63.INT. RUMAH RASYID DAN MARNI - RUANG KELUARGA — AFTERNOON
Rasyid sedang berbicara di telepon dengan Pak Lurah.
RASYID
Iya, Pak. Maaf. Kita semua juga enggak nyangka kejadiannya separah tadi. Iya, terima kasih, Pak. Kita bakal lebih hati-hati.
Rasyid menutup teleponnya lalu berbalik, menatap Kai dan Ryan yang duduk di sofa. Kai masih terlihat lemah dan gamang. Marni datang dari dapur, membawa secangkir air hangat. Marni duduk di samping Kai dan mengulurkan cangkir itu ke Kai. Kai tetap diam dan menerawang.
MARNI
Diminum dulu, Kai.
(memperhatikan wajah Kai)
Ada yang sakit? Kalau sakit, kita bisa ke dokter sekarang.
KAI
Dia bilang aku pembunuh, Budhe…
Marni menarik tangan Kai dan melekatkan telapak tangannya ke cangkir yang hangat. Kai mendorong cangkir itu kembali ke Marni.
KAI
Aku yang bikin anaknya meninggal, Budhe…
MARNI
Enggak gitu ceritanya, Kai…
KAI
(menahan tangis)
Budhe, dia marah banget sama aku. Aku udah ngebunuh anaknya.
MARNI
Kai, coba dengerin kita dulu. Ya?
Marni melirik Rasyid dengan khawatir. Rasyid mengangguk meyakinkannya.
MARNI
Kita sebenernya pengin ceritain semuanya ke kamu. Tapi dokter pernah minta kita buat hati-hati setiap bahas hal-hal yang mungkin bisa memicu trauma kamu.
(beat)
Terutama tentang Joannika.
KAI
Itu anak perempuan yang pernah Budhe ceritain ke aku? Namanya Joannika? Bukan Cho?
Marni mengerutkan dahi.
MARNI
Memangnya Cho siapa?
Kai terlihat panik. Dia melirik Ryan yang sedang memandanginya, meminta bantuan.
RYAN
Ada, Bu. Temen kita.
MARNI
Temen sekelas?
KAI
(mengalihkan perhatian)
Terus, Budhe?
Marni mengangguk-angguk, teringat tujuan awalnya.
MARNI
Joannika… meninggal karena kebakaran di vila. Iya, vila tua yang kamu tahu itu. Itu salah satu alasan kenapa vila itu enggak pernah laku lagi. Karena pernah ada yang meninggal di sana.
Kai terdiam, berusaha mencerna informasi itu.
KAI
Tapi…tapi Pak Braga bilang aku…
RASYID
Itu karena dia berusaha cari orang yang bisa disalahkan. Karena kamu orang yang paling dekat sama anaknya, bahkan jauh lebih dekat dari dirinya sendiri. Dan karena kamu juga korban dari kebakaran itu.
(beat)
Korban yang berhasil selamat.
Kai kembali membeku. Dia menatap Rasyid, kemudian Mirna, mencoba mencari penjelasan lebih dalam.
KAI
Tapi aku… kenapa aku bisa enggak inget apa-apa tentang kejadian itu?
Marni meletakkan cangkirnya di meja, kemudian meraih tangan Kai dan menggengamnya.
MARNI
Enggak ada yang tahu, Kai. Dokter bilang, mungkin apa yang kamu lihat hari itu terlalu menakutkan untuk kamu inget lagi. Kadang itu cara otak kita untuk berusaha bertahan.
(beat)
Tapi yang jelas apa pun alasannya, bukan kamu yang salah. Kamu cuma ada di tempat dan waktu yang enggak tepat.
RASYID
Dan kalau ada orang bisa dipersalahkan… ya, itu Braga sendiri.
(beat)
Dia kayak udah lupa sama sekali gimana dia memperlakukan anaknya dulu. Kasihan Joannika itu, Kai. Dan cuma kamu satu-satunya yang bisa jadi teman buat dia. Kamu itu bukan pembunuh, kamu itu sahabatnya.
Kai menunduk, berpikir keras. Marni menepuk-nepuk pelan pundak Kai, berusaha menenangkannya.
64.INT. RUMAH RASYID DAN MARNI - KAMAR KAI — MOMENTS LATER
Kai duduk di lantai, bersandar ke tempat tidur sambil berusaha menyusun ulang radio tua. Dia berusaha memasang baterai, tetapi terus-terusan meleset. Kai pun melempar radio dan alat-alat yang dipegangnya ke lantai dengan kesal.
RYAN (O.S.)
Masih mikirin yang tadi?
Kai langsung menoleh. Terlihat Ryan bersandar di ambang pintu kamar Kai. Kai mendengus, sementara Ryan masuk dan dengan santai duduk bersila di dekat Kai.
KAI
Emang kamu enggak ngerasa ada yang janggal?
RYAN
Janggal gimana?
KAI
Ya, janggal. Kenapa dari awal enggak ada yang berusaha cerita ini ke aku? Kenapa enggak ada yang pernah nyebut nama Joannika? Kesannya kayak… ada yang disembunyiin. Ada yang ditutupin.
RYAN
Apa lagi, sih, yang ditutupin? Kan, udah jelas bapak-ibu enggak cerita karena hati-hati sama kondisi mental kamu. Takut traumamu balik.
(beat)
Kalau Joannika, kan jelas anak Pak Braga itu meninggal karena kebakaran. Semua orang di desa ini juga tahu.
KAI
Gimana mereka bisa tahu? Cuma aku yang ada di sana waktu itu. Cuma aku yang tahu kejadian sebenernya. Kalau ternyata emang aku yang salah gimana?
Ryan terlihat menahan kesal.
RYAN
Kai, denger, ya. Enggak mungkin kamu itu aneh-aneh sama anaknya Pak Braga. Waktu itu kamu masih kecil, lebih muda dari Joannika itu. Dan aku mungkin enggak deket sama kamu. Tapi aku tahu kamu sama Joannika itu kayak kakak-adek. Kamu sayang sama dia. Dia sayang sama kamu. Enggak mungkin kamu nyakitin dia, apalagi ngebunuh.
KAI
Terus kenapa cuma dia yang mati? Kenapa aku bisa selamat? Kenapa aku bisa enggak inget apa-apa? Gimana kalau otakku ngehapus semua ingatan kejadian itu karena aku pengin lari aja dari rasa bersalah?
RYAN
Kok, kamu jadi ngeraguin diri sendiri gitu, sih?
Kai menunduk, wajahnya makin muram, tubuhnya menjadi lemas.
KAI
Kalau kamu enggak inget sebagian besar dari masa kecil kamu, kamu bakalan selalu ragu.
(beat)
Kalau aku bahkan bisa bikin Mama meninggal, mungkin sebelumnya udah banyak orang yang celaka karena aku.
RYAN
(emosi)
Mamamu kan meninggal karena sakit, Kai!
KAI
(nada meninggi)
Sakit karena apa? Karena kecapekan! Karena maksain diri buat kerja terus! Itu semua buat siapa? Buat aku, Yan!
Ryan berdecak putus asa.
KAI
Mungkin emang aku sumber masalahnya, Yan. Sejak lahir aku udah bikin kacau semuanya.
(beat)
Sekarang aku bahkan enggak bisa bedain mana yang nyata atau enggak. Aku malah mati-matian nyari orang yang enggak ada. Mereka bener. Aku udah gila, Yan. Udah enggak waras.
RYAN
Tahu dari mana Cho yang kamu cari itu enggak ada?
KAI
Ya, kalau dia emang ada, dia dimana sekarang? Kamu bisa lihat? Apa ada yang bisa lihat selain aku? Ada yang pernah denger namanya? Orang yang selama ini aku kira Cho ternyata bukan dia. Tempat aku biasa ketemu dia juga hilang enggak bersisa. Aku bahkan sekarang enggak tahu ingatan yang ada di kepalaku ini bener apa enggak.
Ryan meraih pundak Kai dan menggenggamnya kuat.
RYAN
Enggak bisa gini. Aku enggak bisa ngebiarin kamu kayak gini. Kini mesti selesain semuanya. Kita selesaiin PR-mu ini sampai tuntas.
Kai menatap Ryan dengan ragu.
RYAN
Desa ini kecil. Joannika kemungkinan besar juga alumni sekolah kita. Aku punya akses ke data OSIS. Sekar punya banyak kenalan kakak kelas. Kita pasti bisa dapetin infonya. Tenang aja.
Ryan tersenyum. Kai perlahan tersenyum dengan canggung dan mengangguk.
65.INT. SEKOLAH KAI - RUANG KELAS — DAY
Guru keluar dari kelas. Murid-murid langsung beranjak dari bangkunya. Ada yang keluar kelas, ada yang bergerombol. Kai, Ryan, dan Sekar langsung duduk mendekat membentuk lingkaran.
RYAN
Gimana? Ada yang kenal?
Sekar mengangguk sambil mengeluarkan buku notesnya, menunjukkan catatan yang dibuatnya.
SEKAR
Dia beneran alumni sini. Dia kakak kelasnya Mbak Yasmin. Pernah satu kepengurusan OSIS juga katanya.
RYAN
Joannika ini pengurus OSIS?
SEKAR
Iya, katanya. Berarti kamu bisa coba cari datanya, Yan. Coba kamu cek. Di atasnya Mbak Yasmin itu berarti… angkatan 2018 enggak, sih?
KAI
Mbak Yasmin itu deket sama Joannika?
Sekar menggeleng.
SEKAR
Kata Mbak Yasmin, Joannika ini enggak deket sama siapa-siapa. Enggak punya temen.
RYAN
Tumben. Biasanya pengurus OSIS pasti minimal punya temen sesama anak OSIS, tho?
SEKAR
Dia masuk OSIS-nya dipaksa sama Bu Nurul. Karena Joannika ini jago nggambar, jadi biar latihan desain buat keperluan OSIS. Makanya di OSIS itu, Joannika ini jadi semacam musuh bersama gitu.
RYAN
Sampai segitunya? Emang dia ngapain?
SEKAR
Pertama, karena dia lolos OSIS jalur rekomendasi guru. Kedua, karena dia susah diajak kerja bareng. Tiap rapat dia sering bolos, malah langsung pulang gitu aja. Tiap rumahnya mau dipake buat rapat, selalu aja ada alasannya buat nolak. Pokoknya susah temenan sama dia.
(ke Kai)
Yang kayak gini beneran temenan sama kamu, Kai?
Ryan langsung memukul pundak Sekar, menegurnya.
RYAN
Jangan sembarangan ngambil kesimpulan dulu. Kita belum tahu banyak.
SEKAR
Ya, wong semua orang bilang gitu.
RYAN
Semua orang tu siapa?
Kai memperhatikan perdebatan Ryan dan Sekar sambil sibuk berpikir sendiri.
66.INT. SEKOLAH KAI - RUANG OSIS — DAY
Ryan masuk ke ruang OSIS, menyapa teman-temannya yang pamit keluar. Ryan melihat ke kanan dan kiri, memastikan tak ada lagi murid yang masih di sana.
Ryan langsung berjalan cepat menuju laci, tempat penyimpatan data-data OSIS. Ryan menelusuri satu persatu map yang ditumpuk di sana, membaca tahun yang tertera. Sampai dia menemukan map bertuliskan : Data Pengurus OSIS 2018.
Ryan menarik map itu keluar, kemudian membuka-buka halamannya dengan cepat. Terus membuka hingga sampai di satu halaman. Ryan membaca halaman itu dan terdiam.
67.INT. RUMAH RASYID DAN MARNI - KAMAR KAI — NIGHT
Kai duduk di ranjangnya. Tangannya membawa setumpuk kertas berisi data diri siswa. Terlihat nama yang tertulis di sana : Joannika Indriani. Kai membaca data itu dengan teliti.
RYAN (V.O.)
Aku berhasil dapet dari database OSIS. Joannika ada di bagian tim publikasi dan desain. Aku udah coba hubungin senior-senior lain di angkatan itu, tapi enggak dapet info apa-apa selain dia anaknya pendiem dan susah diajak kerja sama. Kayaknya bener kata Sekar, dia emang enggak punya temen.
68.INT. RUMAH RASYID DAN MARNI - RUANG MAKAN — NIGHT (FLASHBACK)
Ryan duduk di samping Kai. Di meja makan, kertas-kertas berisi data diri Joannika tersebar.
KAI
Kalian enggak ada fotonya?
RYAN
Nah, itu. Harusnya OSIS selalu ngumpulin foto di formulir. Tapi aku udah cari enggak ada lagi. Apa karena dia direkrut khusus, ya? Rekomendasi guru?
Kai mendengus kecewa.
RYAN
Oh iya, dan aku juga udah nyoba tanya ke guru-guru. Termasuk Bu Nurul yang ngerekomendasiin dia.
KAI
(terkejut)
Kamu nanyain guru juga? Mereka enggak ngerasa aneh apa kamu tiba-tiba tanya tentang Joannika?
Ryan tersenyum dan mengangkat dadanya, menyombongkan diri.
RYAN
Ya, aneh. Aku bilang aja mau evaluasi kepengurusan OSIS dari tahun ke tahun. Eh, tapi ya,guru-guru bilang, Joannika anaknya pinter, baik, sopan, berprestasi lagi. Terutama di seni rupa.
(mengangkat salah satu kertas)
Coba lihat, dia sering banget menang lomba melukis.
Kai menatap kertas yang disodorkan Ryan.
INTERCUT PRESENT AND FLASHBACK
(Present) Kai yang duduk di ranjang, membaca daftar prestasi melukis Joannika. Pandangan Kai berhenti pada : Juara 1 Lomba Melukis Nusantara Tingkat Nasional.
RYAN (V.O.)
Maksud Bu Nurul ngerekomendasiin dia ke OSIS, ya biar dia bisa punya temen, bersosialisasi gitu. Dia ngerasa sayang banget anak seberbakat Joannika enggak bisa berbaur sama yang lain.
(beat)
Dia bahkan pernah diundang ke Jakarta buat nerima hadiahnya langsung dari menteri. Sekeren itu, Kai. Tapi sekolah gagal minta persetujuan bapaknya.
(Flashback) Di meja makan, Kai menoleh heran ke arah Ryan.
KAI
Terus?
RYAN
Ya, enggak bisa berangkat.
(beat)
Emang anehnya enggak main-main Pak Braga itu. Bukannya bangga, malah ngelarang.
(beat)
Tahu, enggak? Joannika juga punya riwayat bolak-balik ke ruangan BK.
Kai membuka halaman selanjutnya.
(Present) Kai membaca halaman tentang riwayat konseling Joannika. Tertulis : kebiasaan self harm. Melukai diri dengan benda tajam.
RYAN (V.O.)
Ada guru yang lihat banyak bekas goresan gitu di tangannya. Kemungkinan besar self-harm.
(beat)
Ngeri enggak, sih?
Kai menurunkan kertasnya. Dahinya berkerut, berpikir. Ingatan tentang Cho muncul di kepalanya.
69.INT. TAMAN MUSIM SEMI — DAY (FLASHBACK)
Di bawah guyuran hujan, Kai menarik tangan Cho mendekat dan menyingkap lengan bajunya. Terlihat banyak bekas goresan di tangannya. Cho langsung menarik tangannya dan kembali menutup lengan bajunya.
CHO
Kalau ada orang yang tanya tentang luka bakar di mata kamu itu, emangnya kamu bisa segampang itu jawab?
Cho menatap Kai dengan marah.
Back to Scene.
Kai terdiam, mencoba mengkaitkan semua hal. Dia pun mendapatkan satu kesimpulan yang masih dia ragukan.
KAI
Cho…?
Kai menarik napasnya dalam-dalam, kemudian menangkup wajahnya dengan stress.