MONTAGE
29. Cahya memasukkan satu sendok gula pasir ke dalam gelas dan menuangkan teh dari teko lalu mengaduknya
30. Cahya membawa nampan berisi tiga gelas teh dan cangkir
31. Cahya menaruh di depan Bapak dan Ibu yang duduk di tikar dan ikut duduk di samping Ibu
32. INT. RUMAH – RUANG KELUARGA – MALAM
Cast: Cahya, Ibu, Bapak
BAPAK
Besok jadi berangkat jam 6, nduk?
Cahya yang sedang makan rempeyek buatan Ibu menoleh sebentar sambil mengangguk.
CAHYA
Iya, Pak.
Disela-sela memasukkan rempeyek yang akan dijual ke dalam plastik, Ibu bertanya.
IBU
Ngapain to pagi-pagi betul udah ke sekolah? Masuknya, kan jam 7.
BAPAK
Lho ya memangnya kenapa to, Bu? Mungkin ada suatu hal yang mau dilakukan Cahya sebelum bel masuk.
Cahya menyuapkan potongan terakhir rempeyek itu ke mulut.
CAHYA
Sebagai OSIS, Cahya harus sudah sampai di sekolah pagi-pagi. Apalagi besok senin, keperluan upacara ya OSIS yang ngurus. Kebetulan juga besok harus mampir ke pasar dulu buat beli kaos kaki.
IBU
Lho kaos kakimu yang biasa kamu pakai kemana? Kenapa beli baru?
Cahya tidak jadi minum dan kembali menaruh gelasnya.
CAHYA
Kemarin ikut kena hujan sama jemuran lain. Masa ibu lupa?
Ibu merekatkan plastik kemasan rempeyek itu menggunakan lilin.
IBU
Kalau sepatunya? Mau beli juga?
BAPAK
(Menatap Ibu penuh peringatan)
Bu…
IBU
Apa, Pak?
Cahya menghela napas. Menuang the ke gelas Bapak yang sisa setengah.
CAHYA
Sepatunya enggak, Bu. Kemarin langsung aku bungkus Koran, jadi pas tadi aku cek ternyata udah nggak basah.
Ibu mengangguk tanpa berkata apapun. Bapak tersenyum menenangkan sambil mengusap pucuk kepala Cahya. Lalu setelah itu, Bapak berdiri.
CAHYA
Mau kemana, Pak?
Bapak sudah masuk ke kamar.
CAHYA
(Menatap Ibu minta jawaban)
Bu?
IBU
Mau ambil uang. Buat beli kaos kakimu.
Cahya
(Memandang korden kamar Bapak yang tertutup)
Padahal besok pagi juga nggak papa.
Ibu menatap Cahya dan ikut memandang arah pandang Cahya. Setelahnya hening. Sampai Bapak keluar dari kamar dan kembali duduk di antara Cahya dan Ibu.
BAPAK
(Menyerahkan uang 20.000 kepada Cahya)
Pakai ini ya kalau besok mau beli kaos kaki. Kurang ndak?
CAHYA
(Menatap Ayah sendu)
Nggak kurang, kok. Malah sisa.
BAPAK
Kalau sisa, buat beli peralatan sekolahmu yang udah rusak atau habis saja. Kayak pulpen, buku. Ya?
CAHYA
(Mengangguk)
Iya. Terima kasih, Bapak. Terima kasih, Ibu.
BAPAK
Sama-sama, nduk.
IBU
Iya, sama-sama. Pokoknya keperluan sekolah harus tercukupi ya. Jangan sampai kehabisan. Malah nanti bisa menghambat sekolahmu.
CAHYA
(Tersenyum haru)
Iya, Ibu…
BAPAK
Kalau butuh apa-apa, bilang aja sama Bapak atau Ibu. Karena kami akan mengusahakan untuk bisa ngasih itu ke kamu. Ya, nduk, ya?
(Menyeruput tehnya)
CAHYA
Iya, pasti dong. Kalau bukan sama Ibu sama Bapak, aku mau bilang ke siapa?
Ibu memindahkan kemasan rempeyek ke sebuah keranjang kecil. Sambil menghitungnya, Ibu juga menasihati Cahya.
IBU
Sebagai orangtua, Ibu sama Bapak bakal selalu berusaha biar semua kebutuhan kamu terpenuhi, terutama masalah pendidikan. Ya walaupun kami sadar masih jauh dari kata cukup.
CAHYA
(Menatap sendu)
Ibu.. ngomong apa, sih? Semua yang Ibu sama Bapak usahakan buat aku itu udah sangat lebih dari cukup.
Ibu tersenyum. Beralih menatap Bapak seperti bangga dengan putri mereka.
BAPAK
Cahya.
Cahya menoleh kaget karena tidak biasanya Bapak memanggil namanya. Biasanya juga pakai ‘nduk’.
BAPAK
Kamu udah punya pacar?
CAHYA
(Kaget)
Aku-
IBU
Bapak ini nanya apa, to? Pacar apa?
BAPAK
Ya apa salahnya to kalau bapaknya pengen tahu?
Ibu melirik Bapak tidak suka. Beralih menatap Cahya seakan memperingati.
IBU
Cahya dengarkan Ibu! Pokoknya ya kamu harus fokus ke sekolah kamu dulu. Fokus sama mimpimu. Perjuangkan apa yang harus kamu perjuangkan. Kamu harus buat hidup kamu berhasil dulu sebelum kamu mau berhasil menjalin hubungan sama laki-laki. Kamu paham?
BAPAK
(Menatap Ibu dengan lembut)
Ibu.. Nggak boleh ngekang kehidupan anaknya.
IBU
Lho? Nggak ngekang, Pak. Ibu ini memberi nasihat. Memberi saran.
BAPAK
Iya, tapi-
IBU
Pokoknya kalau mau hidupnya enak, Cahya harus nurut Ibu. Kamu sukseskan dulu diri kamu. Perbaiki kehidupan kamu dulu, perbaiki diri dulu. Jangan mencampurkan urusan laki-laki di tengah proses pendidikanmu. Nanti, kalau kamu udah memperbaiki kualitas dirimu dan kalau waktunya udah pas, kamu bakal bertemu sama laki-laki yang sudah ditakdirkan untuk kamu. Jadi, tenang aja dan jangan dulu mikir buat pacaran.
CAHYA
(Tersenyum tenang)
Iya, Ibu. Aku juga punya prinsip yang sama kayak Ibu, kok. Aku bakal fokus ke sekolahku. Nggak mau pacaran dulu.
IBU
Nah gitu.
Ibu lalu membawa kemasan rempeyek itu ke dalam dapur. Meninggalkan Cahya dan Bapak di ruang keluarga. Cahya menyeruput tehnya sementara Bapak memperhatikan. Cahya yang merasa diperhatikan sontak tertawa dan meletakkan cangkirnya.
CAHYA
Bapak. Kenapa, Pak? Kok ngelihatin aku gitu banget?
BAPAK
(Tengak-tengok)
Kamu nggak punya pacarnya beneran atau cuma bohong di depan Ibu saja?
CAHYA
(Terkekeh)
Bapak kenapa bisik-bisik gitu?
BAPAK
Biar Ibumu nggak dengar, lho.
CAHYA
Aku beneran nggak punya pacar. Kan kata Bapak nggak boleh bohong sama orangtua. Masa aku mau bohong sama surgaku?
BAPAK
(Bergeser duduk di dekat Cahya)
Padahal kalau mau pacaran nggak papa, nduk. Biasa itu. Apalagi sama anak muda kayak kamu gini.
CAHYA
(Memegang tangan Bapak)
Tapi, akunya nggak pingin pacaran dulu, Pak. Sekarang aku mau fokus sama masa depanku dulu.
BAPAK
Ya pacar, kan termasuk masa depan juga. Siapa tahu nanti bisa jadi suamimu?
CAHYA
(Terkekeh malu)
Bapak ini. Kita ngapain bahas masalah ginian, sih?
BAPAK
(Tertawa)
Bapak cuma penasaran saja.
Cahya ikut tertawa. Menyandarkan kepalanya pada bahu Bapak dan melingkarkan tangannya di perut Bapak. Sementara kepalanya dielus penuh sayang oleh Bapak.
CAHYA
Bapak tunggu saja sampai aku sukses nanti. Nah setelahnya aku bakal kenalin pacar aku ke Bapak sama Ibu. Bukan pacar lagi, deh. Langsung calon suami.
BAPAK
Doakan saja semoga Bapak sama Ibu diberi umur panjang. Biar bisa lihat anak tunggal kesayangan Bapak ini sukses dan dapat pasangan yang baik. Yang sayang sama kamu, menghormati Ibu sama Bapak, dan bisa memberikan kebahagiaan di hidup kamu.
CAHYA
Aamiinnn.. Bapak doakan ya?
BAPAK
Tanpa kamu minta, nduk.
CAHYA
Doakan semoga aku bisa berjodoh sama laki-laki yang kayak Bapak. Sifatnya, tanggungjawabnya, kerja kerasnya, rasa sayang yang Bapak punya buat aku.
BAPAK
(Tertawa, tapi terselip kesedihan)
Jangan, nduk. Bapak banyak kurangnya. Bapak belum cukup baik. Bapak bakal doakan semoga kamu dipertemukan sama laki-laki yang jauh lebih baik daripada Bapak.
CAHYA
Enggak mau. Pokoknya aku mau yang kayak Bapak.
BAPAK
Kamu ini ya! Keras kepalanya kayak Ibumu. Plek ketiplek.
CAHYA
Ya iyalah. Orang aku dari rahimnya Ibu.
Bapak mencubit hidung Cahya sambil tertawa, membuat Cahya turut tertawa