Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Pusara Perahu
Suka
Favorit
Bagikan
15. Bagian XV (Scene 101-106)

101 EXT. ALAS MANDEG - TEPI SUNGAI - DAY

Perahu karet Kadet sudah kembali mengembang. Tertambal selotip di sana-sini. Namun begitu Kadet mengguyurkan air dari botol ke tambalan itu, selotipnya mengelupas, membuat perahu kembali kempes.

Kadet menyerah. Ia menggulung kembali perahu itu, memasukkannya ke dalam ransel, kemudian mulai berjalan kaki.

CUT TO:

102 EXT. BEGIN MONTAGE - ALAS MANDEG - DAY/NIGHT

- Kadet berjalan sepanjang aliran sungai. Hutan berubah. Pepohonan semakin rapat dan arus sungai lebih bersih dan deras.

- Kadet duduk bersandar di sebatang pohon. Ia melahap sepotong roti dan meneguk air mineral. Wajahnya kotor dan pakaiannya betul-betul lusuh.

- Malam hari, Kadet berkemah. Ia lebih waspada sekarang. Tangannya menggenggam sebilah pisau. Setiap kali ada suara, ia langsung menoleh.

END MONTAGE

CUT TO:

103 I/E. ALAS MANDEG - DALAM TENDA/TEPI SUNGAI - MORNING

Kadet terbangun karena suara teriakan samar-samar pada pagi hari. Ia bangkit duduk, diam, mendengarkan. Samar-samar suara jeritan itu terdengar lagi dan terdengar familier.

Kadet menyambar ranselnya dan merangkak keluar tenda. Suara jeritan itu kian kentara.

Kadet berlari ke arah sumber suara. Dan kemudian, ia melihat sesuatu di sungai berarus deras. Bukan sesuatu. Seseorang. Perempuan. Berpegangan pada batu sementara arus menerjang tubuhnya. Ressa.

KADET

(berteriak dan berlari menghampiri)

RESSA!

RESSA

(Mmendongak dengan wajah panik)

Kadet! Tolong!

Kadet yang panik cepat-cepat mencari sesuatu di sekitar. Kemudian ia menemukan cabang pohon tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia mengambil cabang itu dan menyodorkannya pada Ressa.

KADET

Pegang ini!

Ressa berusaha meraih ujung cabang pohon. Namun arus terus menerpa tubuhnya. Ia berteriak.

RESSA

(menangis)

Aku takut!

KADET

(suara gemetar)

Lihat aku!

Pandangan mereka bertemu. 

KADET (CONT’D)

(suara lebih tenang)

Percaya sama aku.

Pelan-pelan satu tangan Ressa lepas dari batu, memegang ujung cabang pohon yang Kadet sodorkan. Ragu, ia melepas tangan satunya dan menjerit saat tubuhnya nyaris hanyut.

Kadet menarik Ressa sekuat tenaga hingga akhirnya perempuan itu bisa mencapai daratan. Cepat-cepat ia menghampiri Ressa yang menelungkup di atas tanah, berusaha mengatur napas.

CUT TO:

104 EXT. ALAS MANDEG - TEPI SUNGAI - MOMENTS LATER

Ressa meneguk air hangat (yang Kadet panaskan dengan api unggun) dari dalam cangkir kaleng. Selembar selimut darurat membungkus tubuhnya. Ia dan Kadet duduk berseberangan, di sela kobaran api.

KADET

Kamu ngapain di sini?

RESSA

(mendongak menatap Kadet tajam)

Kamu ngapain di sini?

KADET

(ekspresi wajahnya keras)

Kamu nggak seharusnya di sini.

RESSA

Begitu juga kamu.

(beat)

Jadi itu benar? Kutukan itu?

Untuk sesaat hanya terdengar suara keretek api melumat kayu bakar.

KADET

Setelah kamu kuat lagi, kita cari jalan keluar. Kamu harus pulang.

RESSA

(marah)

Kamu juga! Hutan ini aneh, Det. Aneh dan berbahaya!

(beat)

Tadi, waktu aku cuci muka di sungai, aku neglihat bayangan bapakku di sana. Tapi waktu aku coba deketin, aku malah jatuh.

KADET

(menghela napas)

Aku tahu hutan ini bahaya, Res. Itu sebabnya kamu harus pulang.

RESSA

(marah)

Memangnya kamu mau ngapain di sini? Mau mati? Mau kabur dari kenyataan?

KADET

(marah dan berdiri, menunjuk Ressa)

Aku mau menyelamatkan hidup kamu yang cuma tinggal semingguan lagi!

Ressa terpaku, menatap Kadet tak percaya.

KADET (CONT’D)

(sedih, berjalan memunggungi Ressa)

Aku punya kutukan. Kalau aku menghanyutkan foto seseorang dalam bentuk perahu di sungai ini, orang itu bakal mati dalam empat puluh hari.

RESSA

Dan kamu menghanyutkan fotoku?

Kadet tak menjawab. Ressa melepas selimutnya, berdiri, kemudian menghampiri Kadet. Mereka berdiri bersebelahan, memandangi aliran sungai.

RESSA (CONT’D)

Kenapa?

KADET

Iwan.

(beat)

Dan aku bakal mengambil perahu itu lagi.

RESSA

(meraih tangan Kadet)

Kadet menunduk, melihat jemari mereka terjalin.

RESSA (CONT’D)

Kita lakukan sama-sama.

CUT TO:

105 EXT. ALAS MANDEG - TEPI SUNGAI - DAY

Kadet dan Ressa berjalan beriringan di sepanjang aliran sungai. Air di sana mengalir deras dan mulai jernih. Sesekali satu-dua ekor burung terbang di antara pepohonan, saling menyahut satu sama lain.

RESSA

Jadi kamu dibantu sama abang kamu yang meninggal itu?

KADET

Iya. Dia pernah janji bakal jagain aku dari orang-orang jahat. Dan ... kayaknya janji itu masih berusaha dia tepati.

RESSA

Siapa aja yang udah kamu hanyutkan?

Kadet sengaja membiarkan pertanyaan itu menggantung sebentar.

KADET

Yang pertama temen SMP-ku, terus bapakku, selingkuhan bapaknya Iwan, dan ... kamu.

RESSA

Kenapa bapak kamu?

KADET

Sebut aja dia bukan bapak yang baik.

Mereka diam lagi selama beberapa saat.

RESSA

Dataku bisa diambil lebih awal. Dan sekarang, aku udah daftar sidang.

KADET

(terkejut)

Terus kenapa kamu di sini?

RESSA

Aku minta jadwalnya ditukar sama yang minggu depan.

Kadet tampak terpukul dengan pernyataan itu.

KADET

Kamu bakal sidang. Aku janji.

Tak lama kemudian, Ressa berhenti. Kadet juga ikut berhenti.

RESSA

(menunjuk sesuatu di kejauhan)

Itu ... gua?

Kadet menyipit memandang arah yang ditunjuk Ressa.

KADET

Iya. Sungainya masuk gua.

CUT TO:

106 EXT. ALAS MANDEG - TEPI SUNGAI - MULUT GUA - MOMENTS LATER

Kadet dan Ressa tiba di mulut sebuah gua besar dan lembap. Sungai mengalir ke sana, lenyap ditelan kegelapan.

Baru saja Kadet dan Ressa berjalan beberapa langkah, terdengar suara dari belakang.

IWAN (O.C.)

Well, well, well.

Kadet dan Ressa berbalik. Iwan berdiri di hadapan mereka, mengenakan jaket kulit dan celana jins kumal. Ada sebilah pisau di genggamannya.

KADET

Wan? Lu ngapain di sini?

IWAN

Gue di sini ngelakuin kebalikan dari apa pun yang sedang lu lakuin.

Ressa beringsut ke belakang Kadet. Kadet otomatis memasang tubuhnya, berusaha menghalangi perempuan itu dari Iwan.

KADET

Lu ... lu salah paham, Wan.

IWAN

(berjalan mendekat)

Insting gue nggak pernah salah. Begitu si Samsul kasih tahu kalau lu maksa minjem peralatan MAPALA, gue tahu lu ke mana.

Kadet dan Ressa mundur. Tubuh Kadet masih menjadi perisai.

IWAN (CONT’D)

(suara datar namun mengancam)

Minggir.

KADET

Wan, lu harus tenang dulu.

IWAN

(terus berjalan mendekat)

Gue tenang. Sekarang lu minggir.

Kadet mengencangkan rahangnya. Tangannnya mengepal membentuk tinju. Kemudian ia menerjang Iwan.

Dua lelaki itu saling bertubrukan, kemudian bergulat di tanah. Kadet menduduki perut Iwan dan mengunci kedua lengan sahabatnya itu dengan tangan.

KADET

Wan! Lu nggak rasional!

Satu tangan Iwan lepas dari cengkraman. Tinju itu melayang dan mendarat tepat di rahang Kadet, membuat ia terhempas ke samping. Iwan berdiri, menghunus pisaunya.

IWAN

(mendekati Kadet yang terbaring)

Gue seratus persen rasional!

RESSA (O.C.)

Kadet!

Iwan menoleh, mendapati Ressa berdiri ketakutan di samping sebuah pohon.

IWAN

(menyeringai dan berjalan menghampiri Ressa)

Lebih cepat lebih baik.

Baru beberapa langkah Iwan berjalan, Kadet sudah menubruknya dari belakang. Kedua lelaki itu kembali bergumul di atas tanah. Namun Iwan lebih kuat. Selalu lebih kuat. Pisaunya menorehkan luka terbuka di pipi Kadet. Darah segar mengucur dari sana. Iwan mengunci kedua lengan Kadet dengan lututnya.

Tinju Iwan kembali melayang ke wajah Kadet, menghantam lelaki itu dengan telak.

IWAN (CONT’D)

Sejak dulu lu emang selalu jadi banci!

Iwan mengangkat kembali tangannya, siap menghajar Kadet lagi. Namun sesuatu tiba-tiba membelit lehernya dari belakang. Tali ransel. Ressa melilitkan tali ransel ke leher Iwan.

RESSA

Lepasin dia!

Iwan menyikut Ressa hingga perempuan itu tersentak mundur. Kemudian Iwan bangkit, menghunus pisaunya. Mendekati Ressa.

IWAN

Mata dibayar mata. Nyawa dibayar nyawa.

Kadet mengerang, menggeliat di atas tanah, berusaha bangkit. Sementara Ressa semakin beringsut ke pepohonan. Dan Iwan, amarah tampak begitu kentara di wajahnya. 

Iwan menerjang Ressa, namun belum sampai semeter jarak mereka berdua, Iwan tiba-tiba terpental jauh ke belakang. Pisau lepas dari genggamannya. Iwan tercebur ke aliran sungai. Barang sesaat kepalanya tampak timbul ke permukaan air sedikit. Namun kemudian pisau jatuh tepat ke tempat Iwan jatuh. 

Tak berselang lama, air sungai mulai ternodai warna merah.

FADE OUT:

FADE IN:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar