Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
60 INT. KAMAR REA – PAGI HARI
Rea bangun dari tidur. Ia duduk di kasur dan memangku wajah di tangan. Ia menatap dirinya di kaca. Lalu menghembuskan napas panjang.
61 EXT. RUMAH REA – JALAN MENUJU HALTE
Rea dan Kia keluar dari rumah. Rea mengunci pintu. Kia menatap Rea.
KIA
Kakak tidur berapa jam?
REA
Cukup.
KIA
Berapa jam?
REA
Mmm … (mengerutkan kening, mata menatap ke kanan atas) Tiga jam?
KIA
Tiga jam?! (Menatap Rea yang sudah berjalan)
KIA (CONT’D)
Kak! Kakak!
Rea balik badan dan tersenyum.
KIA
Kakak baik-baik aja 'kan?
62 INT. KANTOR PERCETAKAN GARUT – PAGI HARI
Garut, Tyas, dan Rea sedang duduk berhadap-dahapan.
REA
Gue baik.
Tyas menunjuk pada kantung mata Rea.
TYAS
Ah … lo kayaknya butuh saran skin care dari gue.
Rea balik menatap Tyas.
REA
Thanks atas niat baiknya, tapi nggak perlu. Lo tahu 'kan gue benci sama lo?
Tyas tersentak dan menyeringai tidak percaya. Garut meneguk ludah.
GARUT
Re …
REA
(Tetap menatap Tyas) Congratulation atas diterimanya lo magang di perusahaan besar. Gue turut sedih. Karena harusnya itu duit punya gue.
TYAS
(Tersenyum miring) Hah, ngaca.
REA
Sorry? (mengerutkan kening)
TYAS
(Tersenyum sinis) Lo harus tahu diri, Re. Ego dan harga diri lo ketinggian buat orang miskin yang nggak punya kerjaan tetap. As you can see, gue Tyas, penulis novel yang diagung-agungkan para remaja, sedangkan lo adalah penulis abal-abal yang bukunya bahkan nggak layak buat terbit. Siapa lo dan apa kemampuan lo, dibandingkan dengan writer yang bukunya best seller kayak gue, hah? Heh, Ranum alias Rea, sekali lagi lo perlu kaca.
Rea langsung menatap Garut. Garut menggaruk kepala yang tidak gatal dengan wajah bingung.
REA
Gue terima cacian lo.
TYAS
Thanks. Gue cuma bangunin lo dari mimpi tidur kepanjangan. (Menjentikkan jari) Hadapin faktanya, Kaum Proletar. Lo nggak bisa naik kasta jadi burjois kalau tetep mendramatisir hidup lo yang bahkan emang udah dramatis.
Rea berhenti bicara.
TYAS (CONT’D)
Sorry, omongan gue emang bikin sakit dan banyak benernya.
GARUT
(Berdeham) Ibu-ibu, bisa udahan berantemnya?
TYAS
Gue nggak berantem. Gue hanya ngasih saran kepada “junior” gue yang gayanya selangit ini.
Rea tetap terdiam.
GARUT
Lo jadi ke sini ada keperluan apa, Re?
Rea menatap Garut.
REA
(Memberikan amplop) Ini premis, story line, sama prolog novel gue yang baru.
Tyas melirik.
GARUT
Tapi lo tahu kalau …
REA
Iya-iya, gue tahu! Kemungkinan nggak bakal terbit 'kan? Tapi, gue mau lo baca dulu. Gue … gue nggak nulis cerita anak-anak lagi. Itu cerita remaja … dan mungkin bisa juga dibaca sama orang dewasa. Jadi, gue nggak berharap bakal terbit, tapi coba setidaknya lo cek dulu.
TYAS
Ck! Lo gangguin rapat gue sama Garut cuma buat ngasih ide cerita lo yang bahkan bisa dikirim lewat e-mail?
Rea menatap Tyas.
REA
(Tersenyum) Gue kaum proletar, Yas. Gue perlu perjuangan lebih buat naik kasta.
63 EXT. KANTOR PERUSAHAAN RIVAL – PAGI HARI
Rival sedang membaca cerita di majalah yang ia pinjam dari kafe milik Rea dan bekerja. Ia sedang duduk di kantornya.
HUJAN (CERITA PENDEK REA)
Di tengah hutan belantara, hiduplah seorang gadis kecil berambut panjang dengan mata bulat yang memancarkan cahaya. Ia adalah putri seorang Raja jahat yang ditakuti orang-orang. Karena itulah, ia tidak punya teman. Ia selalu sendirian. Hingga dewasa, ia terbiasa berteman dengan kesendiriannya.
Namun, gadis itu tetaplah gadis yang periang. Ia selalu terlihat bahagia. Raja dan Ratu mengira kebahagiaan anaknya bersumber dari gaun cantik yang selalu ia pakai, kalung emas, makanan yang enak, serta harta yang berlimpah. Hingga ketika Raja meninggal, ia diangkat menjadi ratu, pengganti ayahnya. Para warga bersorak senang karena Putri berlaku adil kepada setiap warganya. Meski begitu, Putri tetap kesepian, ia tidak punya teman.
Suatu ketika, seorang pemuda datang ke kastil untuk meneduh dari derasnya hujan. Ia membawa sekantung ubi yang dipanennya dari ladang. Ia sangat terkejut ketika mendapati Sang Putri sedang berada di bawah derasnya air hujan. Gaun cantiknya basah kuyup dan riasan wajahnya luntur. Matanya yang memancarkan cahaya seolah redup dan sedu. Ceria dan senyumnya yang selama ini ia lihat seolah menghilang.
“Putri, kenapa kau basah kuyup begini? Kemarilah meneduh ke dalam kastil!” teriak pemuda itu.
Sang Putri menggeleng dan menjawab, “Tidak! Tidak mau!” Ia tetap kukuh berada di guyuran air hujan. “Aku tidak ingin terlihat sedih karena aku sedang menangis. Aku tidak ingin orang-orang melihatku sedih karena selama ini aku selalu sendirian dan kesepian. Hanya ketika hujan aku bisa menangis tanpa takut diketahui orang-orang.”
Pemuda itu sangat terkejut. Ia akhirnya ikut berdiri di sebelah Putri.
“Kenapa kau ikut berdiri di sampingku?”
Pemuda itu menjawab, “Ya, Putri, karena saya tahu rasa sedih itu. Mari, saya temani kesedihan Putri. Kita bersedih bersama.”
Beberapa menit kemudian, pemuda menarik lengan Putri untuk meneduh. “Sedih pun ada batasnya, Putri. Kita tidak bisa lama-lama terkurung dalam kesedihan. Atau selamanya, kita akan terjebak di sana.”
-tamat-
Rival menghembuskan napas. Ia mengambil ponsel dan menelepon Inggit.
RIVAL
Gue punya berita bagus. Lo bisa ke kantor?
INGGIT
Sama Lala sekalian, Bang?
RIVAL
Nggak usah. Lo aja.
64 EXT. LUAR KANTOR PERCETAKAN GARUT – SIANG HARI
Rea keluar kantor Garut dengan wajah lega. Ia menatap Tyas.
REA
Gue harap lo sukses bikin skrip iklannya.
TYAS
Thanks, gue tahu, gue emang kompeten. Duluan.
Rea mengangguk. Tyas berjalan sambil mengambil kunci mobilnya.
TYAS (CONT’D)
Oh, iya! Kalau lo mau tips skin care dari gue, call aja Lo butuh something buat ngehapus mata panda, kantong mata, bekas jerawat, jerawat baru nongol, atau … kebencian lo terhadap “senior” lo.
REA
Yha! (Menggertakkan gigi)
Tyas mengendikkan bahu dan berlalu dari Rea.
REA (CONT’D)
Ash, belagu!
Rea menatap Tyas berjalan terus.
65 INT. DI DALAM CAFE – PAGI HARI
Devi sedang duduk merenung di pojokan cafe sambil memegang secarik kertas.
FX: pintu dibuka.
Rea masuk.
REA
Good morniiiiing, Bestie! (Tersenyum riang)
Devi segera meletakkan kertas tersebut di atas meja. Ia balas tersenyum kepada Rea.
DEVI
Morning too, pegawai tukang absen dan nelat kerja, tapi ngarep gaji gede.
REA
(Menggaruk kepala) Maaf, besok nggak lagi. Akhir-akhir ini 'kan lo tahu keadaan gue kenapa.
DEVI
Hmm … (mencibir) Oh iya, nih. (menyerahkan kertas yang tadi di atas meja)
REA
(Mengeritkan kening) Ini apa? (menerima kertas dari tangan Devi)
DEVI
Dari fans lo. Selamat lo akhirnya punya fans!
REA
Lo nemu di mana?
DEVI
Waktu gue bersih-bersih.
Rea menatap kertas itu dan membacanya. Ia tersenyum kemudian.
KERTAS
Tulisan kamu bagus. Saya suka.
Rea kembali menoleh kepada Devi.
REA
Serius ini bukan lo yang nulis?
DEVI
Dih, males bener. Gue baca novel juga udah keburu ngantuk kali.
REA
Aaaaaa! Gue punya fans, Dev! Lihat 'kan lo, baca nih-nih, nih! (Menunjukkan kertas kepada Devi) Dia bilang dia suka tulisan gue!
Devi hanya mengangguk dan balas tersenyum.
FX: pintu dibuka lagi.
DEVI
Selamat datang di cafe kami!
Rea menoleh kepada pengunjung yang datang. Ia terkejut karena ternyata itu Mama Kamal. Rea perlahan mengendurkan senyumnya.