Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Sampai Nanti, Sampai Kita Bertemu Kembali
Suka
Favorit
Bagikan
2. #2 Kembali Pulang

1.     INT. APARTMENT – KAMAR – PAGI

Terdengar bunyi alarm, Gilang bangun. Tidak seperti biasa, pagi itu, ia terbangun dalam kondisi yang tidak segar, teringat telepon Ria tadi malam. Dengan malas, ia berjalan menuju kamar mandi.

2.     INT. APARTMENT – DAPUR

Gilang dengan setelan kantor sedang sarapan. Ia tidak kuasa menghabiskan isi mangkuk serealnya.

3.     INT. APARTMENT – LIFT

Di lantai 3, seorang pria 30-an dengan anaknya yang berusia lima tahun masuk lift. Gilang melirik anaknya. Anak itu pun menatapnya balik. Cukup lama mereka beradu tatapan hingga akhirnya pintu lift terbuka

4.     INT. APARTMENT – BASEMENT

Mobil melaju menuju pintu keluar.

DISSOLVE TO:

5.     EXT. KANTOR – HALAMAN DEPAN – PAGI

Kantor Gilang ialah bekas rumah yang didesain ulang ala minimalis. Suasana kantonya pun lapang, tidak ramai, dan nyaman.

Gilang keluar dari mobil dengan wajah tak bersemangat. Pikirannya tidak di badan. Ia berjalan menuju interior kantor.

6.     INT. KANTOR – LOBBY

Resepsionis bernama Kartika menghampiri Gilang.

KARTIKA

Mas Gilang, Mas Tio udah nunggu di ruangan Mas Gilang.

Gilang mengangguk dan segera menuju ruangannya.

7.     INT. KANTOR – RUANG GILANG

Terlihat Tio, 40 tahun, duduk sambil mengotak-atik HP. Segera ia menaruh HP-nya di atas meja ketika mendengar suara pintu dibuka. Gilang tersenyum, langsung duduk.

GILANG

Maaf menunggu, Mas.

TIO

(antusias)

Oh nggak apa-apa, saya free kok hari ini. Gini, Lang...

Gilang tidak mendengarkan sama sekali, pikirannya tidak sedang di ruangan. Kamera fokus ke ekspresi Gilang yang datar, namun pikirannya penuh dengan kegelisahan. Suara Tio lama-lama semakin sayup terdengar hingga akhirnya lenyap.

TIO (CONT’D) (O.S)

Saya mau langsung bahas aja soal proyek kemarin.

Gini, proyek yang sekarang saya lagi garap sebentar lagi bakal finishing

dan ide kamu kemarin luar biasa membekas di pikiran saya.

Sudah seminggu ini saya memikirkannya dengan sangat matang.

Saya akan tunggu final draft dari kamu kalau udah kita langsung garap.

Prospeknya buat komersial oke, buat kritikus apalagi. Saya yakin....

Suara Tio tidak lagi terdengar.

Tidak lama setelah itu, terdengar suara Tio dari sayup hingga normal.

TIO (CONT’D) (O.S)

...Lang... Lang... Lang!

Gilang terbangun dari lamunannya. Segera ia bangkit dari duduknya, lalu berkata:

GILANG

(tergesa-gesa)

Maaf Mas, saya nggak bisa fokus ke sini sekarang.

Ada urusan lain yang harus saya selesaikan terlebih dahulu.

(berhenti di depan pintu) Seminggu lagi saya kasih kabar.

Tio terlihat heran. Ia berdiri dari duduknya.

TIO

Loh... Lang! Gilang!!

START OF MONTAGE

8.     EXT. KANTOR – HALAMAN DEPAN – PAGI

Gilang berjalan terburu-buru menuju mobilnya.

9.     INT. MOBIL – JALANAN JAKARTA

Gilang menjalankan mobil setengah ngebut, namun masih berhati-hati.

10. EXT. APARTMENT – BASEMENT

Mobil berhenti. Dengan tergesa-gesa, Gilang keluar dari dalam mobil.

11. INT. APARTMENT – KAMAR

Gilang mengambil kopernya, lalu memasukkan beberapa pakaian ke dalam koper. Sebelum keluar kamar, ia tidak lupa mengambil laptop dari atas meja.

12. INT. APARTMENT – LIFT

Gilang terlihat tidak sabaran menunggu lift sampai di lobby.

13. INT. APARTMENT – LOBBY

Setengah berlari, Gilang berjalan menuju eksterior apartemen.

14. EXT. APARTMENT - PAGI

Gilang memberhentikan sebuah taksi.

15. INT. TAKSI – JALANAN JAKARTA

Melalui aplikasi di ponselnya, Gilang memesan tiket pesawat ke Padang.

16. EXT. BANDARA JAKARTA – PINTU KEBERANGKATAN

Gilang berlari menuju pintu keberangkatan bandara.

END OF MONTAGE

DISSOLVE TO:

17.    EXT. BANDARA PADANG – SIANG

Terlihat pesawat mendarat

18.    EXT. BANDARA PADANG – PINTU KEDATANGAN – SIANG

Gilang keluar dari pintu kedatangan. Ia langsung dikerumuni oleh joki-joki travel dan taksi. Suasana bandara sangat berisik, dari mulai joki-joki, pengunjung-pengunjung yang berbahasa Minang, hingga suara pemberitahuan dari pihak bandara di speaker. Gilang merasa gelisah. Tiga orang joki travel terus membuntutinya.

JOKI 1

(bahasa Minang)

Ke mana, Bang?

JOKI 2

Bukittinggi, Padang Panjang, Payakumbuh?

JOKI 3

(bahasa Minang)

Sama Awak aja. Padang Panjang seratus,

Bukttinggi seratus lima puluh, Payakumbuh dua ratus.

Gilang terlihat semakin gelisah. Terdengar suara dari arah samping.

RIAN (O.S)

(bahasa Minang)

Oi, oi, oi! Gawat juga kalian minta ongkosnya ya.

Gilang melirik ke arah suara. Dia kaget. Ternyata RIAN (28 tahun), sahabatnya dari kecil. Rian ialah laki-laki dengan tubuh tinggi kurus dan kulit sawo matang.

Rian memecah kerumunan joki-joki tersebut. Lagaknya yang seperti jagoan membuat ketiga joki tersebut minggir seketika. Selain itu, Rian memang seorang supir travel Payakumbuh-Padang yang sangat dikenal dan disegani di kawasan Bandara.

RIAN (CONT’D)

(bahasa Minang)

Ini temanku, dia pulang sama aku.

Ketiga joki tersebut langsung menghindar dan mencari penumpang lain.

Rian berjalan ke arah Gilang sambil tersenyum.

RIAN (CONT’D)

(takjub)

Gilang Arya Chaniago!

Apa kabar, kawan?

GILANG

(takjub)

Woi!! Adrian Koto!!

Baik. Ang apa kabar?

Mereke berpelukan.

RIAN

Baik juga, alhamdulillah.

Mereka lalu berjalan ke arah parkiran. Di jam-jam kedatangan memang biasanya parkiran terlihat lebih ramai dari biasanya.

RIAN (CONT’D)

Joki travel sekarang parah-parah.

Kalau ada tamu yang kelihatan seperti Ang nih, pasti diporotin.

Nggak tanggung-tanggung. Kadang dimintanya dua sampai tiga kali lipat.

Parah... Aden saja kaget dengarnya.

Supir-supir sendiri sering kaget pas nanya ke penumpang jokinya minta berapa.

GILANG

Emang biasanya nggak ada kesepakatan antara supir dan mereka, Yan?

RIAN

Ada sih sebenarnya. Tapi, pas minta ke penumpang suka-suka mereka aja.

Ya... Ang tahu sendiri lah orang kita kalau udah soal uang gimana.

Kalau bisa banyak kenapa harus sedikit.

Gilang tertawa. Mereka sampai di parkiran mobil.

RIAN (CONT’D)

Tunggu sebentar, Aden cari penumpang lain dulu.

Dapat 2 atau 3 kita langsung cabut.

Rian hendak berjalan.Gilang menahannya.

GILANG

Hm... Yan, kalau boleh, Aden mau sendiri aja pulang.

Biar cepat dan... bisa leluasa lah Awak ngobrol.

Nanti ongkosnya Aden bayar full.

Rian berpikir beberapa saat, lalu mengangguk-angguk.

RIAN

Jadilah. Tapi, Aden udah dapat satu penumpang.

Rian melirik ke arah penumpang wanita muda yang sudah duduk di bangku belakang mobilnya.

RIAN (CONT’D)

Tapi tenang aja, biar Aden kasih ke supir yang lain saja.

Tunggu sebentar.

Rian berjalan ke arah seorang supir yang sedang merokok sambil menunggu joki datang membawakan penumpang. Dari arah Gilang, Rian terlihat berbincang-bincang dengan supir tersebut.

Sambil menunggu Rian, Gilang memperhatikan sekitar, tidak banyak yang berubah dari bandara itu setelah delapan tahun berlalu. Udaranya pun masih terasa begitu akrab di indera penciumannya. Tiba-tiba, Rian menepuk pundaknya, Gilang kaget.

RIAN (CONT’D)

(menggoda)

Gimana, udah lepas kangennya sama kampung halaman?

Gilang tersenyum. Rian lalu berjalan ke arah mobil dan berbicara dengan penumpang wanita tadi. Wanita tersebut tidak terlihat keberatan sama sekali. Ia menyetujui perkataan Rian dengan senyuman.

Wanita itu lalu keluar dari mobil. Rian mengeluarkan kopernya dari bagasi mobil, sekaligus memasukkan koper Gilang ke dalam bagasi. Gilang dan wanita tersebut saling tersenyum ketika mereka berpapasan.

Rian mengantar wanita tersebut ke mobil yang akan mengantarnya ke tempat tujuannya. Setelah memasukkan kopernya ke dalam bagasi, Rian kembali ke Gilang.

RIAN (CONT’D)

Ayolah. Jalan kita.

GILANG

(merasa tidak enak)

Tapi, ini serius nggak apa-apa, Yan?

Aden jadi nggak enak.

RIAN

Ah, tenang aja. Udah biasa kayak gitu.

Penumpang yang kerjaannya udah bolak-balik bandara mereka juga paham.

Apalagi cewek yang tadi. Dia mahasiswa di Jakarta, setahun dua kali bolak-balik bandara.

Pahamlah dia persoalan gonta-ganti supir atau mobil travel kayak gini.

Nah yang ribet itu kalau ibu-ibu, berdebatnya bakal lama,

ujung-ujungnya minta kurangin ongkos.

Gilang mengangguk. Perlahan perasaan tidak enaknya menghilang. Ia segera masuk ke dalam mobil.

INTERCUT:

19. INT. MOBIL – JALAN LINTAS BUKITTINGGI-PADANG –SIANG

Rian menjalankan mobilnya dengan pelan. Dia terlihat antusias. Terlihat dari raut wajahnya yang berseri, sebab rindu dengan sahabat lamanya telah terobati. Mereka mulai mengobrol.

RIAN

Ondeh, nggak nyangka Den, udah lama sekali rasanya kita nggak ketemu, Lang.

Den dengar-dengar dari orang-orang di kampung, sudah sukses sekali Ang di ibukota.

Sudah banyak film yang Ang buat. Dulu Ang bercerita, Aden yang mendengar.

Sekarang cerita Ang sudah bisa ditonton oleh seluruh Indonesia, bahkan dunia.

GILANG

Ah, berlebihan sekali Ang Yan. Berkat Ang juga.

Dukungan Ang untuk Den di masa lalu sangat besar pengaruhnya.

Ang juga kan yang mendorong Den untuk terus menggapai cita-cita.

Sekarang, alhamdulillah, cita-cita Den sudah tercapai.

(beat)

Ingat Den dulu, waktu kita masih sekolah.

Hari ini Den bercerita, besoknya di sekolah, Aden sudah dapat versi komiknya dari Ang.

Keduanya tersenyum mengingat kenangan masa kecil.

GILANG (CONT’D)

Ang gimana? Masih rajin Ang menggambar atau buat komik?

RIAN

Ah, sudahlah Lang. Itu cuma angan-angan masa kecil. Sekarang gimana mau gambar.

Keseharian Aden ya dalam mobil. Setiap hari Padang-Payakumbuh.

Dua sampai tiga kali bolak-balik. Sampai di rumah udah capek, mau istirahat,

eh, anak Den nangis minta digendong.

GILANG

Wah, udah punyak anak Ang Yan?

Berapa tahun umurnya?

Rian tersenyum bangga.

RIAN

Yang besar tiga tahun.

Yang kecil, baru empat bulan, baru bisa telungkup.

GILANG

Ondeh, udah dua aja Yan.

RIAN

Iya. Ang gimana?

GILANG

Ah, belumlah Yan. Nantilah kalau sudah waktunya.

Rian mengangguk-angguk.

Mobil melewati kawasan Silaiang, Padang Panjang. Terlihat Air Terjun Lembah Anai disambut oleh jalanan di tengah perbukitan yang berkelok-kelok.

Rian mengambil sebatang rokok, menyalakannya, lalu menghisapnya. Asap rokok membuat Gilang terganggu. Rian baru menyadari bahwa Gilang tidak merokok, ia lalu membuangnya.

RIAN

Maaf, lupa Den kalau Ang nggak merokok Lang.

GILANG

Ah, nggak usah minta maaf Yan.

(hening)

Hm... Yan, ada Ang berkunjung ke rumah Den akhir-akhir ini?

RIAN

Itulah Lang. Aden dapat bini orang Balai.

Semenjak itu udah jarang Den pulang ke Tanjuang Ateh.

Sehabis bekerja Den langsung tertidur,

besoknya subuh-subuh Den langsung kejar trip pertama.

Nggak sempat Den datang ke rumah Ang, Lang.

Padahal, ingin sekali rasanya Den melihat kabar Pak Etek Rano.

Gilang mengangguk-angguk paham.

RIAN (CONT’D)

Ya... semenjak Ang pergi dulu, sudah nggak pernah Den ke rumah Ang.

Selain itu, nggak enak hati juga Den Lang soal kejadian malam itu.

Ang berangkat ke Jakarta dari rumah Den.

Takut juga Den kalau bertemu Pak Etek nanti apa kata dia ke Den.

Kalau dia nanya soal Ang, apa yang akan Den jawab.

Sedangkan semenjak Ang pergi, Aden pun nggak dapat kabar apa-apa dari Ang.

GILANG

Iya, Lang. Ngerti Den. Maaf juga Den nggak sempat mengabari Ang.

Bukannya Den lupa atau gimana...

RIAN

Ah! Nggak apa-apa. Ngerti Den soal itu!

Gilang tersenyum. Di balik senyumnya, terlihat raut bersalah, sebab telah melupakan sahabat yang sudah berjasa sangat banyak terhadap pencapaiannya saat ini.

Beberapa detik, keduanya terdiam. Tidak lama setelah itu, Gilang mengungkapkan apa yang tertahan di tenggorokannya.

GILANG

Ayah sakit Yan. Kanker paru-paru.

Rian kaget. Spontan ia menginjak rem. Terdengar klakson panjang dari mobil belakang. Sesaat setelah itu, mobil tersebut melewati mobil Rian.

PENGENDARA MOBIL

(berteriak bahasa Minang)

Woi!! Nio mati Ang!!?

RIAN

(berteriak bahasa Minang)

(menjulurkan kepala lewat jendela) Lewat sajolah Ang, Baruak!!

(beralih ke Gilang) Serius Ang, Lang?

Gilang mengangguk.

GILANG

Semalam Tek Ria nelfon Den. Katanya... lebih kurang sebulan lagi Ayah...

hm... ya... gitulah, nggak tahu Den, Yan.

RIAN

(lirih)

Ondeh...

Rian tertegun. Pikirannya diselimuti sesal. Ia melirik Gilang yang matanya dipenuhi penyesalan. Beberapa lama setelah itu, Rian kembali menjalankan mobil.

RIAN (CONT’D)

Menyesal Den, Lang. Kalau tau seperti itu, sering-sering Den datang ke rumah Ang.

Sering-sering Den bawakan jeruk untuk Pak Etek. Kasihan dia, di rumah sendirian.

Gilang merasa tersindir. Namun, ia tidak memusingkan perkataan Rian, sebab ia pun merasa menyesal selama delapan tahun telah mementingkan egonya.

DISSOLVE TO:

20. EXT. KOTA BUKITTINGGI – SIANG

Terlihat monumen ikonik kota Bukttinggi, Jam Gadang, yang menjulang di tengah-tengah pusat kota.

21. EXT. KOTA PAYAKUMBUH – SORE

Terlihat monumen ikonik kota Payakumbuh, Patung Ratapan Ibu.

22. EXT. JALANAN DESA TARAM – SORE

Mobil mulai memasuki desa.

23. INT. MOBIL – JALANAN DESA TARAM

Rian mengendarai mobilnya dengan pelan. Gilang memperhatikan jalanan sekitar. Rindunya akan kampung halaman perlahan terobati.

Tidak berapa lama setelah itu, mobil berhenti. Mereka telah sampai. Gilang dan Rian keluar dari mobil.

24. EXT. RUMAH – JALAN DEPAN RUMAH

Rian berjalan ke arah bagasi mengeluarkan koper. Gilang terdiam di tempatnya memperhatikan rumahnya yang telah ia tinggalkan selama delapan tahun. Tidak banyak yang berubah.

Lamunannya disadarkan oleh kehadiran Rian.

RIAN

Kalau gitu, nanti malam Den ke sini Lang.

Nanti Den bawakan jeruk dari kebun untuk Ang dan Pak Etek Rano.

Sekarang Aden mau ngantar barang pesanan dulu ke Tanjung Pati.

Gilang tersenyum dan mengangguk. Rian berjalan ke dalam mobil. Gilang berjalan menuju rumahnya.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar