Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Musim Semi dan Kisah yang Hilang dalam Mimpi
Suka
Favorit
Bagikan
8. Rasa Pahit Masa Lalu

52.EXT. HALAMAN VILA TUA/TERAS VILA TUA — DAY

Kai berlari menuju teras vila tua, lalu hendak membuka pintu depan seperti biasanya. Namun, pintu itu tak bisa terbuka. Kai terus mencoba membukanya, berusaha mendorongnya, tetapi tidak bisa. Kai menggedor pintu keras-keras.

KAI
CHO! CHO! BUKA, CHO!

Tak ada jawaban.

Kai berpindah ke jendela di samping, mengetuk-ngetuk sambil berusaha membukanya. Namun, lagi-lagi jendela itu tak bisa terbuka.

KAI
CHO! PLEASE, CHO! CHO!

Kai berusaha melihat ke dalam tetapi tak terlihat apa-apa. Kai mengembuskan napas dengan putus asa.

53.EXT. BUKIT — DAY

Kai menuntun sepedanya menaiki bukit yang pernah dia datangi bersama Cho. Kai melihat ke sekitar, mencari Cho. Namun, tak ada siapa-siapa.

54.EXT. JALANAN DESA — DAY

Kai mengayuh sepedanya menyusuri jalanan desa. Pandangannya berkeliling ke segala arah, mencari sosok Cho.

55.EXT. KEBUN POHON KARET — DAY

Kai berjalan sendiri di tengah kebun karet untuk mencari Cho.

56.EXT. TERAS VILA TUA — DAY

Kai berusaha membuka kunci pintu dengan obeng.

57.EXT. JALANAN DESA — DAY

Kai mengayuh sepedanya semakin cepat.

58.EXT. TAMAN MUSIM SEMI — DAY

Kai menghentikan kayuhan sepedanya di depan taman musim semi gersang yang pernah ditunjukkan Cho. Kai mendesah putus asa karena tetap tak menemukan Cho di sana.

59.EXT. TELAGA — DAY

Kai berdiri di pinggir telaga yang sepi. Dia memanggil nama Cho sekeras mungkin dengan frustasi.

60.EXT. TERAS VILA TUA — DAY

Kai masih berusaha mengutak-atik kunci pintu hingga.. berhasil terbuka! Kai tersenyum lega.

61.EXT. LANTAI ATAS VILA TUA — MOMENTS LATER

Kai berlari ke lantai atas. Senyumnya langsung menghilang begitu sampai di sana. Penampilan lantai atas terlihat jauh berbeda dengan yang biasa dilihatnya. Kini ruangan itu terlihat gelap, kumuh, berdebu, persis seperti ruangan yang sudah ditinggalkan bertahun-tahun. Ruangan itu terlihat amat kosong. Hanya ada lemari kaca dan meja penuh barang yang ditaruh di pojok ruangan begitu saja.

Kai mengamati ruangan itu sambil melangkah pelan. Wajahnya terlihat penuh tanya dan kecewa. Obeng di tangannya terlepas begitu saja ke lantai. Kai mencoba menenangkan diri dan mencari sesuatu yang bisa dikenalinya. Lalu pandangannya terhenti pada radio tua yang dia perbaiki di atas meja.

Kai mendekat dan menyalakannya dengan hati-hati. Sebuah lagu sedih melantun dengan suara jernih dari sana. Dengan frustasi, Kai mendorong radio tua itu sampai jatuh berkeping-keping di lantai.

Kai duduk di lantai dengan putus, tak tahu lagi harus mencari Cho di mana.

62.EXT. KUBURAN — DAY

Kai, Ryan, dan Sekar berpencar di kuburan, membaca nama yang tertera di tiap nisan.

RYAN
Siapa tadi namanya?
KAI
Cho.
RYAN
Nama panjangnya, lah.
KAI
Engga tahu. Cari aja yang ada Cho-cho-nya.

Ryan berdecak kesal sebelum kembali mencari. Sekar mendekati Ryan dengan wajah bingung.

SEKAR
Ini kita ngapain, sih? Kalau mau pesugihan yang gitu-gitu, aku mau pulang aja. Enggak ikut-ikut.
RYAN
Ya, masa pesugihan siang-siang bolong gini.
SEKAR
Ya, siapa tahu. Aku kan enggak tahu gimana ritualnya. Emangnya kamu tahu?
RYAN
Udah, lah, Mending kita cepet selesaiin, biar si Kai enggak rewel lagi.

Ryan melirik nisan di sampingnya, lalu berteriak kepada Kai.

RYAN
Ada ni, Kai, Choirudin!

Dari kejauhan, Kai menggeleng dan langsung berbalik mengabaikan Ryan. Kai berjalan mendekat ke nisan lain. Lalu, tiba-tiba langkahnya berhenti saat ada sosok asing yang berdiri di depannya, menghalangi langkah Kai. Sosok asing itu adalah lelaki berusia 50 tahun ke atas bernama BRAGA. Braga terlihat kurus, muram, kusut, tak terurus. Braga memerhatikan Kai dengan penuh curiga.

Kai yang merasa tak mengenal Braga, hanya menundukkan kepala dengan sopan. Ryan yang berada agak jauh dari mereka, menoleh untuk berbicara kepada Kai.

RYAN
Kai, kira-kira meninggalnya ka-

Ucapan Ryan terhenti saat dia melihat sosok Braga di depan Kai. Braga melihat ke arah Ryan. Seketika wajah Ryan berubah panik. Ryan langsung berjalan cepat menghampiri Kai, diikuti Sekar di belakangnya.

Begitu dekat, Ryan langsung mengamit lengan Kai dan menariknya dengan paksa. Kai terlihat bingung.

RYAN
(ke Kai, berbisik)
Kita lanjut besok aja.
(ke Braga)
Permisi, Pak Braga.

Kai mengernyit kaget.

KAI
(ke Ryan)
Braga?

Ryan langsung memukul lengan Kai, memerintahnya untuk diam. Ryan memberi isyarat kepada Sekar untuk membantunya menarik Kai pulang. Sekar pun menurut. Sambil menghindari tatapan Braga, mereka menarik paksa Kai untuk berbalik pulang bersama mereka.

KAI
(berbisik, kesal)
Kenapa, sih?
RYAN
(berbisik)
Diem aja dulu, nanti aku ceritain.

Di belakang mereka bertiga, terlihat Braga samar-samar sedang mengamati mereka bertiga.

BRAGA
Jadi dia bener sepupumu, Yan? Masih berani dia balik ke sini?
(beat)
Baru tahu saya kalau desa ini sekarang nerima pembunuh.

Langkah Kai langsung berhenti. Ryan makin panik, sementara Sekar terlihat bingung. Kai menarik lepas tangannya dari Ryan dan Sekar, lalu berbalik menatap Braga dengan penuh tanya. Braga tersenyum masam.

BRAGA
Kenapa? Kamu kira semua orang udah lupa? Kamu kira kamu bisa seenaknya aja dimaafin semua orang?

Braga terus melangkah mendekat ke arah Kai. Kai berusaha menahan diri untuk tak mundur. Braga meraih kerah baju Kai, menariknya mendekat.

BRAGA (CONT’D)

(suara meninggi)

Saya enggak akan lupa. Saya enggak akan lupa gimana kamu ngebunuh anak saya. Joannika mati karena kamu!

Tangan Braga beralih ke leher Kai dan mencekiknya. Kai membeku, tak sanggup menghindar dan melawan. Kai menatap Braga, berusaha memahami kemarahannya. Braga makin kesetanan melihat tatapan Kai.

BRAGA (CONT’D)
HARUSNYA KAMU MATI, ANAK SETAN! HARUSNYA KAMU JUGA MATI! HARUSNYA KAMU YANG MATI, BUKAN JOANNIKA!

Ryan dan Sekar menghambur dengan panik. Mereka berdua berusaha melepas tangan Braga yang mencekik Kai.

RYAN
PAK BRAGA, TOLONG LEPASIN! PAK! SEPUPU SAYA BISA MATI! TOLONG!
SEKAR
(menangis takut)
KAI! KAI!
(berteriak ke luar kuburan)
SIAPAPUN TOLONG! TOLONG!

Braga masih tak melepaskan cekikannya. Wajah Kai terlihat pucat dan kesakitan. Tatapan Kai mulai melemah.


CUT TO:



Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar