Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
DISSOLVE TO
5. INT. RUMAH CAHYA – SIANG
Cast: Cahya
Lima belas tahun yang lalu...
Cahya muncul dari pintu dengan tangan kanan memegang sebuah amplop. Dia terlihat begitu gembira seperti tidak sabar ingin menunjukkan sesuatu.
(Tersenyum lebar)
Melihat tidak ada siapapun di ruang tamu membuat Cahya langsung memeriksa ke kamar, dapur, bahkan kamar mandi sambil berlari kecil. Tapi, tidak ada orang juga.
Cahya berhenti bergerak. Berdiri diam di tengah ruang tamu sambil berpikir kira-kira kemanakah kedua orangtuanya pergi. Lalu, dia memutuskan untuk memeriksa ke halaman samping dan belakang rumah. Tapi, tidak ada juga.
6. EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH CAHYA – SIANG
Cast: Cahya, Bapak, Ibu
Kecewa tidak dapat menemukan orangtuanya, Cahya duduk di amben. Dengan wajah murung, dia menatap amplop di tangannya.
(Terkejut)
Cahya mendongakkan kepala, lalu tersenyum. Dengan langkah tergesa-gesa, dia lari menghampiri Bapak dan Ibunya yang juga sedang berjalan ke arahnya. Bapak mengenakan caping dan memanggul cangkul sementara ibu menenteng caping.
PAK! BUK! CAHYA PUNYA SESUATU YANG MAU DITUNJUKIN!
Cahya nyaris terjungkal jika Bapak tidak dengan sigap menangkapnya.
(Melotot kaget)
(nyengir)
Cahya merapihkan seragam kemejanya, lalu memastikan amplop yang dipegangnya baik-baik saja.
Cahya menoleh antusias ke Bapak. Dia mengangkat amplopnya sejajar muka lalu menunjuk amplop itu menggunakan jari telunjuk kirinya.
Cahya menyerahkan amplop itu ke Bapak. Saat Bapak mulai membukanya, Ibu merapat untuk bisa ikut melihatnya. Tapi, tak lama dari itu, Bapak kembali menutup daun penutup amplopnya.
(Mengernyit)
(Menoleh)
Bapak memulai kembali membuka amplopnya. Ibu langsung merapat lagi. Sementara itu, Cahya memperhatikan orangtuanya tanpa bisa berhenti tersenyum. Kakinya juga bergerak-gerak tidak mau diam.
Ibu menerima amplop kosong dari Bapak, tapi matanya masih terus fokus pada kertas yang sedang Bapak buka lipatannya.
Ibu tidak menjawab. Pokoknya daritadi hanya menaruh perhatian pada kertas pengumuman itu.
INSERT: Surat Keterangan Lulus
Bapak dan Ibu saling menatap sambil melotot kaget kemudian tersenyum. Mereka bersama-sama menoleh ke Cahya yang saat itu tersenyum lebar.
Bapak dan Ibu kaget. Cahya menghambur ke pelukan orangtuanya. Mereka bertiga menangis bahagia bersama. Kemudian, Ibu mencium ubun-ubun Cahya lama dan Bapak mengelus rambut Cahya dengan tatapan bangga.
Cahya tersenyum bahagia mendengar perkataan itu.
(Mengangguk sambil tersenyum)
Cahya tersenyum lagi mendengar pujian Ibunya. Kemudian memeluknya.
Cahya tahu Ibu bercanda dengan kalimat itu dan dia tertawa. Ayah mengelus rambutnya.
7. INT. RUMAH PAK AJI – KAMAR CAHYA – MALAM
Cast: Cahya
Di sebuah ruangan ukuran 2x2 bertembok bata, di bawah temaramnya cahaya rembulan, Cahya tidur dengan jarit menutup tubuhnya. Tak lama setelah itu, dia bergerak-gerak dan akhirnya terbangun dari tidurnya.
Cahya mengucek matanya, lalu melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Dia berdiri menyalakan lampu, mengambil kertas pengumuman kelulusannya dan mengamatinya sambil senyum-senyum saat sudah kembali duduk di kasur lantainya.
Cahya memandang genteng kamarnya.
Tiba-tiba sekelebat ingatan tentang nasihat dan pesan dari kepala sekolah melintas di benaknya.
CUT TO FLASHBACK
8. EXT. SEKOLAH – LAPANGAN UPACARA – PAGI
CAST: Cahya, Bapak kepala sekolah
Di bawah bendera merah putih yang berkibar, Bapak kepala sekolah menyerahkan amplop kepada Cahya.
(Meringis)
(Ngangguk-ngangguk)
Cahya mengangguk sopan.
(Mengangguk sambil tersenyum)
Bapak kepala sekolah tersenyum bangga terlihat dari tatapan matanya saat melihat Cahya. Sebelum turun dari podium, Cahya mencium tangan Bapak kepala sekolah.
CUT BACK TO
9 INT. RUMAH PAK AJI – KAMAR CAHYA – MALAM
Cast: Cahya, Ibu, Bapak
Cahya memilin ujung kertas.
Perhatian Cahya terfokus di bagian tengah kertas.
INSERT: daftar nilai Cahya yang didominasi nilai A+ dan A serta 2 nilai B+.
Saat memutuskan untuk kembali tidur, tiba-tiba dia kebelet buang air kecil. Akhirnya dia memutuskan untuk ke kamar mandi.
Langkah kaki Cahya ditarik kembali ke dalam kamar. Pintunya kembali ditutup dan menyisakan sedikit celah agar dia bisa melihat dan mendengar percakapan orangtuanya di dini hari seperti ini.
Ibu menatap Bapak lelah.
Ibu pengen percaya, tapi tidak ada yang bisa ibu percaya.
(jeda)
Kita ini cuma buruh tani, Pak. Tidak punya penghasilan tetap. Sulit.
Cahya mengernyit tidak mengerti dengan apa yang sedang dibahas orangtuanya.
Ibu menghela napas jengah. Sulit sekali membuat Bapak mengerti.
Cahya terkejut karena ternyata pokok masalahnya ada di dia.
Bapak menengok Ibu dengan tatapan lembut.
Cahya tidak sanggup untuk mendengarkan percakapan orangtuanya lebih jauh lagi. Dia menutup rapat pintunya dan kembali membaringkan badannya di ranjang. Meski suara itu masih terdengar karena kamarnya tidak kedap suara, tapi Cahya mengakalinya dengan menutup seluruh tubuhnya sampai telinga menggunakan jarit.
10. TALKING HEAD CAHYA
Kenyataan itu terasa seperti pahitnya obat saat menyentuh lidah. Dan sepahit-pahitnya obat itu, bukankah harus tetap ditelan?
Beat.
Kenyataan itu juga harus bisa kutelan. Karena memaksakan kehendakku dan mengabaikan ketidakmampuan orangtuaku, sama saja aku mencari penyakit baru yang entah nanti akan ada obatnya ataukah tidak.
Beat.