Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SCENE 32
INT - RUANG KONSULTASI RAWAT JALAN - RABU 4 AGT - 15.00
Ibu terlihat ceria selama masa konsultasi, kondisinya terlihat bugar. Arian tiba-tiba muncul ditengah konsultasi Ibu. Selama konsultasi Arian&Dias berusaha ngobrol terlihat akrab. IBu terlihat bahagia melihatnya. ketika Ibu mengelus-ngelus tangan Dias.
Ibu & Arian keluar ruangan. Dias membaca report kesehatan ibu yang menunjukan hasil yang bagus, wajahnya tersenyum terlihat puas.
SCENE 33
INT - LORONG KELUAR KAMPUS - RABU 4 AGT - 20.00
Selesai kelas, Arian terlihat berbicara dengan Dias. Membicarakan rencana makan bersama dengan Ibu hari sabtu besok. Lalu Dias terlihat pamit duluan.
Dibelakang mereka, ada Bara yang terlihat terkejut melihat pemandangan yang baru saja terjadi dan berusaha mengejar Arian untuk meminta penjelasan namun Arian hanya tersenyum jahil, tidak menghiraukan dan langsung masuk ke dalam mobilnya. Meninggalkan Bara dalam ekspresi penuh kebingungan.
SCENE 34
INT - Restoran - sabtu 7 agt - 18.45
Ibu dan Arian terlihat sudah duduk di meja restoran, tidak lama kemudian Dias datang.
Arian menyiapkan kursi untuk Dias, melihat adegan itu ibu tersenyum.
Mereka lalu menghabiskan makan siang dengan banyak tertawa bersama
SCENE 35
INT - Restoran - Jumat 13 agt - 18.30
Ibu sudah duduk di meja restoran,
Dias datang bersama Arian. Mereka berjalan bersampingan, Arian terlihat ragu, seperti ingin memegang tangan Dias, lalu akhirnya dia memberanikan diri memegang tangan Dias.
Dias sama sekali tidak terlihat kaget, malah Arian yang kaget,
Mereka lalu duduk dan memesan makan malam.
Selesai makan, mereka berjalan dan arian coba merangkul pundak dias, namun dias langsung menunjukan gestur tidak nyaman
SCENE 36
INT - Rumah Bara - Minggu 15 agt - 12.30
Arian terlihat sedang di apartemen temannya, ini hari minggu, skenarionya, Arian ada jadwal kencan berdua dengan Dias tanpa ibu.
Tapi tentu saja itu hanya skenario yang Arian buat agar ibu senang.
Jadi Arian menghabiskan hari di apartemen temannya. Mereka terlihat bermain game bersama.
Arian terlihat ceria, dan temannya merasa sudah lama Arian tidak seceria ini.
SCENE 37
INT - Toko Pakaian - jumat 20 agt - 19.00
Dias ada undangan simposium, lalu membutuhkan baju untuk menghadiri acara itu.
Dias meminta ibu menemaninya dan ibu terlihat sangat bahagia bisa menemani Dias mencari pakaian
SCENE 38
INT - LIFT Apartemen Dias - minggu 22 agustus 15.00
Arian terlihat duduk di dekat lift lantai apartemen Dias sambil memegang kotak bekal makanan.
Lift terbuka dan terlihat Dias keluar dari Lift
Dias
Lho kamu ada disini? Ada apa?
Arian
Kamu belum buka pesan saya, saya pikir kamu sibuk, jadi saya tunggu di sini.
Saya datang mau memberikan ini
Menyodorkan kotak bekal makanan ke Dias
Dias
Terlihat bingung dan belum menerimanya
Arian
Waktu dinner di restoran kemarin lusa, kamu sempat bilang kalau selalu makan masakan restoran.
Jadi hari ini Ibu masak, dan menyuruh saya memberikannya untuk kamu
Dias
Terlihat terharu namun canggung, mengambil kotak bekal dari tangan Arian
Oh, ya ampun Ibu..
Saya jadi merasa malu sudah mengatakan hal itu, rasanya saya jadi sangat merepotkan Ibu
Arian
Tidak repot, Ibu memang hobi memasak.
Dias
Sampaikan terimakasih saya untuk Ibu ya
Bersiap untuk meninggalkan Arian dan masuk ke apartemen
Arian
Masih berdiri, belum beranjak, mukanya terlihat ingin mengatakan sesuatu.
Dias
Menyadari raut wajah Arian
Ada hal lain yang ingin dibicarakan?
Arian
Eh itu…
Emmmm…
Boleh saya temani kamu makan?
Nanti saya bisa sambil telepon ibu, biar Ibu senang melihat kamu memakan masakannya.
Dias
Oh itu, hmmm benar juga, tapi saya gak bisa lama-lama ya
Arian
Mengangguk setuju
Dias & Arian berjalan bersama ke arah apartemen Dias.
Sambil berjalan, Arian mengatakan sesuatu ke Dias
Arian
Yang tadi itu sebenarnya alasan yang saya buat-buat
Dias
Mengernyit mendengar jawaban Arian
Arian
Berusaha melontarkan humor
Alasan sebenarnya saya harus memastikan kotak bekal ini saya bawa pulang lagi. Ini kesayangan Ibu. Bisa di omelin saya kalau sampai hilang
Arian tertawa
Dias
Melihat Arian ikut tertawa dengan terpaksa karena tidak paham dengan lelucon Arian
SCENE 39
INT - Dapur & Meja Makan Apartemen Dias - minggu 22 agustus 15.10
Dias
Mengeluarkan alat-alat makan dari laci dapur
Arian
Duduk di kursi meja makan, sambil memperhatikan sekeliling isi apartemen Dias.
Dapurnya terlihat sangat bersih, tidak ada tanda-tanda habis dipakai memasak. Ada beberapa makanan instan terlihat di area meja makan.
Apartemen Dias bernuansa monochrome berwarna serba putih, abu dan cokelat.
Di ruang tengah terlihat sofa yang nyaman, sebuah TV besar dan juga rak yang penuh dengan buku.
Buku-bukunya bermacam-maca mulai dari buku kedokteran, biografi dokter-dokter terkenal, ada sedikit buku bisnis, buku teknik-teknik melukis, namun banyak sekali buku bergambar anak.
Arian
Kamu koleksi buku bergambar anak?
Berjalan ke arah rak buku dan membuka-buka beberapa buku anak
Dias
Iya, kenapa?
Aneh? Karena gak sesuai umur?
Arian
Menjawab dengan tenang seolah-olah mengerti maksud jawaban Dias
Buku bergambar anak kan sebenarnya banyak yang ceritanya dewasa cuma dikemas dalam pemikiran anak.
Melanjutkan melihat koleksi buku-buku Dias
Koleksi kamu bagus-bagus, banyak cerita klasik nya
Dias
Tersenyum dengan jawaban Arian karena jawabannya berbeda sekali dengan yang orang lain biasa lontarkan padanya
Ternyata kamu tahu banyak tentang buku bergambar anak
Arian
Kakak saya juga koleksi, jadi saya suka ikut baca, tapi itu dulu
Suara Arian terlihat pelan saat mengucapkan itu dan dia sendiri menyadarinya, lalu berusaha mengalihkan ke pembicaraan lain
Arian
Kamu suka buku bergambar anak, tapi jadi dokter dan sekarang malah ambil master bisnis?
Dias
Saya ambil kuliah master bisnis karena menuruti kata ayah saja, tidak ada tujuan lain.
Menjawab dengan ketus dan berusaha mengalihkan topik.
Arian menyadari perubahan drastis dari wajah dias.
Dias Selesai memindahkan semua masakan dari kotak bekal ke piring-piring.
Kebetulan sekali saya belum makan siang,
Menghirup bau masakan
Yummm… terlihat enak sekali masakannya..
Lalu mulai makan
Kamu mau makan juga?
Arian
Engga, saya udah makan.. silahkan kamu makan..
Arian
Melihat dapur yang sangat bersih seperti tidak pernah digunakan, Arian bertanya
Arian
Dias, memangnya kenapa kamu jarang makan masakan rumah?
Dias
Tidak pernah
Arian
Terlihat terkejut dengan jawaban Dias
Dias
Menjawab sambil mengunyah makanan.
Tidak ada yang memasak untuk saya, dan saya tidak ada waktu untuk masak sendiri, Saya lebih suka yang praktis.
Menjawab dengan ekspresi wajah yang datar.
Arian
Melihat gestur wajah Dias seperti itu, Arian berusaha mengalihkan pembicaraan
Bukannya saya menyombongkan Ibu, tapi masakan ibu memang enak sekali.
Dias
Mengunyah dan mengacungkan jempol menandakan setuju
Arian
Tersenyum hangat melihat jawaban dari Dias
Arian
Gak kerasa kita udah cukup dekat hampir sebulan ini ya, tapi baru sekarang rasanya kita bisa ngobrol kenal satu sama lain seperti ini
Dias
Menyadari dan menyetujui perkataan Arian
Kalau kita lagi ngobrol di depan ibu, tapi kelihatannya kita udah kenal dekat sekali.
Berarti akting kita bagus
Arian
Tertawa mendengar jawaban Dias
Boleh saya bertanya lagi?
Dias
Mengangguk
Arian
Dokter itu memang suka skip makan ya?
Rasanya bukan sekali ini saya dengar kamu terlambat makan
Padahal dokter menyarankan pasien untuk selalu makan tepat waktu
Dias
Tertawa mendengar pertanyaan Arian
Itu karena dokter juga manusia
Saya rasa sih profesi apapun, pasti ada masa-masa dimana melewatkan jam makan karena harus fokus mengerjakan hal yang penting.
Arian
Aha..
Kamu benar juga..
Tapi kamu itu dokter yang benar-benar totalitas dan berdedikasi dalam bekerja ya
Dias
Bukannya bermaksud sombong,
Menirukan nada bicara Arian sebelumnya
tapi saya sudah sering mendengar orang mengomentari saya seperti itu
Tersenyum jahil
Arian
Tersipu-sipu mendengar jawaban Dias
Dias
Kapan mau video call Ibu?
Keburu makanannya habis lho ini
Arian
Oh iya maaf saya sampai lupa keasikan ngobrol
Membuka telepon selular dan menelepon Ibu
Percakapan Ibu, Dias, Arian di telepon
Arian
Terimakasih banyak ya Dias, Ibu terlihat sehat dan bahagia sekali akhir-akhir ini.
Saya juga senang karena bisa dia mengenal kamu lebih dekat.
Tersipu malu mengatakan hal tersebut
Dias
Menjawab dengan lugas
Tidak masalah, itu memang sudah kewajiban saya sebagai dokter untuk menolong hal apapun yang saya bisa seputar medis.
Arian
Tapi kamu berkorban banyak dengan mau perpura-pura jadi pasangan saya..
Diam sejanak
Lalu berbicara dengan suara sangat pelan
terkadang hal membuat saya jadi punya pikiran lain.
Dias
Tidak memahami maksud perkataan Arian, mencoba berpikir dan bertanya
Pikiran lain? Seperti… saya memanfaatkan Ibu untuk percobaan medis?
Arian
Tidak percaya dengan jalan pikiran Dias
Eeeh bukan..
Bukan sama sekali..
maksud saya..
Kadang saya berpikir kalau kamu melihat saya sebagai seorang laki-laki, bukan sebagai anggota keluarga pasien yang sedang kamu bantu pengobatannya.
Kamu terlihat tidak keberatan ketika saya pegang tangan kamu
Terlihat nervous setelah mengatakan itu lalu mengalihkan pandangan ke jendela
Dias
Memahami maksud jawaban Arian, lalu bergumam..
Aahhh…
Jadi pegang tangan di restoran itu membuat kamu berpikiran lain.
Menjelaskan lebih panjang dengan tenang sambil tersentum tipis
Tidak perlu punya pikiran lain.
Saya tidak keberatan di pegang tangan karena dokter sudah terbiasa berpegangan tangan dengan banyak orang.
Arian
Terkejut dengan jawaban Dias, dan mulai mengerti jalan pikirannya
Lalu karena dokter tidak terbiasa dirangkul, maka kamu jadi keberatan?
Dias
Mengangguk tersenyum
Saya tidak bermaksud membuat kamu punya pikiran lain.
Alasan utama saya setuju dengan rencana kamu karena saya melakukan ini untuk diri saya sendiri juga.
Arian
Terlihat bingung dengan jawaban Dias
Dias
Kamu bilang saya adalah seorang dokter yang totalitas dan berdedikasi dalam bekerja.
Iya, saya akui itu.
Selama saya bekerja menjadi dokter, belum pernah saya gagal dalam menyelamatkan pasien saya terkait usaha medis.
Kalau saya tidak bisa menyelamatkan ibu, saya tidak menyukainya.
Karena hal itu akan membuat rekor saya pecah.
Arian
Terlihat tidak percaya mendengar jawaban Dias
Dias
Makanya ketika saya mendengar semua cerita masa lalu ibu dan rencana kamu, saya setuju karena saya pikir itu akan berhasil.
Lagipula Ibu menderita jantung, menghadapi pasien dengan penyakit jantung, kita berpacu dengan waktu.
Every minutes count.
Tidak bijak jika menghabiskan waktu lama untuk berpikir.
Arian
Benar hanya karena itu?
Berharap Dias akan memberikan jawaban yang membahas tentang dirinya
Dias
Terlihat seperti ragu tapi mau menjawab
Untuk alasan yang sangat personal, saya juga pernah mengalami kehilangan seperti yang ibu rasakan…
Terdiam sejenak..
Lalu tersenyum untuk menguatkan diri sendiri
tapi itu masa lalu, tidak usah dibahas lagi.
Arian
Terlihat sangat kecewa mendengar jawaban Dias, hatinya terluka karena bagaimanapun dia memiliki perasaan lebih ke Dias. Tapi lagi-lagi dia berusaha menyembunyikan perasaannya. Dia merasa penasaran dengan cerita masa lalu Dias tapi tidak berani bertanya karena Dias sudah mengatakan tidak mau membahas. Saat ini dia hanya merasakan kecewa melihat kepribadian Dias yang sangat berbeda dengan apa yang terlihat selama ini.
Ah ya, baiklah
Sekarang saya paham
Berusaha tersenyum
Oya, tadi kamu bilang tidak bisa lama-lama. Sudah hampir satu jam saya disini.
Lebih baik saya pamit.
Dias
Sampaikan terimakasih saya untuk Ibu.
Arian
Beranjak dari meja, bersiap berjalanke arah pintu.
Di tengah-tengah berhenti, tanpa membalikan badan bicara pada Dias
Terimakasih sekali lagi Dias, saya sangat menghargai pengorbanan kamu.
saya pamit dulu.
Arian terlihat menutup pintu.
Di dalam apartemen Dias terlihat bingung dan bergumam
Dias
Kenapa mukanya terlihat aneh?
Apa aku salah menceritakan prestasiku sebagai dokter?
Dias berjalan memasuki kamarnya.
Ia duduk di tepi kasur dan lihat foto yang terpajang di nakas.
Di foto terlihat Ibu Dias berusia 35 tahun an dan Dias saat sedang berusia 9 tahun.
Ibu dan Dias sedang tersenyum membaca buku bergambar anak.
SCENE 40
flashback to
Tahun 1998
IBu Dias meninggal di RS, Ayah RS marah-marah ke pihak dokter.
Dias menangis sendirian.
Terlihat punggung seorang perawat berusaha menenangkan Dias, mengelus ngelus tangannya Dias dan memeluknya. Dias menangis tersedu-sedu di pelukan perawat itu.
Dias mengambil foto masa kecilnya, teringat denga pembicaraan yang baru saja terjadi bersama Arian dan berbicara kepada foto itu
Bu, aku sudah berusaha menjadi dokter yang melakukan apapun untuk menyelamatkan pasien.
Seandainya dokter Ibu waktu itu juga melakukan hal yang sama.
Air matanya menetes, seakan mengingat kepedihan dan luka masa kecil nya.
HIGH WIDE
Hujan deras terlihat dari jendela kamar Dias