Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
38 INT. DI DALAM CAFE
Kamal membuka pintu. Devi langsung menyapanya seperti menyapa para pelanggan lainnya.
DEVI
Selamat datang di─elo, Mal?
KAMAL
Dev. (Tersenyum kaku, terlihat dipaksa)
Devi menghembuskan napasnya. Senyumnya langsung memudar begitu Kamal mendatanginya.
DEVI
Mau pesen apa? (Bertanya dengan nada ketus)
KAMAL
Udah jelas 'kan kalau gue ke sini itu nyari Rea, bukan mau makan.
Devi mengeratkan jemari dan menggertakkan gigi.
DEVI
Gue bersyukur akhirnya Rea bisa sadar kalau laki yang dia bucinin lima tahun ini cuma orang sombong yang sok-sokan dermawan.
KAMAL
Gue lagi males ribut. Gue cuma mau ketemu sama Rea. Mana dia?
DEVI
Dia lagi bu─
Ucapan Devi tergantung kala melihat dari pintu kaca depan Rea yang menyilangkan tangannya sambil menggeleng-gelengan kepala.
Kamal yang melihat wajah membeku Devi sontak mengernyit.
KAMAL
Dev? Devi? Halo?
Devi tersadar begitu Kamal menjentikkan jari di depan wajahnya.
39 EXT. DI DEPAN PINTU CAFE
Rea yang tadi bersembunyi segera keluar dan berada di depan pintu kaca. Ia melihat Kamal yang sedang bicara dengan Devi.
REA
Aduh, pasti dia nyariin gue lagi! (Menggigit jari dengan raut kebingungan)
Ia berpikir sejenak. Bola matanya bergerak ke kiri-kanan karena dilanda panik.
REA (CONT’D)
Devi! (Memanggil nama Devi dengan suara kecil) Devi! Dev! Deviiii! Aduh, nggak denger lagi! Devi! (Kembali menggigit jari, kemudian menjentikkan jarinya) Chelsea Islan!
Setelah dipanggil begitu, Devi yang ada di dalam melihat ke arah Rea. Sontak Rea tersenyum. Ia lalu menggeleng sembari menyilangkan kedua tangannya ke atas.
REA
JANGAN! JANGAN! (hanya gerakan mulut, tanpa suara)
Devi mengangkat alisnya dengan mulut terbuka.
REA (CONT’D)
JANGAN! JANGAN! JANGAAAAN!
Rea melihat Kamal mengangetkan Devi yang tadi fokus melihatnya. Kamal hendak membalikkan badan, Rea dengan cekatan bergeser ke sebelah pintu agar lelaki itu tak melihatnya.
40 INT. DI DALAM CAFE
DEVI
Rea nggak ada. Dia libur.
Kamal tersentak kecil dengan tatapan tidak percaya.
KAMAL
Ya … nggak usah ngibul, gue habis dari rumahnya dan kosong.
Devi terlihat berpikir sejenak.
DEVI
E … gue nggak tahu dia di mana, tapi dia bilang ke gue kalau dia mau libur hari ini.
Kamal menggeblak meja kasir. Devi terperanjat kaget. Beberapa pengunjung ikut menatap ke arah mereka.
KAMAL
Gue udah nahan sabar dari tadi. Lo mending ngaku deh, lo sembunyiin pacar gue di mana?!
DEVI
Gue nggak tahu, Mal! Lo bisa tenang nggak, sih? Lo bikin pengunjung─
KAMAL
GUE NGGAK PEDULI! Yang gue butuh cuma─
PENGUNJUNG 1 LAKI-LAKI
Mas! (Tiba-tiba menepuk bahunya)
Kamal dan Devi langsung menatap pengunjung laki-laki itu.
PENGUNJUNG 1 LAKI-LAKI (CONT’D)
Jangan kasar sama cewek, dong. Kalem. Kasihan mbaknya.
Kamal menyeringai, ia menyentak kerah baju laki-laki itu.
KAMAL
Siapa lo tiba-tiba ikut campur?
Pengunjung laki-laki itu menyentak tangan Kamal.
PENGUNJUNG 1 LAKI-LAKI
Siapa saya itu nggak penting. Saya cuma mau makan siang di sini, tapi saya jadi ngerasa keganggu karena Mas yang teriak-teriak di depan cewek, marah-marah nggak jelas. Dan kayaknya bukan cuma saya yang keganggu, pengunjung lain juga.
KAMAL
Lo nasihatin gue? Nggak tahu siapa gue?
Laki-laki itu tidak menghiraukan kalimat ucapan Kamal.
PENGUNJUNG 1 LAKI-LAKI
Lagian Mas juga aneh. Pakai pakaian berdasi, lengkap pakai jas, wajah-wajah orang berpendidikan─
KAMAL
Bisa diem nggak?!
PENGUNJUNG 1 LAKI-LAKI
─tapi otak dan attitude-nya kosong.
Kamal membelalak marah. Ia yang sudah ingin meluncurkan bogeman langsung merasa silau karena kamera dari pengunjung lain yang mengevideonya. Devi memasang raut ketakutan.
PENGUNJUNG 2 PEREMPUAN
Saya wartawan dan saya tahu siapa Mas. Direktur perusahaan itu 'kan? Kalau Masnya nggak pergi nanti video ini bakal saya sebar ke medsos! Nama baik Mas dan perusahaan bakal hancur. Lebih susah ngembaliin nama baik kalau ada bukti jejak media, Mas tahu itu 'kan?
Kamal kembali membelalak tidak percaya. Jarinya menunjuk ke pengunjung perempuan itu.
KAMAL
Anda jangan main-main sama saya!
PENGUNJUNG 2 PEREMPUAN
Anda yang jangan main-main sama kami. Betul begitu, Pak Kamal? (Tersenyum tipis) Sudah saya bilang saya wartawan, saya jelas tahu siapa Bapak, perusahaan─
KAMAL
OKE! Saya pergi dari sini. (Balik badan menatap Devi dan menatapnya tajam)
Kamal melangkah pergi menuju pintu. Devi menghembuskan napas lega, badannya bahkan hampir ambruk karena kedua kakinya yang terasa lemas. Pengunjung perempuan langsung menghampirinya.
PENGUNJUNG 2 PEREMPUAN
Mbak nggak papa?
DEVI
(Menggeleng lemas) Makasih, Bu. Makasih banyak, Mas.
41 EXT. DI DEPAN CAFE – PARKIRAN MOBIL
Rea kebingungan mendapati Kamal yang hendak keluar dari cafe. Ia lalu bersembunyi di balik sebuah mobil hitam yang terparkir di sana. Ketika Kamal keluar dari cafe, ia bisa mendengar Kamal yang mengucap sumpah-serapah karena emosi.
KAMAL
(Setelah membuka pintu cafe dengan kasar) Ash! (Nafasnya naik-turun) Kemana lagi Rea?! Ditelepon nggak diangkat, SMS nggak dibales! (Masuk ke mobilnya)
Mobil yang dikendarai Kamal akhirnya pergi dari sana, Rea terduduk di parkiran. Badannya disenderkan pada mobil terparkir. Ia menundukkan wajah dan memeluk kedua lututnya. Tak lama dari itu, ia menangis sesenggukan di sana.
42 I/E. BANK SEBERANG CAFE
Rival keluar dari bank setelah mengambil uang. Ia memasukkan dompet ke kantongnya, lalu mengirimi seseorang pesan.
RIVAL (PESAN SINGKAT)
Git, gue ada di cafe biasa. Lo ke sini aja selesai rapat.
INGGIT (PESAN SINGKAT)
Oke, Bang! Tunggu, ya?
Setelah membaca pesan dari rekan usahanya, Inggitania Majid (25), Kamal memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jas. Ia lantas terpaku ketika menatap ke seberang jalan. Seorang perempuan sedang terduduk memeluk lutut dan kelihatan sedang menangis. Perempuan itu terlihat sedang bersandar di mobilnya yang terparkir.
Rival menatapnya lagi karena takut salah lihat, tapi ketika perempuan itu─Rea─mengangkat kepala, menyapu wajahnya yang berurai air mata dengan tangan, Rival semakin tertegun.