Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
68. INT. RUANG TAMU ASOKA - PAGI
Asoka meringis. Terdengar pintu rumahnya diketuk.
INSERT TO
Dua pria berjaket dan penampilan casual mengetuk pintu. Mereka saling pandang.
PRIA NARKOBA #1 (OS)
Asoka, ini kami. Buka pintunya.
Asoka memandang pintu rumahnya dengan tatapan sendu. Pintu terbuka dan muncul dua pria yang mengetuk pintu. PRIA NARKOBA #2 tersenyum sembari menyilangkan tangan di depan dada. Usia mereka 30 tahunan.
PRIA NARKOBA #2
Hem… kalau bukan Bos Malik, pasti kau sudah sekarat.
Pria narkoba #2 mendekat. Dia merogoh laci jaketnya dan menaruh bungkusan keci di meja tamu Asoka. Lalu tersenyum mengejek pada Asoka. Asoka masih diam menatap bungkusan kecil berisi serbuk narkoba di dalamnya.
PRIA NARKOBA #2
Lihat dirimu. Jangan sok berani mau melepaskan diri dari jaringan Bos Malik. Kau tidak akan bisa, apalagi lepas dari kecanduan.
Mata Asoka berubah tajam menatap PRIA NARKOBA #2. Asoka memperbaiki posisi duduknya di lantai.
ASOKA
(tersenyum sinis)
Setidaknya aku berusaha tidak menjadi anjing peliharaan selamanya seperti kalian.
PRIA NARKOBA #2
Keparat!
Pria narkoba maju dan menampar pipi Asoka. Asoka menatapnya tajam. Lalu tersenyum mengejek.
ASOKA
Keberanianmu hanya pada orang sepertiku? Hahahah…. Menggelikan.
Wajah pria narkoba #2 menegang. Kedua tangannya mengepal.Pria Narkoba #1 maju mendekati rekannya dan Asoka.
PRIA NARKOBA #1
Jangan buat masalah. Kita pergi sekarang. Aku tidak yakin dia mampu bertahan tanpa narkoba. (tersenyum sinis)
Pria narkoba #2 masih terdiam dan saling tatap dengan Asoka.
ASOKA
Kalian akan hancur!
PRIA NARKOBA #2
(menunjuk wajah Asoka) Kau akan mati kalau melaporkan kami!
Pria narkoba #2 mendengus keras lalu berbalik menuju pintu diikuti pria narkoba #1. Mereka berhenti sejenak. Pria Narkoba #2 berbalik lalu menatap tajam pada Asoka. Lalu kedunya membuka pintu dan keluar. Di depan rumah tampak sepi. Terdengar sayup-sayup suara mengaji dari masjid.
Asoka menatap sendu pada narkoba di meja. Tubuhnya bergetar, wajahnya menahan sakit. Dia mengerang menahan permintaan ganja di tubuhnya. Asoka merangkak menuju meja.
CUT TO
69 INT. MASJID BESAR DI SEBUAH PERUMAHAN – SIANG
Aulian berceramah di podium. Wajahnya selalu dihiasi senyum saat memberikan ceramah. Beberapa Jemaah duduk di hadapannya mendengar dengan kyusuk. Aulian menyapu pandangan ke seluruh jemaat.
AULIAN
Seorang anak sejatinya juga memiliki hak dan hal ini sudah tertulis jelas di dalam Alquran. Sejatinya anak adalah perhiasan dunia. Seperti yang tertulis di firman Allah SWT yang berbunyi:
Al-malu wal-banuna zinatul-ḥayatid-dun-ya, wal-baqiyatus-salihatu khairun 'inda rabbika sawabaw wa khairun amala. Arti ayat tersebut adalah harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.(tersenyum)
CUT BACK TO
70 INT. RUANG TAMU RUMAH ASOKA- SIANG
Asoka menatap nanar pada narkoba di tangannya.
AULIAN (OS)
Anak adalah anugerah Yang Maha Kuasa bagi para orang tua. Anak juga amanah dan perhiasan bagi mereka, sekaligus kebanggaan di kemudian hari. Namun di samping itu, anak juga bisa menjadi fitnah atau ujian, bahkan menjadi musuh bagi para orang tuanya.
(beat).
Asoka membuka kemasan narkoba. Meletakkannya kembali. Dia mengerang kesakitan.
ASOKA (VO)
Aku kuat!
AULIAN (OS)
Dalam Alquran Surah At-Taghabun ayah 64 yang berbunyi Innamaa amwaalukum wa-aulaadukum fitnatun wallahu ‘indahu ajrun ‘azhiimun, yang artinya Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar."
Asoka terkulai. Pingsan. Kemasan narkoba tergeletak di sampingnya.
CUT TO
71. EXT. HALAMAN MASJID BESAR – SIANG
Aulian mendapat salam dari Jemaah. KETUA RW perumahan mendekat pada Aulian. Sekretaris Aulian, RUDIANTO (35 tahun) berdiri di sampingi Aulian.
KETUA RW
(tersenyum)
Maaf, Pak Aulian. Kiranya berkenan, mohon mampir ke rumah. Warga kami sudah menyiapkan makan siang
AULIAN
Baiklah, Pak. Terima kasih
RUDIANTO
(berbisik pada Aulian)
Tapi, Pak Aulian masih ada jadwal seminar nasional. Nanti sore ada rapat proyek dengan direksi.
AULIAN
(tanpa menatap Rudianto)
Kita makan bersama mereka
Rudianto mengangguk hormat lalu melihat ke arah Pak RW, di sampingnya.
RUDIANTO
Ehm, Pak RW, apakah rumah bapak jauh?
PAK RW
Hanya seratus meter, Pak. Tapi kalau Pak Aulian mau naik mobil,silakan.
Rudianto menatap Aulian. Meminta persetujuan.
RUDIANTO
Saya ambil mobil Bapak dulu
AULIAN
Tidak usah
RUDIANTO
Tapi, ini cuacanya…
Aulian menatap tajam pada Rudianto lalu berjalan bersama Pak RW. Rudianto diam dan mengikuti di belakang Aulian. Beberapa warga yang menjadi jemaah ceramahnya siang itu turut menemani. Rumah Pak RW tak begitu jauh sehingga mereka berjalan kaki sekitar 100 meter.
CUT TO
72. EXT. HALAMAN RUMAH PAK RW – SIANG
Halaman rumah pak RW rindang oleh pepohonan mangga dan beberapa pot berisi tanaman hias berjejer rapi di teras. Seorang anak kecil perempuan sedang memanjat pohon mangga. Pada bagian sisi kanan halaman, beberapa kursi dan meja sudah berderet rapi. Hidangan pun disiapkan.
Aulian dan warga masuk ke halaman rumah. Mata Aulian fokus menatap seorang bocah yang sedang menikmati mangga matang di bawah pohon dengan lahap. Jenis mangga yang sama yang sering dibawakan Asoka saat dirinya dikurung di rumah hitam atas laut. Tatapan matanya tak berkedip. Rudianto dan Pak RW menatap heran melihat Aulian terpaku di tempatnya.
CUT TO
73. EXT. TERAS RUMAH HITAM ALI – SORE (FLASH BACK)
Ali, Asoka dan Rizal duduk dengan kaki menggantung ke laut. Cakrawala tanpa berwarna orange dan membentuk lukisan indah. Laut memantulkan warna langit senja yang indah.
ASOKA
Mangga ini enak, Kak. Aku petik sendiri dari pohon manggamu.
RIZAL
Asoka selalu membuatku berteriak kalau dia manjat
ASOKA
Kau penakut
ALI
Pantas rasanya enak, inikan buah yang aku tanam dulu.
RIZAL
Kau yang tanam, Asoka yang petik
ASOKA
Tapi kan Kak Ali juga yang makan
Mereka tertawa bersama.
CUT BACK TO
74 EXT. HALAMAN RUMAH PAK RW – SIANG
Aulian masih terpaku menatap adegan bocah yang menikmati mangga bersama temannya. Pak RW dan Rudianto berbisik.
PAK RW
(berbisik pada Rudianto)
Pak Aulian kenapa?
Rudianto menggelang dan mengedikkan bahu.
RUDIANTO
Bapak mau makan mangga?
Aulian tersadar dan tersenyum pada Rudianto dan PAK RW. Aulian mengangguk.
PAK RW
Kami memang punya mangga manis pak.
Aulian, Rudianto, Pak RW makan bersama. Beberapa warga menunduk hormat pada Aulian. Di depannya terhidang irisan mangga. Aulian mengambilnya. Mengamatinya lama lalu memasukkan ke dalam mulut perlahan. Dia tersenyum.
CUT TO