Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Hepta-Hepti Merantau Sebelum Dilayarkan
Suka
Favorit
Bagikan
5. Hepta-Hepti | scene 41-50

41. INT/EXT. RUMAH ISMAIL. TERAS. NIGHT.

Ismail turun dari pagar pembatas teras rumahnya.

ISMAIL

Kesinilah dulu.

BUYUANG

Besok sajalah.

ISMAIL

Sebentar. 

Buyuang memundurkan mobilnya ke halaman rumah Ismail. Ismail memperhatikan gerak mobil itu.

CUT TO:

42. INT. MOBIL BUYUANG. NIGHT.

Buyuang mematikan mesin mobil. Setelah itu, ia buka pintu mobil.

CUT TO:

43. INT. RUMAH ISMAIL. TERAS. NIGHT.

Ismail berdiri memperhatikan Buyuang. Terdengar suara pintu mobil ditutup.

BUYUANG (O.S)

Sudah habis saja uang, Uda? Termenung seperti beruk.

ISMAIL

Kamu jangan membentak-bentak saya terus.

Buyuang menaiki teras. Ia duduk di kursi. 

BUYUANG

Serius uda tampaknya mah.

Ismail duduk di pagar teras. Ia pandangi purnama.

ISMAIL

Uda sedang panik.

Buyuang melihat segelas kopi di meja teras. Ia hendak meminumnya namun isinya telah habis.

ISMAIL (O.S)

Dari mana kamu tadi?

BUYUANG

Pulang rapat pemuda.

Purnama bersinar terang. Ismail turun dari pagar teras. Ia berjalan-jalan di sepanjang teras.

ISMAIL

Benar, Malin Duano sudah mati?

BUYUANG

Sudah.

ISMAIL

Tuan Gunung?

BUYUANG

Mati.

ISMAIL

Sutan Pancak?

BUYUANG

Tewas.

ISMAIL

Rajo Ameh?

BUYUANG

Meninggal.

ISMAIL

Siapa yang tinggal lagi?

BUYUANG

Ismail.

Ismail menghentikan langkahnya.

ISMAIL

Seriuslah?

BUYUANG

Itu serius Uda... Bagaimanalah caranya lagi. Cuma uda pendekar yang tersisa.

ISMAIL

Uda mana pula pendekar?

BUYUANG

Janganlah merendah-merendah terus terpijak nanti sama orang.

Ismail mendekati Buyuang. Ia hadapkan wajahnya ke wajah Buyuang. Lalu ia besarkan mata.

ISMAIL

Kalau kamu tahu udamu ini pendekar, kenapa bicaramu selalu membentak-bentak uda?

BUYUANG

(cengengesan)

Tadi kan uda belum tahu.

Buyuang berdiri dan berjalan meninggalkan teras. Ismail tetap terpaku memperhatikan Buyuang.

ISMAIL

Mau kemana?

BUYUANG

Pulang.

ISMAIL

Tunggulah sebentar lagi.

Buyuang terus berjalan mendekati mobil. 

CUT TO:

44. EXT. PERKAMPUNGAN ISMAIL. DAY.

Matahari terbit dari balik perbukitan. Cahayanya menyinari gonjong-gonjong rumah gadang. Padi-padi menguning di sawah yang luas. Tampak burung-burung berterbangan di antara langit dan padi yang menguning.

Kendaraan lalu-lalang di jalanan perkampungan Ismail. Mereka saling menyapa ketika berpapasan. Begitu juga dengan pejalan kaki, tampak ramai di jalanan. Anak-anak dengan seragam sekolah berajalan beriringan meniti pematang sawah.

CUT TO:

45. EXT. RUMAH ISMAIL. HALAMAN SAMPING. DAY.

Sebuah pintu yang menghadap jemuran kain. Pintu itu terbuka. Esah keluar dari sana sambil menjinjing seember pakaian yang hendak di jemurnya. Ia terus berjalan ke tali jemuran.

Sesampai di tali jemuran, Esah meletakan ember di bawahnya. Ia ambil kain basah dari dalam ember itu dan memerasnya. Air perasan dari kain itu jatuh membasahi tanah. Lalu ia kembangkan dan kibas-kibaskan kain yang diperas itu.

CUT TO:

46. INT. RUMAH ISMAIL. KAMAR. DAY.

Cahaya matahari masuk dari ventilasi kamar. Cahayanya menerangi wajah Karta yang masih tertidur. Perlahan ia membuka mata. Cahaya matahari menyilaukan matanya. Ia duduk. Tampak olehnya Ismail masih tertidur nyenyak.

Karta berdiri dan mengambil telepon genggamnya yang berada di meja. Terlihat di layar telepon genggamnya pemberitahuan panggilan tidak terjawab dari Windi.

CUT TO:

47. EXT. RUMAH ISMAIL. HALAMAN SAMPING. DAY.

Esah mememeras kain basah. Setelah itu ia kibas-kibaskan. Lalu ia gantungkan di tali jemuran.

Tampak olehnya jendela kamar Ismail di hadapannya dibuka Karta. Ia perhatikan namun Karta membalikan badan sambil melihat telepon genggam.

CUT TO:

48. INT. RUMAH ISMAIL. KAMAR. DAY.

Cahaya terang menyiram tubuh Ismail. Ia menggeliat, membuka mata sesaat lalu menelungkupkan badan.

Di jendela tampak Karta sedang membaca pesan di telepon genggamnya.

KARTA

Gila nih...

Karta menelepon Windi. Bunyi tut... Dari telepon genggamnya terdengar.

CUT TO:

49. INT. RUANG KERJA WINDI. DAY. 

Sebuah laptop terkembang di atas meja. Telepon genggam di sebelah laptop itu berdering. 

Windi memasuki ruang kerja sambil membawa secangkir kopi hangat. Windi segera mengangkat panggilan di telepon genggamnya.

WINDI

Nah ini dia.

Windi duduk.

WINDI

Kar, gue didesak sutradara nih. Dia ingin melihat gerakan silat elo.

KARTA (O.S)

Baru sehari nyampe sini, Mbak. Tentu gue mesti belajar dulu.

WINDI

Iya. Pokokya harus segera dikuasai. Dua minggu ya?

KARTA (O.S)

Ya enggak bisa sesegera itulah, Mbak. Dua bulan deh.

WINDI

Gila lu dua bulan. Pokoknya dua minggu.

KARTA (O.S)

Gila lu, Mbak. Enggak mungkin.

WINDI

Enggak ada yang nggak mungkin, Kar. Ini kesempatan lo, kalau gak elo bakalan lewat. Belum ada sejarahnya, stuntman tiba-tiba lompat jadi bintang utama. Pokoknya elu harus bisa dalam dua minggu. Oke?

KARTA (O.S)

Tapi, Mbak. 

WINDI

Ya sudahlah. Dari pada gue malu, mending cari yang lain aja. 

CUT TO:

50. INT. RUMAH ISMAIL. KAMAR. DAY.

Karta yang masih menelepon terlihat panik.

KARTA

(gelagapan)

Jangan, Mbak. 

WINDI (O.S)

Berarti elu sanggup ya?

KARTA

(diam)

WINDI (O.S)

Gue mesti bikin janji nih sama sutradaranya. Bisa ya?

KARTA

Iya. Iya. Bisa. 

WINDI (O.S)

Sip. Elu kabari terus perkembangannya.

KARTA

(menggaruk-garuk kepala)

Oke. Oke, Mbak.

Telepon dimatikan Windi. Karta membalikan badan. Ia masih panik dan baginya dua minggu adalah waktu yang sangat tidak mungkin. Ia memandang ke luar jendela.

Tampak Esah di anatara pakaian-pakaian yang tergantung di tali jemuran. Karta tidak menyadari keberadaan Esah. Ia masih memikirkan cara untuk menguasai silat segera mungkin.

Esah tersenyum kepada Karta. Setelah itu ia meninggalkan jemuran sambil membawa ember yang telah kosong.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar