Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Hepta-Hepti Merantau Sebelum Dilayarkan
Suka
Favorit
Bagikan
7. Hepta-Hepti | scene 61-70

61. EXT. RUMAH ISMAIL. TERAS. DAY.

Ismail sedang membaca sambil memakan goreng pisang. Karta keluar dari pintu. Ia duduk di sebelah Ismail. Tampak olehnya buku-buku terungguk di meja.

Karta membaca judul paling atas.

KARTA 

Langkah Tiga, Langkah Empat, Langkah Sembilan. Maksudnya?

ISMAIL

(sambil mengunyah goreng)

Kamu baca, Baru kamu paham.

Karta membaca buku tersebut. 

CUT TO:

62. INT. RUMAH ISMAIL. DAPUR. DAY.

Amak sedang memarut kelapa dengan kukuran. Amak duduk di atas kukuran itu. Esah duduk sambil mengupas jahe dan lengkuas di meja dapur. Tampak Tari duduk di dekat Esah.

AMAK 

Tari, Ismail bakal mencari bini di sini.

TARI

Baguslah itu, Mak.

ESAH

Mau Tari jadi bini uda?

TARI

Tidaklah, Uni. Belum ada terpikir oleh Tari untuk berlaki. Selesaikan kuliah dulu.

ESAH

Sekolah-sekolah terus, nanti juga bakalan di dapur saja. Sama seperti uni.

TARI

Itu sudah jadi kodrat mah Uni. 

AMAK 

Kalau ada guru Tari yang masih gadis, kasihlah ke Uda.

TARI

Banyak, Mak. Nantilah Tari carikan.

ESAH

(tertawa kecil)

Amak ini mau pula bermenantu dosen. Entah mau tidak dosen itu dengan Uda Mail.

Tari ikut tertawa.

CUT TO:

63. EXT. RUMAH ISMAIL. TERAS. DAY.

Karta meletakan buku. Ia teguk teh manis di meja.

KARTA 

Kapan kita akan belajar silat? Waktuku semakin dekat juga.

Ismail masih membaca. 

ISMAIL

Itu guru silatmu sudah datang.

KARTA 

Mana?

ISMAIL

Tari.

KARTA 

Kamu bercanda saja.

Ismail melipat bukunya. Ia ambil gelas teh manis. Lalu ia teguk teh itu.

ISMAIL

Kalau kamu tak percaya, cobalah.

KARTA 

Diapakan?

ISMAIL

Kamu peluk dia. Kalau tidak remuk tulangmu nanti.

KARTA 

Mana mungkin?

ISMAIL

Coba saja.

Terdengar suara langkah Tari menuju pintu keluar.

KARTA 

Baiklah akan aku coba.

Karta bersiap-siap di dekat pintu. Ia hitung langkah Tari. Ketika tari hampir sampai pintu, Karta menghadang dan langsung memeluk Tari. 

Baru saja Karta akan melengkungkan tagannya ke punggung Tari. Dengan sigap Tari mundur dan mengambil pergelangan tangan Karta. Ia pilin dan angkat tangan Karta setinggi bahu. Karta meringis kesakitan. Satu tendangan Tari menghantam dada Karta. Karta seperti terbang dan tersungkur di halaman rumah.

Ismail melayangkan tendangan kerusuk Tari. Tari mengelak, tendangan itu melewati pinggannya. Ismail melayangkan tamparan ke kepala Tari. Tari mengelak dan langsung menyerang lipatan kaki Ismail. Ismail tersungkur ke lantai rumah.

CUT TO:

64. INT. RUMAH ISMAIL. DAPUR. DAY.

Bunyi gubrak terdengar keras dari arah teras rumah.

AMAK 

Bunyi apa itu?

Amak dan Esah bergegas keluar rumah.

CUT TO:

65. EXT. RUMAH ISMAIL. HALAMAN. DAY.

Karta memperhatikan pertarungan Ismail dan Tari di teras. Mereka bertarung dengan sengit. Serangan demi serangan berbalas dengan cepat.

Amak dan Esah keluar dari pintu. Dengan sigap Amak melerai pertengkaran itu.

AMAK 

Kenapa kalian ini? Ha?

Ismail dan Tari berhenti menyerang keduanya saling menahan serangan. Ismail menurunkan tangan dan menyalami Tari.

ISMAIL

(sesak nafas)

Maaf Tari, Uda tidak bermaksud kurang aja. Hanya saja Karta tidak percaya dengan kemampuan Tari dalam bersilat.

TARI

(sesak nafas)

Tidak begitu pula caranya, Da.

Karta menaiki teras.

KARTA 

Benar itu, aku tidak percaya perempuan selembut kamu sangatlah kuat. Maafkan aku.

TARI

Tidak masalah. 

KARTA 

Maukah kamu menjadi guruku?

Karta menundukan kepala dan merapatkan kedua telapak tangan lebih tinggi dari kepalanya.

Amak dan Esah menyaksikan saja.

TARI

Baiklah tapi dengan syarat.

ISMAIL

Nanti kamu carilah di pasar, Kar, kain putih, jarum jahit, pisau.

TARI

(memotong)

Bukan itu syaratnya. Tapi Uda Ismail harus membangkitkan lagi sasaran silat di kampung ini.

Ismail menggaruk-garuk kepala.

ISMAIL

Itu syarat yang berat Tari. Uda belum mau tinggal di kampung.

TARI

Kalau begitu ya sudahlah.

Kepala Ismail bertambah gatal. Ia garuk lebih kencang.

ISMAIL

Iyalah. Tapi kita selesaikan dulu perkara Karta.

Karta tampak senang. Amak dan Esah menatap Ismail dan kembali ke dapur. Ismail menggeleng-geleng karena ia membayangkan akan berada di kampung selamanya.

CUT TO:

66. EXT. KAMPUNG ISMAIL. JALANAN. DAY.

Rudi sedang mengendarai motor becaknya. Galon-galon kosong berada di becaknya.

Tampak olehnya di halaman rumah Ismail, Tari sedang memegang-megang tangan Karta. Ismail hanya duduk memperhatikan dari jenjang teras rumahnya. 

Kening Rudi berkerut. Ia terlihat marah. Becak ia gas melewatkan rumah Ismail.

CUT TO:

67. EXT. RUMAH ISMAIL. HALAMAN. DAY.

Tari meluruskan jari-jari Karta yang kaku. Setelah itu ia betulkan kuda-kuda Karta. Ismail masih memperhatikan dari jenjang teras rumahnya.

Tari membuka langkah. Karta mengikuti dengan terbata-bata. 

CUT TO:

68. EXT. RUMAH ISMAIL. HALAMAN SAMPING. DAY. 

Di halaman samping tampak Amak sedang menjemur padi. Ia membalik-balik padi itu dengan sisir.

CUT TO:

69. INT. RUMAH ISMAIL. DAPUR. DAY.

Esah memeras santan. Terdengar dering telepon genggamnya di atas meja. Ia ambil telepon genggam itu. Sebuah panggilan dari Mak Adang. Esah ragu-ragu mengangkatnya. Namun diangkat juga.

ESAH

Hallo, assalamualaikum, Mak Adang.

MAK ADANG (O.S)

Waalaikumsalam.

ESAH

Bagaimana kabar, Mak?

MAK ADANG (O.S)

Alhamdulillah sehat. Amakmu ada, Sah?

ESAH

Ada. Tunggu sebentar ya, Mak.

Esah berjalan ke pintu samping.

CUT TO:

70. EXT. RUMAH ISMAIL. HALAMAN SAMPING. DAY.

Amak masih menyisir padi. Tampak esah keluar dari pintu samping.

ESAH

Mak.

Amak menoleh ke arah Esah yang sedang menyodorkan telepon genggam.

ESAH

Mak Adang menelepon.

Amak meninggalkan padi. Ia berjalan ke arah Esah.

AMAK 

Assalammualaikum, Da.

MAK ADANG (O.S)

Waalaikumsalam.

AMAK 

Bagaimana kabar, Da?

MAK ADANG (O.S)

Alhamdulillah. Tapi ada kabar kurang enak yang akan uda sampaikan.

AMAK 

Kabar apa itu, Da?

MAK ADANG (O.S)

Ismail sudah tidak bekerja lagi dengan uda. Sampai sekarang uda tidak ada lagi melihatnya.

Amak terdiam.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar