Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
66 INT. DI DALAM CAFE – SIANG HARI
Mama Kamal meminum tehnya dan menatap Rea. Rea menunduk.
MAMA KAMAL
(Berdeham) Kemarin anak saya tidak pulang.
Rea mendongak.
REA
Saya udah nggak ada urusan sama Kamal.
MAMA KAMAL
Saya tahu.
Mama Kamal menghela napas pendek.
MAMA KAMAL (CONT’D)
Sebagai ibunya saya cukup malu sama anak sendiri. Bisa-bisanya dia patah hati karena perempuan seperti kamu.
REA
(Mengernyit) Seperti saya?
MAMA KAMAL
(Mengendikkan bahu) Ya, seperti kamu … polos, nggak pinter dandan, nggak punya uang, masih luntang-lantung cari kerja …
Rea meremas tangannya.
REA
Kalau Tante ke sini hanya ingin mencemooh saya, saya nggak punya waktu banyak. Saya harus kerja.
Mama Kamal tertawa sinis.
MAMA KAMAL
Rea … Rea … Saya sudah ketemu banyak perempuan yang dekat dengan anak saya. Tapi, setelah kenal kamu, sikap dia yang dulu saya banggakan, sekarang habis enggak bersisa.
MAMA KAMAL (CONT’D)
Sebut. Sebut berapa yang kamu mau sampai kamu ngebuat anak saya satu-satunya jadi pengecut dan berani bantah orang tuanya.
Rea menatap Mama Kamal tidak percaya.
MAMA KAMAL
Dengar, Rea, bukan hanya kamu yang punya kerjaan, saya juga. Demi anak saya yang nggak pulang semalaman dan tahu-tahu pulang cuma untuk mungutin baju-bajunya lalu pergi, saya tahu ada yang nggak beres. Dia begitu cuma karena kamu─
REA
Itu bukan salah saya!
MAMA KAMAL
Kamu bahkan berani motong pembicaraan orang yang lebih tua? Orang tua kamu nggak ngajarin sopan santun?
REA
Jadi menurut Tante, menghina orang lain juga punya sopan santun? (Menghela napas panjang dan lelah) Maaf, Tante, saya putus sama Kamal itu karena keinginan Tante, dan untuk Kamal sendiri. Jadi, kalau sekarang Kamal nggak pulang dan milih bantah orang tuanya, itu bukan karena saya, itu karena Tante! Tante yang udah bikin dia jadi kayak gitu. Terus sekarang Tante masih bisa nyalahin saya manfaatin keadaan putus demi uang? Saya nggak percaya kalimat itu keluar dari sesama perempuan.
Mama Kamal hendak menjawab ucapan Rea, tapi Rea sudah lebih dulu berujar.
REA (CONT’D)
Saya permisi, Tante. Orang-orang kelas bawah seperti saya, harus kerja. Waktu kami sedikit dan sangat berharga.
67 INT. DI DALAM KANTOR RIVAL
Inggit duduk menghadap Rival.
INGGIT
HAH?! (Membulatkan mata)
RIVAL
Git, lo bisa batalin kontrak─
INGGIT
(Menggeleng) Nggak. Nggak bisa.
RIVAL
Lo tinggal bilang kalau ini perintah langsung dari Pak Rival─
INGGIT
Bang, ini tuh proyek gede lho! Proyek gede! Kita rencanain ini udah dari lama, masa mau dibatalin cuma gara-gara penulis iklan doang!
RIVAL
Iya-iya, tahu. (Mengangguk) Makanya lo bilang aja ini perintah Rival karena dia mau pake script writer yang biasa.
INGGIT
Biasa apanya?! Abang ini lama-lama nggak masuk akal deh! Nggak! Dengerin dulu, jangan motong pembicaraan gue. Yang pertama, Abang mau ganti Lala sama Luna Maya yang jelas-jelas sekarang udah nggak anget dibicarain di media. Yang kedua, sekarang mau pake acara ganti script writer? Bang, naskah iklannya itu udah jadi! Kita tinggal syuting, edit, beres! Tinggal nunggu surat dari Lembaga Sensor. Abang tahu 'kan gue sampai kena marah Eyang gara-gara nggak becus ngurus beginian?
RIVAL
Oke, gue tahu kamu kesusahan. Gimana kalau kita buat perjanjian?
INGGIT
Perjanjian apalagi sih, Tuhaaan!
RIVAL
Kalau iklan ini nggak bisa naikin penerimaan kita, gue mau kita ganti script writer pilihan gue. Gimana?
INGGIT
(Menghela napas) Emang siapa sih script writernya?
68 INT. DI DALAM CAFE
Rea sedang memarut keju di atas roti bakar. Ia menepuk kedua tangannya untuk memanggil Devi.
REA
Pesanan siap!
Devi menerima uang dari pembeli.
DEVI
Terima kasih banyak! Have a nice day!
Devi berjalan ke arah Rea dan membawa baki pesanan.
DEVI (CONT’D)
Setelah dirujak sama mantan calon mertua, lo jadi semangat kerja.
Rea hanya tertawa kecil. Ia lalu melepas celemeknya dan berjalan ke arah pintu.
Fx: pintu dibuka.
REA
Selamat datang di kafe kami! (Menoleh ke arah Devi) Gimana pun, kerjaan gue sekarang cuma ini.
DEVI
Re, nggak usah sedih! Tentang Garut, lo tenang aja. Gue bakal penyet-penyet dia kalau ketemu di jalan! Emang ngelunjak itu laki!
REA
(Tertawa) Lo bukannya pernah ada sesuatu yang sama dia?
DEVI
(Membelalak) Yeee, ikutan jadi ngelunjak lo? Enggak, ya! Dia emang naksir gue, cuma gue cuekin. Dia bau badan, Re! Cewek mana yang nggak ilfil coba?
Rea kembali tertawa.
DEVI
(Menepuk-nepuk pundak Rea) Apa pun yang terjadi, gue selalu siap bantu lo. Nggak perlu khawatir.
REA
(Mengangguk dan tersenyum) Thanks a lot, Dev. Gue mungkin udah jadi gelandangan kalau nggak ditolongin lo.
DEVI (CONT’D)
Ish! Apaan sih? (Tersenyum) Semangat! (Mengepalkan tangan ke atas)
REA
Semangat!
Fx: pintu kembali dibuka.
Kia masuk dengan tergesa. Ia berlari menuju Rea.
KIA
Kakak! (Menangis, panik)
Rea menoleh.
REA
Kia? (Mengernyitkan dahi)
Devi yang sedang menyatat pesanan menatap Kia.
DEVI
Bolos sekolah lo, Ki?
Kia terus berlari dan menghiraukan Devi. Ia memeluk Rea.
REA
(Bingung) Ki? Kenapa? (Melihat adiknya yang menangis) Kia kenapa? Bilang sama Kakak ada apa.
KIA
(Menangis) Kak Re … Kak …
REA
Kenapa? Ada yang jahatin kamu di sekolah? Kamu nggak bawa uang saku? Kamu kenapa? (Mulai emosi) Kia kamu kenapa? Jawab!
KIA
Ayah, Kak … (menyerahkan ponselnya) Ibu coba telfon Kakak tapi, nggak diangkat.
REA
(Menerima ponsel dari tangan Kia, mengambil ponselnya yang ternyata kehabisan baterai, membaca) Ki … Kia … Kia ini?
Kia kembali menangis dan memeluk Rea. Devi menghampiri mereka berdua.
DEVI
Ada apa, Re?
Pandangan Rea kosong. Tubuhnya lemas seketika. Ia kembali membaca pesan dari Ibunya.
IBU REA (PESAN SINGKAT)
Rea, Kia, ayah masuk rumah sakit. Ayah panggil-panggil nama kalian. Ibu bingung harus apa. Kalian pulang, ya?
KIA
Kak, terus kita harus gimana? (Menggoyangkan lengan Rea)
Rea menatap Devi. Air matanya meluruh.