
HESS HAH HUH !
Anisa
“Cinta! Makan sambel tuh jangan berlebihan.”
Cinta
“Aduh! Nisa, gue tuh kalau lihat sambel udah kaya kesetanan.” (Tangan kanan Cinta mengipas-ngipas mulutnya) “Hes hah hes hah! Menurut gue makan tanpa sambel tuh bagai makan tanpa minum.”
Anisa
“Cepetan minum teh kamu!”
Cinta
(Cinta tertawa dan segera meneguk teh manis setengah panas untuk meredakkan sensasi pedas di mulutnya.) “Aaah... Nikmatnya!”
Anisa
Nah, kalau makan pedes tuh harus minum air agak panas biar menetralisasi rasa panas dan pedas di mulut.
Cinta
(Mengangguk)
“Sa, gue kangen suasana dulu. Gue kangen Baiz, eh.”
Anisa
“Kamu kangen sama calon suami aku?”
Cinta
“eh. Bukan itu. Maksudnya gue kangen waktu kita bermain bersama Baiz. Sahabat kita semenjak SMP dan SMA. Kok, bisa yah dia waktu bilang.”
Perkataan Cinta ini membuat Anisa teringat ucapan Baiz di masa itu.
FLASHBACK TO
ke tahun 2013 tepatnya lima tahun yang lalu. Waktu kelulusan SMA.
Baiz
“emm... sebenarnya.. gue mau studi di pesantren. Maafin gue yah, gue nggak bisa bareng-bareng lagi sama kalian. Bukan berarti gue melupakan dan menjauhi kalian. Apalagi Anisa, bidadari gue. Istri masa depan gue. ini demi masa depan yang perlu diperjuangkan.” Baiz berhenti sejenak. Memikirkan kata-kata selanjutnya, “Kalian punya cita-cita. Gue juga sama. Jangan gara-gara gue nggak satu universitas sama kalian. Kalian putus harapan. Cinta, gue titipin Anisa ke loe.”
CUT BACK TO
Cinta
“Atas ucapannya itu. Gue nggak nyangka. Bener-bener gue ga nyangka! Kok bisa yah si Baiz studi di sana. Padahal kan dia dulu.”
Anisa
“Ets! No ghibat yah, Cinta”
Cinta
(Terdiam. Teringat ilmu yang dikatakan oleh Anisa tempo dulu kepada dirinya bahwasanya Allah Ta’ala berfirman) “Janganlah ada diantara kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang diantaramu suka memakan daging saudaranya yang mati? Tentulah kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat 49 :12)
“oh iya, maaf, Sa. Gue hilaf. hehehe”
Anisa
iyah ga apa-apa, Cinta. Intinya kita harus saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan.”
Cinta
“wuiiih. Lama-lama Perkataan loe udah kayak Bu ustadzah aja.”
Anisa
“Cinta, kita tidak harus menjadi ustadzah saat kita mengingatkan orang lain yang jatuh ke dalam perbuatan dan perkataan berdosa.”
Cinta
“Ya ya ya! Jadi serasi lah, loe dan dia. Baiz kan nanti jadi ustadz.”
Anisa
“Aamiin, doain aja”
Cinta
“Kalau gue sama dia bagai langit dan bumi.”
Anisa
“Ya Allah! Cinta, ada ada aja kamu, ya kali aja suatu saat nanti kamu ketemu cowok soleh. Terus kamu kepincut olehnya. Kamu pun bertaubat dan sudah memakai hijab.”
Cinta
(tertawa. Satu tangannya membelai rambutnya yang panjang bergelombang.)
Anisa
“By the way... lucu ga sih kalau dari persahabatan berujung ke pernikahan.”
Cinta
“Lucu lah! Apa kata orang. Apa kata temen-temen angkatan alumni dari SMP dan SMA”
Anisa
“iyah juga sih. Tapi sebenarnya ga masalah, kan? Ohya, Cinta, suara hujan sudah mulai redup redam. Please, volume suaramu juga diperkecil, berisik. Ga asik dilihatin orang-orang.”
Cinta
“Oke!”
(Mendekatkan dirinya ke depan meja makan. Badannya menunduk ke hadapan Anisa. Ia pun mengecilkan volume suaranya,) “Ya emang, ga masalah, Anisa. Yang masalah tuh loe dan Baiz adalah saudaraan yang kemudian menikah.”
Anisa
(menepuk jidat) “itu sih emang nggak boleh.”
Cinta
“That’s right!... Eh, Sa. Kalau berbicara soal Baiz! Kenapa sih dia memilih studi disana? Apa sih motivasinya?”
Anisa
Untuk menyebarkan pengaruh positif di muka bumi
Cinta
(Terdiam. Mencerna pernyataan sahabatnya.)
*****
6. INT : Rumah mewah Berlina yang jauh dari rumah penduduk - Eksekusi mati jesica – Malam hari
Tokoh : Berlina, Jesica, Parlin dan 16 perempuan dibawah naungan berlina.
Berlina
“Loe korupsi. Lebih baik loe mati!”
Jesica
(Perkataan itu membuat Jesica semakin takut. Kedua matanya berkaca-kaca. Tumpah bagaikan gletser di pegunungan Himalaya. Jesica berlutut di hadapan majikannya. Kedua tangannya terikat di belakang punggungnya. Mulutnya segera diisolasi lakban hitam sehingga Kata terakhir yang diucapkannya) “Maafkan aku, Mrs...”
Berlina
“Apa? Maaf?” ( meludah ke samping kanannya) ‘cewih’ (dan kembali menatap Jesica) “ Loe tuh sudah menjadi duri dalam daging dan tidak ada kata maaf.”
Jesica (O.S)
(Menangis. Ujung pistol telah diarahkan kepadanya oleh Parlin. Jesica menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai isyarah) “gue mohon, jangaaan!”
Berlina
“Parlin! It’s time to send her to the hell”
Parlin
DOR!
Satu tembakan cukup membungkam denyut nadi Jesica. Raganya pun tergolek ke samping kanannya. Darah segar di kepalanya memancar bagaikan air mancur.
Peristiwa itu tidak hanya disaksikan oleh Sang majikan dan Parlin. Bahkan 16 orang wanita pun menyaksikannya tanpa berbicara. Tangan mereka menutup mulut dan mata mereka. Tak tega dan ngeri bersatu dalam dada.
Berlina
“Oke. my sweet angels. Kita sudah kehilangan a sweet angel yang nggak berguna dalam kehidupan kita. Gue bakal mencari penggantinya.” (Matanya menjelajahi 16 orang wanita di hadapannya) “Inilah konsekuensi dalam bisnis gue. Jangan coba-coba melawan gue atau curang di belakang gue. Loe semua dalam pengawasan gue.”
***
7. INT : Di kamar - Berdoa dalam sujud terakhir – Jam 03.00 WIB
Cast : Baiz Buitenzorg
Baiz Buitenzorg
Ya Allah! Ya Rahman Ya Rahim.
Hamba yang lemah ini memohon ampunan-Mu atas segala dosa-dosaku. Anugerahkanlah hamba kekuatan untuk mensucikan diri sendiri dan orang lain. Jadikanlah ini seseorang yang membawa pengaruh positif di muka bumi ini.
*****
8. INT : Di dapur – trending topik - Pada pagi hari.
Tokoh : Tukang koran. Bunda Shinta dan Cinta.
Tukang Koran
“Korannya Bu! Koran! ”
Bunda Shinta
Keluar rumah untuk menerima surat kabar dari tukang koran. koran berlangganan. Kemudian kembali ke dapur. Ketika Bunda melihat halaman pertama. Mata beliau terbuka lebar membaca tulisan utama Headline : Artis terjerat kasus prostitusi Online. Beliau membaca berita tersebut. Menggelengkan kepala, “Astagfirullahal-‘azim. Subhanallah! Ya Tuhan! Bangsa ini ternfeksi degradasi moral.”
(meletakkan koran tersebut di atas meja makan. Cerocosnya) “Sekarang emang zaman edan. Orang-orang berilmu, berpendidikan tinggi dan kaya raya tapi ga ada akhlak. Bener-bener bangsa ini telah mengalami keterpurukan.”
Cinta
(Ketika Cinta melihat Bunda sedang asyik sendiri, bicara sendiri sambil menghadap mesin pemanggang roti.)
“selamat pagi, Bundaku tercinta!”
Bunda Shinta
“Eh Cintaku sayang! Ayo sarapan”
Cinta
“by the way, Bunda kok ngomong sendiri. Rame sendiri. Emang ada apaan, Bundaku?”
Bunda Shinta
“Itu karena berita dari koran itu.”
Cinta
“ooh kasus artis terlibat dalam prostitusi online. Cinta sudah tahu dari medsos. Banyak orang yang membicarakannya.”
Bunda Shinta
“Bayangkan, Cin! Ia tuh seorang artis. Idola Bunda.”
Cinta
“Bukan hal yang penting bagi Cinta, Bunda. B aja”
Bunda Shinta
“Apa? B aja”
Cinta
“iyah, maksudnya B, Biasa aja, Bunda”
Bunda Shinta
“Berita ini jangan dianggap biasa aja Cinta. Justru berita dari koran menarik perhatian kita terhadap berbagai masalah yang terjadi di negara kita, Indonesia. Ketika kita membaca dan mengetahui informasi ini, maka kita harus berupaya ikut andil dalam mewujudkan masyarakat sesuai cita-cita mulia para pendahulu bangsa kita.”
Cinta mendengarkan perkataan ibunya. Sambil mendengar celotehan Bunda yang panjang kali lebar, ia makan roti bakar dan secangkir teh.
Bunda Shinta
“Walaupun sebenarnya bukan hanya artis itu saja yang memalukan. Bahkan tidak sedikit orang-orang penting di negeri ini telah memalukan juga. Sejauh ini Bunda tidak pernah ketinggalan berita dari surat kabar. Sejauh itu pula Bunda tahu tak sedikit para pejabat negeri kita berbuat suap-menyuap, korupsi dan prostitusi.”
Cinta
“Ya, benar Bunda!” lanjut menggigit roti bakarnya.
Bunda Shinta
“Adeuuh! Bunda jadi pusing. Pengen marahin plus mencakar muka mereka. Bayangkan Cinta. Mereka itu korupsi, mencuri uang rakyat. Dimanakah akal sehat mereka? Tidakkah cukup uang yang mereka miliki. Emangnya mereka bakalan menikmati semuanya. Enggak kan? Apakah mereka tidak berpikir bahwa mereka akan mati dan siksa Tuhan akan menanti? Dimana sih otak mereka?”
Cinta
“Mungkin di dengkul Bunda!”
Bunda Shinta
“Terus nih yah soal prostitusi. Pejabat anu. Siapa yah namanya? Cinta ingat?”
Cinta
“emmm siapa yah?” Berpura-pura mikir, “kalau Cinta bilang, malah jadi ghibat, Bunda. Kata Anisa jadi dosa!”
Bunda Shinta
“Oh iya, benar Cinta. Yang jelas dia itu ketahuan berbuat mesum dari video beredar. Di televisi pun ramai diperbincangkan. Bener-bener ga ada akhlak. Padahal yah, kalau pejabat itu emang seorang pria perkasa. Lebih baik menikah lagi saja. Kalau memang istrinya tidak bisa memenuhi kebutuhan biologisnya. Daripada menempuh perzinahan, yang ada dosa. Belum lagi penyakit HIV AIDS. Lagi pula uang mereka banyak. Pasti bisa dong poligami. Bahkan dalam agama yang pejabat itu percayai telah membolehkan poligami.”
Cinta
“mungkin mereka suami-suami takut istri”
Bunda Shinta
“Nah, bisa jadi. Dasar payah! Pria macam apa itu”
Cinta
“mungkin itu takdir mereka, Bun”
Bunda Shinta
“em, Mungkin. Yang jelas adalah jalan setanlah yang telah mereka tempuh. Keimanan mereka pada Tuhan telah runtuh. Buktinya kepada ajaran agama saja, mereka tidak patuh. Mereka telah terkuasai oleh ambisi, emosi dan nafsu birahi.”
Cinta telah menyelesaikan sarapan paginya. Tidak hanya perutnya yang kenyang. Bahkan telinganya turut kenyang mendengar celotehan Bundanya. Cinta tidak menyangkal apa-apa yang diutarakan oleh Bunda. Semuanya itu benar sesuai fakta dan data yang semua orang tahu.
Cinta (O.S)
mudah-mudahan gue dan anak-anak keturunan gue ditakdirkan baik-baik aja, tidak seperti mereka. Aamiin.
*****
9. Ekt : Di halaman pondok pesantren - Melihat Pegunungan, pesawahan dan sungai. Terdengar burung-burung berkicau dan berterbangan di pagi hari.
Cast : Baiz Buitenzorg dan Rafi.
Baiz Buitenczorg
(Saat itu, Baiz tengah berdiri memandang pemandangan tersebut di hadapannya. Ia menikmati suasana pagi di lantai atas pondok pesantern. Setelah melihat-lihat, ia mendapatkan inspirasi dan kembali duduk di kursi. Ia membuka laptop yang terletak di atas meja)
“Bismillahir-rahmaanir-rahiim!”
Tak berapa lama, seseorang datang.
Rafi
“Assalamu’alaikum?”
(Ucapan salam itu membuat Baiz menghentikan jari-jemarinya yang sedang mengetik. Ia pun menjawab salam tersebut. Arah pandangannya berpaling ke sumber suara.)
Baiz
“Wa’alaikumsalam”
Rafi
“Kang Faiz, Ana (saya) bawa kopi nih buat kita berdua.”
TALKING HEAD RAFI
Aku memanggil Baiz dengan sebutan Faiz. Panggilan Faiz lebih popular di pesantren karena Pak K.H. Ibnu Athaillah yang mengganti nama Baiz dengan Faiz Fauzan Azima. Baiz menerima panggilan nama tersebut setelah mengetahui alasannya.
Baiz
“Masya Allah. Syukran ya akhi!”(terima kasih saudaraku) “ohya, Rafi. Silahkan duduk di kursi sebelah kanan saya. Kebetulan nggak ada siapa-siapa.”
Rafi pun bersegera duduk. Ia menyimpan dua gelas kosong di atas meja. Lalu menuangkan kopi yang ada di dalam termos kecilnya. Seketika itu aroma kopi Robusta jawa menyebar hingga menyusup masuk ke pernapasan.
Baiz
“Wanginya mantap nih!”
Rafi
“Iya dong, akhi! omong-omong kang Faiz lagi sibuk apa?”
Baiz
“Ngetik tugas akhir.”
Rafi
“wah, bukannya tugas akhir itu pas semester akhir, tepatnya semester depan kang?”
Baiz
“Emang sih. Tapi alangkah baiknya saya mengerjakannya dari sekarang. Mumpung lagi sehat and good mood. Kita tidak tahu kedepannya bagaimana keadaan kita.”
Rafi
“Na’am, ya akhi”(Na’am = Ya)”
Baiz
(Tersenyum)
Rafi
Melihat ke layar laptop kang Faiz
“Ooh, kang Faiz lagi mengetik tentang takdir Allah Ta’ala. Nah masalah takdir itu, penting ga sih?”
Baiz
“Penting sekali, akhi. Saking pentingnya Rasulullah Saw bersabda bahwa seorang hamba belum menjadi mukmin ‘yang sempurna’ sebelum mengimani takdir. Bahkan, tidak sedikit orang tersandung karena keliru memahami takdir. Misalnya seseorang berkata aku mencuri, aku berzina, aku berbohong, aku rezekinya segini karena sudah suratan takdir. Makanya saya ingin meluruskan kesalahpahaman tentang perkara takdir Allah Ta’ala.”
Rafi
“wah menarik sekali nih, ya Akhi.” Berkata Rafi dengan penuh antusias, “Bisa menjadi topik pembicaraan kita ke depannya.”
Baiz
“Ya, Insya Allah!”