Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Sampai Nanti, Sampai Kita Bertemu Kembali
Suka
Favorit
Bagikan
1. #1 Di Antara Dua Ego

1.     INT. RUMAH SAKIT - RUANG KEMO – SIANG

RANO (55 tahun) rebah di atas kasur. Di dadanya terpasang alat pendeteksi jantung yang terhubung ke monitor. Rano didampingi oleh seorang dokter laki-laki bernama Andre (40 tahun). Hanya suara mesin pendeteksi detak jantung yang terdengar.

DISSOLVE TO:

Rano didampingi dokter Andre sedang menggunakan treadmill kesehatan. Di dadanya masih terpasang alat pendeteksi jantung yang terhubung ke monitor. Hanya suara mesin pendeteksi detak jantung yang masih terdengar.

DISSOLVE TO:

2.     INT. RUMAH SAKIT – RUANG RADIOTERAPI

Rano menjalani proses radioterapi didampingi oleh dokter Andre. Di balik jendela, terlihat RIA, adiknya yang berusia 45 tahun menatap kosong ke dalam ruangan. Perasaannya diselimuti rasa takut.

DISSOLVE TO:

3.     INT. RUMAH SAKIT - RUANG DOKTER

WIDE SHOT: Ria terlihat serius mendengarkan penjelasan dari dokter Andre. Dialog antara keduanya tidak terdengar.

DISSOLVE TO:

4.     INT. MOBIL – JALANAN KOTA PAYAKUMBUH - SIANG

Ria menyetir dengan pelan. Ia masih terpikir tentang percakapannya bersama dokter Andre tadi.

RANO

Kita berhenti di toko Anton dulu

Ria mengangguk, mengerti dengan tujuan Rano, yaitu hendak bertanya mengenai DVD film terakhir anaknya.

Jalanan kota yang macet seketika membuat Ria kesal. Dia berhenti ketika lampu merah menyala.

RIA

(kesal)

Payakumbuh sekarang kok ramai sekali, ya. Lebih ramai dari Padang.

Padahal dulu nggak kayak gini.

RANO

Kamu tahu sendiri kan anak-anak muda sekarang.

Mana ada yang mau diam di rumah.

Ria tidak menggubris. Wajahnya kusust melihat kondisi lalu lintas. Ia memencet klakson dua kali, karena melihat mobil di depannya tidak bergerak, sementara lampu lalu lintas sudah menyala hijau.

RANO (CONT’D)

Baru siang udah kayak gini. Coba nanti malam.

Kafe-kafe itu semuanya bakal penuh.

Terlihat jejeran kafe-kafe di pinggir jalan, sebagian sudah mulai buka, sebagian lagi belum.

RIA

Iya... udah kayak Jakarta. Ini nih akibat merantau jadi budaya kita.

Pas pulang kampung, budaya luar langsung dibawa-bawa.

Tinggal di kampung sama di kota sekarang sama aja. Nggak nemuin ketenangan.

RANO

Loh, nggak ada salahnya dong. Itu juga bagian dari proses perkembangan.

Lagi pula, ramenya kota Payakumbuh kan bukan cuma karena orang kotanya.

Orang kabupaten seperti kita juga nongkrongnya pada ke sini.

Belum lagi, jalanannya yang jadi jalan lintas Padang-Pekanbaru,

ya tambah ramai.

Ria tidak menggubris. Perasaannya masih diselimuti rasa cemas akibat percakapannya dengan dokter Andre tadi. Lagi pula, ia sadar, kalau melawan Rano berdebat tidak akan ada habisnya

5.     EXT. PASAR – TOKO DVD – SIANG

Mobil berhenti. Terdengar suara riuh kendaraan bermotor serta lalu lalang pengunjung pasar. Rano segera keluar mobil.

6.     INT. MOBIL DEPAN TOKO DVD

Ria menunggu di dalam mobil, pikirannya masih tidak di badan. Tidak lama setelah itu, air matanya mengalir. Selang beberapa detik kemudian, Rano masuk mobil, Ria segera mengusap pipinya.

Rano segera duduk.

RANO

Belum ada juga.

RIA

Baru dua bulan, Da.

Biasanya kalau udah, 3 bulan kan baru keluar DVDnya.

Ria menjalankan mobil dengan hati-hati.

DISSOLVE TO:

7.     EXT. RUMAH – HALAMAN BELAKANG – MALAM

Rano bersama Heri, Gandi, dan Indro terlihat seru bermain domino. Keempatnya bercanda layaknya empat anak muda di puncak puberitas. Di sela-sela hebohnya suara mereka, terdengar bunyi jangkrik dan kodok yang saling bersautan.

DISSOLVE TO:

8.     INT. RUMAH – RUANG KELUARGA - MALAM

Rano berjalan ke arah kamarnya dengan ekspresi wajah yang datar. Pikirannya tidak di tempat, melainkan melayang jauh ke kota di pulau seberang. Jakarta.

9.     INT. RUMAH – KAMAR RANO

Rano segera merebahkan diri. Matanya yang lesu mengisyaratkan bahwa ia sedang merindukan anaknya, Gilang yang sudah delapan tahun tidak ia temui.

FADE TO BLACK:

Opening Title:

SAMPAI NANTI,

SAMPAI KITA BERTEMU KEMBALI

FADE IN:

10. INT. APARTMENT – KAMAR – PAGI

Gilang terbangun mendengar bunyi alarm. Ia segera bangkit dari tidurnya dan berjalan ke dalam kamar mandi.

DISSOLVE TO:

Sesaat kemudian.

Pintu kamar mandi terbuka. Gilang keluar dengan hanya mengenakan handuk, ia langsung memulai rutinitasnya sebelum berangkat ke kantor.

Terlihat Gilang berjalan menuju lemari, lalu dibukanya.

Di bagian pakaian terlihat berbagai jenis pakaian yang ditata rapi sesuai jenisnya. Gilang meraih sebuah kemeja dan celana, lalu meletakkannya di atas kasur.

Ia lalu membuka laci aksesoris, terlihat: dasi, ikat pinggang, dan kaus kaki. Semuanya disusun rapi. Gilang mengambil ikat pinggang dan kaus kaki, lalu meletakkannya di atas kasur.

Selanjutnya, tempat sepatu di bagian paling bawah lemari, terlihat berbagai macam sepatu dengan berbagai desain dan kegunaan. Semuanya berjejer rapi. Gilang mengambil sepasang sepatu semi-formal, lalu meletakkannya di dekat kasur.

Terakhir, laci penyimpanan celana dalam yang juga disusun rapi, diambilnya sebuah celana dalam, lalu langsung dikenakannya.

Gilang lanjut mengenakan celana bahan panjang, diikuti kemeja. Bagian bawah kemeja tersebut dimasukkannya ke dalam celana agar terlihat rapi. Ia lanjut memasang ikat pinggang.

Selanjutnya, Gilang duduk di atas kasur untuk mengenakan sepatu. Sesaat kemudian, ia menuju cermin dan memasang dasi. Dengan sangat pelan dan penuh ketelitian, Gilang memastikan ikatan dasinya sempurna menempel di kerah kemejanya.

Setelah semuanya selesai, Gilang mengambil ponsel, kunci mobil dan dompet di atas meja, lalu langsung keluar kamar dan melanjutkan aktvitasnya yang lain.

11. INT. APARTMENT – DAPUR

Sesampainya di dapur, Gilang membuka laci penyimpanan makanan, mengambil sekotak sereal, lalu menuangkannya ke dalam mangkuk. Lalu, ia membuka kulkas, mengambil susu, lalu dituangnya ke dalam mangkuk. Kamera terus mengikuti Gilang: Gilang duduk di atas meja makan, melahap sarapannya. Tidak butuh waktu lama, ia pun berjalan keluar.

12. INT. APARTMENT – LORONG

Gilang berjalan menuju lift. Suasana lorong tidak terlalu ramai, hanya terlihat beberapa orang berjalan.

13. INT. APARTMENT – LIFT

Gilang memencet tombol basement, lalu menunggu lift bergerak dengan sendirinya. Di lantai 6, seorang wanita muda masuk. Mereka saling melempar senyum.

14. INT. APARTMENT – BASEMENT

Gilang menuju mobilnya. Dari jauh, ia memencet tombol buka kunci di remot kunci mobil. Gilang masuk mobil.

15. INT. MOBIL – BASEMENT

Gilang menyalakan mobil, memanaskannya terlebih dahulu. Sembari menunggu, ia menerima panggilan telepon dari Laras. Gilang segera mengangkatnya.

GILANG

Iya, ini aku udah di mobil mau jalan.

Oh ya, materinya semua udah kamu siapin kan?

LARAS (O.S)

Iya, udah kok. Hati-hati ya, kamu.

GILANG

Okay.

16. EXT. JALAN JAKARTA – PAGI

Mobil melewati jalanan Jakarta yang ramai di pagi hari.

17. EXT. KAMPUS SENI – PAGI

Melihat mobil Gilang datang, Laras tersenyum.

Gilang keluar dari mobil, menghampiri Laras, lalu memeluknya. Mereka berdua berjalan ke dalam kampus.

18. INT. KAMPUS SENI – HALL

Gilang memberi materi. Sementara itu, lebih dari 30 mahasiswa duduk sembari menerima pembelajaran dari Gilang.

DISSOLVE TO:

19. EXT. RESTORAN – RUANG DEPAN – SIANG

Di restoran yang tidak jauh dari kampus, Gilang terlihat menikmati makan siang.

Laras seperti hendak menyampaikan sesuatu. Ia menyendok makan siangnya dengan setengah hati.

LARAS

Hm... Lang...

Tiba-tiba ponsel Gilang berdering. Gilang melirik, lalu mengabaikan panggilan.

GILANG

Ajit.

LARAS

Kok nggak kamu angkat?

GILANG

Males ah. Paling dia ngajakin nongkrong, ngobrol soal kehidupan,

masalahnya... ini... itu... soal filosofinya dia,

hm... kerjaannya, capek juga dengerinnya.

LARAS

Kamu nggak boleh gitu lah. Dia sahabat kamu, Lang.

Tiga tahun kamu bareng-bareng sama dia

sebelum akhirnya kamu nemuin apa yang kamu cari.

Sementara dia, ya... mungkin di mata kamu ya gitu-gitu aja.

Pastilah dia kangen sama kamu.

Mungkin ada banyak hal yang ingin dia ceritain sama kamu.

GILANG

Dia gitu-gitu aja nggak salah aku dong.

Dari awal aku udah ngajak dia buat gabung di kantor.

Tapi dia nolak dan lebih milih buat fokus di teaternya.

Kamu kan tau sendiri, teaternya nggak tampil mulu.

Paling 2 atau mentok 3 kali setahun. Ya... gimana dia bisa maju?

Aku kasih saran ini itu nggak mau. Aku ajak ini itu nggak mau.

Alasannya... ya... filosofi dan prinsip dia tentang kehidupan yang terlalu berlebihan.

It just... doesn’t make sense to me.

Gilang menghentikan makannya, moodnya tiba-tiba hilang begitu saja. Laras tidak berkata apa-apa lagi, sebab dia tahu bahwa Gilang adalah seroang laki-laki keras kepala. Segala hal yang dianggapnya benar, ialah benar.

DISSOLVE TO:

20. INT. MOBIL – JALANAN JAKARTA – SIANG

Gilang fokus menyetir. Di sampingnya, Laras terlihat masih menahan sesuatu untuk diutarakannya. Setelah menarik napas panjang, Laras pun akhirnya memberanikan diri.

LARAS

Lang...

GILANG

Hm...?

LARAS

Semalem, papa nanyain itu lagi.

Gilang langsung mendengus. Topik yang paling ia hindari: pernikahan.

GILANG

Oh come on, Laras. Not now...

Seperti biasanya, Laras pasrah dan tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Dia memalingkan muka ke arah jendela, matanya berlinang. Seketika, Gilang merasa bersalah.

GILANG (CONT’D)

Look... aku sayang sama kamu. Kamu tau itu.

Tapi... kalau soal pernikahan, untuk saat ini aku belum siap.

Masih banyak yang aku mau capai...

LARAS

(berusaha tenang)

Aku tau Lang. Aku tahu. Aku ngerti.

Kamu kan tahu dari dulu aku selalu ngerti soal hal-hal yang kamu ingin capai

dan aku selalu dukung itu. Tapi... emangnya nggak bisa ya...

semua itu kamu capai setelah kita menikah?

Aku nggak akan pernah ngelarang kamu.

Gilang menunjukkan wajah tidak bersemangatnya sekali lagi.

LARAS (CONT’D)

(tersinggung)

No, no, no... Don’t give me that look!!!

Selama ini aku udah terlalu banyak ngalah sama kamu.

Sekalipun, aku nggak pernah nahan kamu buat mencapai apa yang kamu ingin capai.

Selama ini aku dukung kamu, Lang. Ngerti kamu.

Dengan harapan aku bisa dapat pengertian yang sama dari kamu.

Tapi ternyata... selama ini cuma aku yang menjalin hubungan ini.

Kamu nggak!

Keduanya lalu diam. Mobil sampai di depan rumah Laras.

LARAS (CONT’D)

Maaf, Lang. Aku udah kehabisan alasan buat jawab pertanyaann papa.

Dan.. kalau kamu emang nggak bisa beri kepastian dan jawaban untuk itu, aku nyerah.

GILANG

What? Maksud kamu apa?

LARAS

Kamu tahu maksud aku.

Laras keluar dari mobil, menutup pintu mobil dengan keras.

GILANG

Laras! Laras!

Oh, come on! Fuck!

Gilang memukul setir mobil melampiaskan emosinya.

DISSOLVE TO:

21. INT. APARTMENT – KAMAR – MALAM

Gilang duduk di depan laptop dengan gelisah. Sesekali diliriknya ponsel di sebelah laptop, berharap ada panggilan masuk dari Laras.

Tidak lama setelah itu, terdengar ponselnya berdering. Terlihat di layar HP: ETEK RIA CALLING. Dengan ragu, Gilang mengangkat.

CUT TO:

22. INT. RUMAH – RUANG KELUARGA – MALAM

Rano tertidur di atas sofa di depan TV. Terdengar suara dengkuran Rano berpacu dengan saut-sautan jangkrik dari halaman rumah.

Sessaat setelah itu, terdengar suara pintu terbuka, Rano terbangun. Terlihat Ria. Rano memasang muka kesal. Ria mendekatinya menyerahkan sebuah DVD. Seketika, wajah Rano berseri. Ia lalu tertawa kegirangan sambil mendekati DVD playar dan memutar film yang ditunggu-tunggunya. Semangat Rano semakin membara tatkala menyaksikan tulisan: ‘CERITA DAN SKENARIO OLEH GILANG ARYA CHANIAGO’ di layar televisi.

RIA

(menggeleng-geleng)

Da... Da... Aneh-aneh saja.

Kalau misalnya Gilang jadi pemainnya, wajar senyum-senyum sendiri,

mukanya bakal nongol di film. Ini yang kelihatan cuma namanya.

Itupun cuma di awal dan akhir film.

Ria tersenyum haru melihat kebahagiaan abangnya.

Senyumnya perlahan mereda mengingat percakapannya dengan dokter tempo hari. Dalam pikirannya, apakah penantian Rano akan terjawab? Akankah Gilang kembali pulang setelah 8 tahun lamanya. Senyum Ria berubah menjadi wajah murung.

Kamera fokus ke perubahan ekspresi Ria.

RANO (O.S)

Ah! Diam saja kau! Mengganggu kesenangan orang aja.

Kau tidak tahu betapa bangga rasanya ketika seorang anak berhasil menghasilkan karya,

lalu karyanya itu dinikmati oleh orang banyak.

Aku yakin, penonton-penonton di bioskop pasti terkagum-kagum dengan film-filmnya.

Mereka pasti terbawa suasana. Mereka pasti bertepuk tangan setelah filmnya selesai.

Rano tidak berhenti mengoceh, namun tatapannya tidak lepas dari layar TV.

RANO (CONT’D)

Ah, belum lagi di Jakarta, di industri film, namanya pasti terdengar di sana-sini.

Produser-produser banyak yang ingin bekerja sama dengan dia.

Ditambah lagi wajahnya yang gagah, seperti ayahnya ini...

pasti banyak wanita-wanita yang menginginkan dia.

Dan dengan keahliannya bercerita,

pasti dengan mudah juga wanita-wanita malang itu dibohonginya.

Ria bergegas meraih ponsel dari saku celananya.

RIA

Aku akan menelepon dia.

Rano kaget. Segera ia beranjak dari sofa, menghampiri Ria dan mengambil ponselnya.

RIA (CONT’D)

Lalu untuk apa, Da? Untuk apa semua ini!? Delapan tahun, Da!

Delapan tahun. Buat apa Uda menunggu dia?

Kenapa tidak Uda hubungi saja dia, suruh dia pulang!

Aku tahu, Uda sangat merindukan dia,

bahkan dengan melihat namanya terpampang di TV saja, Uda merasa rindu itu sudah terobati.

Berhentilah berpura-pura, Da. Sudahlah! Akhirilah drama Uda.

Hubungilah dia. Mintalah dia pulang.

Rano terdiam seketika. Matanya nyalang menatap Ria.

RANO

(tenang)

Tidak.

(beat)

Nanti... dia akan pulang dengan sendirinya. Kau tenang sajalah.

Rano mengembalikan HP Ria, lalu berbalik badan, hendak lanjut menonton film, sedangkan pikirannya sudah kacau.

RIA

Kapan!? Lima tahun lagi? Setahun? Atau enam bulan? Tiga bulan?

(beat)

Sisa umur Uda tinggal sebulan!

Ria kaget dengan ucapannya sendiri. Rano pun begitu. Ia melirik Ria. Ditatapnya mata Ria dalam-dalam berusaha mencari kebohongan. Namun, ternyata Ria berkata yang sebenarnya. Lalu, Rano tertunduk. Diam beberapa detik, lalu berkata.

RANO

(pasrah)

Suka hati kau sajalah.

Ria menghubungi Gilang.

DISSOLVE TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar