Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Ranum
Suka
Favorit
Bagikan
3. 3. Membekas

13 INT. DI DALAM MOBIL – PERJALANAN PULANG 

Rea dan Kamal hanya terdiam selama di dalam mobil. Rea menatap ke jendela, sedangkan Kamal fokus menyetir. Beberapa menit kemudian, Kamal menatap Rea yang tetap terdiam, ia lalu berdeham.

KAMAL

Re…

REA

Aku turun di halte depan aja. Aku mau langsung kerja.

KAMAL

Kalau gitu aku anterin kamu ke tempat kerja, ya?

Rea menghembuskan napas dan menoleh ke arah Kamal. 

REA

Mal, kamu nggak denger orang tua kamu ngomong apa tadi?

KAMAL

Kamu mau aku nyalain musik?

Tangan kiri Kamal hendak menghidupkan radio mobil. Lalu lagu "Rehat" dari Kunto Aji menyala.

REA 

Mal, aku lagi serius!

KAMAL

Wah, lagu kesukaan kamu ini!

Rea dengan marah mematikan radio dan menatap Kamal.

REA

Mal!

KAMAL

Aku juga serius, Re. 

Kamal memberhentikan mobilnya dan balik menatap Rea.

KAMAL (CONT’D)

Aku juga serius sama kamu. Aku juga serius kalau aku bakal perjuangin kamu! Aku nggak peduli Mama-Papa ngomong apa, aku cuma pengin sama kamu! Apa menurut kamu, aku kurang serius sama hubungan ini? Re, aku nggak pernah main-main sama kamu. Nggak ada niatan sama sekali.

Rea terdiam.

REA

Ucapan kamu ini bikin aku tambah mikir kalau seharusnya kita emang nggak gini dari awal, Mal.

KAMAL

Re, jangan terlalu dipikir omongan Mama sama Papaku, mereka emang biasa─

REA

Tapi, aku nggak biasa! Aku butuh waktu buat ngerti semua ucapan orang tua kamu. Jadi, plis, untuk saat ini, aku mohon biarin aku sendiri dulu.

Rea membuka pintu mobil dan keluar. Kamal berteriak marah sambil memukul-mukul setir kemudi.

14 EXT. HALTE BUS – SORE HARI

Rea terduduk dan merenung. Pandangannya kosong. Halte saat itu sedang sepi. Ia lalu menangis tanpa suara dan menutup matanya.

15 INT. MEJA MAKAN HALAMAN BELAKANG RUMAH KAMAL – FLASHBACK

Semua orang kecuali Rea dan Kamal kaget mendengar jawaban Rea. Ayah Kamal berdeham.

AYAH KAMAL

Kenapa jadi tegang begini? Hahaha, ayo-ayo dilanjut.

Ayah Kamal menatap Kamal. Kamal memalingkan muka. 

16 INT. MEJA MAKAN HALAMAN BELAKANG RUMAH KAMAL – FLASHBACK

Acara makan-makannya sudah selesai. Digantikan dengan cerita-cerita nostalgia. Rea lebih sering melamun, hanya tersenyum tipis beberapa saat. Ia lalu dikagetkan oleh panggilan Papa Kamal. Saat itu, Kamal sedang berbicara dengan Tantenya yang sedang menuangkan air minum. 

AYAH KAMAL

Kamu lihat kolam renang itu 'kan, Re?

Rea menoleh ke belakang untuk melihat itu, lalu mengangguk kecil. 

MAMA KAMAL

Papanya Kamal buat kolam renang, karena Kamal pernah dibully sama temen sekolahnya. 

REA

Dibully? (mengerutkan kening)

AYAH KAMAL

(Menganggukkan kepala) Temen-temen sekolahnya bilang Kamal anak yang cupu karena nggak bisa berenang. Ahaha, (menggelengkan kepala berulang) anak-anak kecil emang pemikirannya masih sederhana. Tapi, Kamal beda. Dia anak yang lebih perasa. Kamal bahkan sampai ngunci diri di kamar dan nggak berani pergi sekolah. 

MAMA KAMAL

Sebagai orang tua, kami mau yang terbaik untuk Kamal, anak laki satu-satunya. Jadi, ya, Papanya Kamal ngide bikin kolam, ngajarin dia sampai bisa.

Rea menganggukkan kepala sambil tersenyum. Mama Kamal menatap Rea.

MAMA KAMAL (CONT’D)

Saya cerita ini bukan tanpa sebab. Kamu tahu maksud saya?

Rea menatap balik Mama Kamal. 

REA

Iya, saya tahu. 

MAMA KAMAL

(Menghela napas) Saya harap kamu ngerti kalau saya dan suami saya hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Termasuk siapa istrinya nanti. Kamu dari Solo ‘kan? Kamu pasti tahu istilah bobot-bibit-bebet. Keluarga kami penganut aliran itu. Pikirkan, ya, Rea? Tante tahu kamu gadis yang baik.

AYAH KAMAL

(Berdeham). Cantik saja tidak cukup, Rea. Untuk Kamal, terutama.

Bersamaan dengan itu Kamal dan tantenya datang untuk memberikan minuman. Kamal duduk di sebelah Rea dan memberikan segelas sirup. Ia tersenyum dan Rea membalas senyumannya.

Di pantulan gelas berisi sirup merah itu, terlihat senyuman Rea yang memudar.

17 INT. BUS KOTA 

Rea menatap dirinya di layar ponselnya yang mati. Wajahnya kusut dan sedih. Matanya berair dan memerah. Ia mengelap ingus dan memalingkan wajahnya ke luar jendela sambil terus menangis tanpa suara di dalam bus.

18 INT. KAFE – SORE HARI

Kafe tempat Rea kerja ada di dekat sekolah Kia. Saat itu keadaannya sedang sepi. Rea memasuki pintu kafe dan langsung disambut oleh Devi (25) yang sedang mengelap meja.

DEVI

Eh, Re! Katanya hari ini mau bolos?

REA

Nggak jadi. 

Rea langsung memakai apron yang di depannya ada tulisan nama kafenya. Devi berhenti mengelap dan menatap Rea.

DEVI

Widiiih, ada apa, nih? Tetumbenan semangat kerja lo melambung tinggi.

REA

(sembari mencuci tangan)

Karena gue masih miskin? 

DEVI

Hah? Apa?

Rea tersenyum kecut.

REA

Gue mencoba sadar diri kalau gue masih miskin. Selagi status gue masih belum diakui sebagai orang kaya, nggak ada istilah males kerja. 

Rea balik menatap Devi. Devi mengerutkan keningnya.

DEVI

Re? Lo nggak ketempelen arwah nenek lo 'kan? (memeriksa dahi Rea)

REA

Gue cuma nggak mau nama dan harga diri gue diinjek orang seenaknya. Lo tahu itu 'kan, Dev? Haaah (menghembuskan napas), makanya gue nggak jadi bolos kerja.

Devi mulai merasa ada yang tidak beres. Ia berjalan ke arah Rea yang tangannya mengepal di pinggiran wastafel.

DEVI

Rea? Something happen?

REA

Gue emang miskin, Dev. Gue emang miskin. Gue emang miskin dibanding keluarganya Kamal! Gue tahu gue nggak ada apa-apanya! Gue makan mi instan tiap hari, gue nahan laper kalau malem, gue bahkan nggak bisa beliin adik gue buah! (mulai menangis) Tapi, apa salahnya? Apa salahnya jadi orang miskin? Dev, gue…

Devi langsung memeluk Rea.

DEVI

Sstt, sstt, gue paham, Re. Udah-udah, tenang. (sambil menepuk-nepuk punggung Rea)

REA

Lo nggak tahu, Dev! Lo nggak paham! Lo nggak ada di sana waktu nyokapnya Kamal ngomong itu! Lo nggak tahu gimana reaksi om-tantenya Kamal waktu tahu gue cuma penulis bayaran 400 ribu, kerja di kafe … Mereka semua ngehina gue dengan tatapan itu, padahal gue nggak tahu apa salah gue!

DEVI

Iya-iya, gue bisa ngerti, Re. Ayo-ayo sini keluarin semua uneg-uneg lo. Gue bakal dengerin, oke? Oke? Gue bakal selalu ada buat lo.

Rea terus menangis di pelukan Devi.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar