Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
112 INT. ALAS MANDEG - GUA - MOMENTS LATER
Ressa tiba di tempat tadi ia meninggalkan Kadet. Satu tangannya memegang dahan pohon. Namun tempat itu kosong. Ia menyorotkan cahaya senter ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa.
RESSA
Kadet?
Tidak ada sahutan.
RESSA (CONT’D)
(wajahnya ketakutan dan ia mulai berjalan)
Kadet?
Pijakan mulai kembali menyempit seiring ia masuk lebih dalam ke gua.
RESSA (CONT’D)
(suara gemetar)
Kadet? Kamu di mana?
Tak berselang lama, Ressa melihat sesuatu. Besar dan hitam dengan mata menyala merah. Mirip macan kumbang. Namun anehnya, Ressa sama sekali tidak takut pada Ireng. Ia sudah berada dalam kendali makhluk itu.
Ireng melangkah pergi. Ressa mengikuti.
CUT TO:
113 INT. ALAS MANDEG - DANAU DALAM GUA - PULAU BATU KECIL DI TENGAH DANAU - SAME TIME
Kadet terdampar di tepian pulau batu di sebuah danau besar dalam gua. Entah bagaimana di sana cukup terang. Perlahan ia bangkit dan melihat sekitar, meringis.
KARSA (O.C.)
Halo, Kadet.
Kadet mendongak, mendapati Karsa berdiri di hadapannya. Mungil dan terbalut jas hujan merah. Separuh wajah anak itu tersembunyi di balik tudung.
KADET
(tersentak duduk)
Karsa?
Tudung jas hujan itu tersingkap sekejap, menampilkan lengkung senyum di wajah pucat Karsa. Anak itu mengulurkan tangannya.
Kadet ragu sejenak, tampak bingung. Namun ia meraih uluran tangan mungil itu.
FADE TO WHITE.
114 I/E. ALAM MEMORI - VARIOUS LOCATIONS - VARIOUS TIMES
Kadet berdiri di ambang pintu, tampak bingung dengan sekitarnya. Matahari sore bersinar hangat di luar jendela.
Di hadapan Kadet ada keranjang ayunan bayi dari rotan. Tertutup kelambu. Di sampingnya, seorang anak laki-laki usia dua tahunan berdiri, memandangi bayi di dalam keranjang. Tangan mungilnya sedari tadi menepuk-nepuk di udara.
ASTUTI (O.C.)
Karsa? Kamu lagi apa, Nak?
Kadet menoleh ke belakang.Astuti, ibu Kadet, seorang perempuan ayu dengan rambut terkepang, berjalan melewatinya. Menembus Kadet seakan ia tak lebih dari sekadar udara.
KARSA KECIL
‘amuk! Banyak ‘ammuk!
ASTUTI
(tersenyum)
Nggak apa-apa, Nak.
(memegang kelambu)
Kan udah ada ini. Dedek Kadet nggak bakal digigit nyamuk.
Kadet berjalan mendekat. Ia melongokkan kepalanya untuk melihat bayi dalam keranjang. Terbungkus samping batik, Kadet melihat dirinya versi bayi. Tengah tertidur nyenyak dan tampak sangat nyaman.
SURYA (O.S.)
(berteriak)
Astuti! Mana kopinya?!
Mereka bertiga terlonjak kaget. Namun Astuti cepat-cepat berdiri.
ASTUTI
(berjalan keluar kamar)
Iya, Mas.
Kamar tidur tiba-tiba lenyap. Kemudian Kadet berdiri di udara terbuka. Ia mengenali sepetak tanah lapang dekat Alas Mandeg. Waktu telah berlalu. Kini Kadet kecil sudah berusia lima tahun dan Karsa tujuh tahun. Kedua anak laki-laki itu berlarian menangkap capung.
Tiba-tiba Kadet kecil terjatuh dan menangis. Karsa cepat-cepat menghampirinya.
KARSA KECIL
(berjongkok di samping Kadet kecil)
Kamu nggak apa-apa?
KADET KECIL
(menangis dan menunjuk sebongkah batu dekat kakinya)
Sakit!
Karsa kecil memungut batu itu dan melemparnya jauh-jauh.
KARSA KECIL
Sudah. Batu nakalnya sudah aku buang. Kita pulang, ya. Aku gendong.
Kadet berdiri, mengawasi kakak-beradik itu pergi.
Dunianya lenyap lagi. Kadet kembali ke kamar tidur. Hari sudah malam.
Sepertinya tahun belum banyak berlalu. Karsa dan Kadet kecil masih sama seperti yang Kadet lihat saat menangkap capung. Keudanya berjongkok di depan pintu tertutup, mengintip keluar dari lubang kunci.
SURYA (O.S.)
(berteriak)
Kalau aku mabuk lagi, kenapa?!
ASTUTI (O.S.)
(memelas)
Kadet sebentar lagi masuk SD, Mas. Uang tabungan kita jangan diambil terus.
Terdengar bunyi tamparan keras.
Kadet kecil mulai menangis. Di sampingnya, Karsa kecil merangkul sang adik.
KARSA KECIL
(nada menenangkan)
Nggak apa-apa. Nggak apa-apa. Ada aku di sini.
Namun Kadet kecil masih terisak.
Kadet menghampiri kedua anak itu, ikut mengintip dari lubang kunci. Tampak di sana, Surya dan Astuti tengah berseteru. Astuti menangis, memegang sebelah pipinya.
SURYA
(berteriak dari lubang kunci)
Kamu itu istri! Harus tahu diri! Masih untung aku nikahin!
ASTUTI
(menangis dari lubang kunci)
Tapi Mas nggak seharusnya hambur-hamburin uang sekolah anak-anak!
SURYA
(membanting botol beling dari lubang kunci)
Cukup! Aku capek hidup sama kamu! Dasar jalang!
ASTUTI
(menangis semakin menjadi-jadi dari lubang kunci)
Mas ... Mas
(memegang dada, tampak sesak napas dari lubang kunci)
SURYA
(dari lubang kunci)
Nggak usah pura-pura!
Surya pergi. Astuti roboh ke lantai, masih terisak.
Karsa kecil ikut terisak. Namun rangkulan lengannya pada sang adik tidak lepas.
KARSA KECIL
(terisak)
Jangan nangis. Ada aku. Aku bakal selalu ngelindungi kamu. Apa pun yang terjadi. Janji.
Tanpa disadari, air mata juga meluncur turun di pipi Kadet dewasa. Ia beranjak dari sana, berbalik. Kemudian matanya menangkap sebuah perahu kertas di atas tempat tidur. Perahu kertas.
Kadet seperti tersadar sesuatu.
FADE TO WHITE.
115 INT. ALAS MANDEG - DANAU DALAM GUA - PULAU BATU KECIL DI TENGAH DANAU - MOMENTS LATER
Kadet tersentak mundur, melepaskan cengkramannya pada tangan Karsa.
KADET
(menatap Karsa kaget)
Apa yang ...
KARSA
(masih mengulurkan tangan)
Kita belum selesai.
Kadet berusaha bangkit. Kakinya yang terkilir membuat ia mengernyit kesakitan.
KADET
(menggeleng)
Abang sengaja ngalihin perhatianku.
Kadet mencari-cari sekitar. Kemudian matanya menangkap empat perahu kertas mengambang diam dekat tepian danau.
Kadet cepat-cepat melangkah menuju keempat perahu. Belum separuh jalan, ia sudah dikagetkan oleh sesuatu. Seseorang yang tiba-tiba muncul dari dalam air. iwan.
Kondisi Iwan amat mengenaskan. Kepalanya bersimbah darah. Sama seperti yang dilihat Kadet di terowongan. Namun yang ini terlihat lebih nyata. Bukan sekadar hantu. Ini jasad Iwan.
KADET (CONT’D)
(mundur ketakutan)
Iwan?
IWAN
(amarah meledak di wajahnya)
Teman bajingan!
Iwan menerjang Kadet. Kedua lelaki itu roboh ke tanah. Iwan mengunci kedua lengan Kadet agar ia tak bisa bergerak. Hanya mengunci. Tidak menyerang.
Darah menetes dari wajah Iwan ke wajah Kadet, menodai perban di pipinya.
IWAN (CONT’D)
(mendesis)
Diam!
Kadet meronta-ronta, berusaha lepas. Namun kekuatan Iwan tampak lebih besar.
Kadet menoleh ke samping. Karsa ada di sana, berdiri memandangi mereka berdua.
KARSA
(suara dingin)
Dia akan menahan kamu sementara.
KADET
(panik)
Kenapa?
Karsa menoleh ke arah aliran sungai. Kadet segera mengikuti arah pandang anak itu. Dari kegelapan, muncul dua sosok. Yang satu jelas bukan manusia. Berkaki empat, besar, dan bersorot mata merah. Ireng.
Di belakang Ireng, Kadet mengenali Ressa. Berjalan dengan wajah hampa di sepanjang setapak batu sempit.
Kadet berteriak, berusaha mengenyahkan Iwan. Namun kekuatannya belum cukup.
KADET (CONT’D)
(berteriak, berusaha melepaskan diri)
Lepas!!
IWAN
(berteriak buas)
DIAM!!
Kadet melihat luka terbuka di kepala bagian depan Iwan. Segera saja ia menghantamkan kepalanya sendiri ke sana. Iwan berteriak kesakitan, pegangannya lepas.
Kadet bangkit, terseok-seok menuju tepian untuk menggapai perahu. Namun kemudian ia menjerit kesakitan. Sebuah tangan berkeropeng tiba-tiba muncul dari dalam tanah, mencengkram kuat kaki Kadet yang terkilir. Kadet menunduk melihat siapa yang menahannya.
Perlahan sosok itu merangkak keluar dari dalam tanah, dan berdiri tepat di hadapan Kadet. Mereka sepantar. Sebaya. Mengenakan pakaian sama persis. Wajah Kadet dan wajah sosok di hadapannya serupa. Namun, sosok ini penuh dengan borok. Nanah segar mengalir keluar dari luka-luka yang sudah mengalami pembusukan. Dia adalah jelmaan Kadet dengan seluruh dosa dikonversi menjadi luka.
Kadet berusaha mencari jalan, namun sosok itu terus menghalangi. Bibirnya yang penuh luka menyeringai lebar.
HANTU KADET
Kamu bisa melawan semua orang. Tapi kamu tidak bisa melawan diri sendiri.
Kadet melihat Karsa. Anak itu masih berdiri mematung di belakangnya. Sejak tadi, ia tidak melakukan sesuatu. Ia tidak melawan. Mendadak Kadet tahu harus melakukan apa.
KADET
(kepada Hantu Kadet)
Kamu benar. Aku nggak bisa melawan diri sendiri.
(mengulurkan tangan)
Jadi aku bakal mengajaknya berdamai.
Ada kebingungan tersirat di wajah busuk Hantu Kadet. Ragu, sosok itu menyambut uluran tangan Kadet. Begitu kedua tangan itu terjalin, Hantu Kadet lebur menjadi asap gelap.
Segera, Kadet menuju tepian, berusaha menggapai perahu-perahu itu. Namun belum sampai ia di sana, danau berpusar di sekitar pulau, membawa serta keempat perahu itu ke dalam pusarannya.
Kadet menoleh, memandang Karsa yang masih berdiri diam. Kemudian ia memandang Ressa dan Ireng.
KADET (CONT’D)
(menangis pada Karsa)
Tolong, Bang.
KARSA
(suara dingin)
Semua yang jahatin kamu harus mati.
KADET
(menggeleng)
Ressa nggak jahat. Ressa nggak jahat.
KARSA
Kamu menghanyutkan perahunya.
KADET
(menggeleng, menangis)
Bukan karena dia jahat. Iwan yang nyuruh aku hanyutin perahu itu. Tolong, Bang. Batalkan kutukannya.
KARSA
(berjalan mendekat dengan suara nyaris di ujung tangis)
Aku cuma mau ngelindungin kamu.
Di seberang sana, Ireng bersiap untuk melompat ke pusaran air.
KARSA (CONT’D)
Aku janji bakal terus ngelindungin kamu, Det. Apa pun yang terjadi.
Kadet masih menangis. Namun mendadak ia seperti dapat ide. Separuh enggan dan takut ia bangkit.
KADET
Abang mau lindungin aku?
KARSA
(mengangguk)
Kadet berjalan mendekati Karsa, berjongkok di hadapannya. Kedua tangan lelaki itu hinggap di pundak kecil abangnya.
KADET
Abang nggak perlu perahu kertas atau Ireng buat lindungin aku. Nggak perlu membunuh Ressa
(beat)
Aku akan di sini sama abang. Jadi abang bisa ngelindungi aku. Selamanya.
Kadet mengangkat jari kelingkingnya pada Karsa. Karsa tampak ragu sejenak. Namun sesaat kemudian, jari kelingking itu saling bertautan.
FADE TO WHITE.