Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Hepta-Hepti Merantau Sebelum Dilayarkan
Suka
Favorit
Bagikan
1. Hepta-Hepti | scene 1-10

01. EXT. JEMBATAN. DAY.

Sebuah jembatan di jalan raya berpagar setinggi satu meter. Di bawahnya mengalir sungai berarus cukup deras. Tampak PRIA (25 tahun) berdiri di atas pagar jembatan itu sambil menelepon. 

PRIA

Maukah kau menikah denganku?

WANITA (O.S)

Tidak.

PRIA

Maukah kau menikah denganku?

WANITA (O.S)

Tidak.

PRIA

Baiklah. Sekali lagi. Maukah kau menikah denganku?

WANITA (O.S)

Tidak, Dungu!

PRIA

Kau yakin di neraka tidak akan bersua denganku?

WANITA (O.S)

Entahlah?

PRIA

Kau yakin ingin berpisah denganku?

WANITA (O.S)

Yakin!

SUTRADARA

Cut!

Pria turun dari pagar jembatan. Beberapa orang kru melepas pengaman yang mengikat kakinya. Kru lainnya merapikan set dan membebaskan tali-temali di sekitaran set.

Tampak PENATA LAKU dan ASSISTEN SUTRADARA sedang berdiskusi bersama KARTA (lelaki, 28 tahun) dengan kostum menyerupai Pria di dekat pagar jembatan.

SUTRADARA memperhatikan monitor yang menayangkan adegan Pria sedang menelepon di atas pagar jembatan.

SUTRADARA

Good. Bungkus.

Sutradara mengembangkan skenario yang ia pegang. Mencentang sesuatu di skenario itu sambil mengulum-ngulum bibir.

SUTRADARA

Eh, itu stuntman sudah oke?

Assisten Sutradara mengacungkan dua jempol sambil tersenyum.

Karta menaiki pagar jembatan tanpa pengikat kaki dan pelindung diri lainnya. Ia melihat ke sungai. Di tepi-tepi sungai telah menanti kru penyelamat dan kameramen. Dengan gagah ia menirukan gesture terakhir Pria.

SUTRADARA

Semuanya udah ready, ya? Kru di bawah oke? 

ASISTEN SUTRADARA

Ready, Pak.

SUTRADARA

Oke. Kamera. Rolling and action.

Karta melompat.

KARTA (V.O)

Inilah lakonku, lakon pengganti, lakon yang siap mati. Ibuku tak sekaya ibukota karena itulah aku tidak bisa terus berlama-lama dengannya. Impian menjadi bintang film seakan-akan adalah solusi agar ibuku bisa kubawa ke ibukota. Tapi apalah daya lakonku hanyalah lakon pengganti.

Suara air berkecipak. Karta tenggelam di sungai. 

FADE OUT

02. INT. RUMAH MAKAN PADANG. DAY.

Sebuah rumah makan padang sedang ramai pelanggan. PELAYAN-PELAYAN saling berpapasan sambil menating piring. Ada yang membawa piring-piring kosong dan ada yang membawa piring-piring berisi berbagai macam masakan. 

PELAYAN 1

(bersorak)

Tambuah tiga di meja empat.

PELAYAN yang lain meletakkan piring-piring berisi berbagai macam masakan yang ditatingnya di meja pelanggan dengan rapi.

Di meja lain, PELAYAN 2 mencatat di secarik kertas sambil menghitung piring-piring kosong di hadapan pelanggan yang merupakan sebuah keluarga besar.

PELAYAN 2

Ada pakai kerupuk, Pak?

PELANGGAN 1

Kakak tadi ambil kerupuk yang itu dua. 

Pelanggan 1 menunjuk piring berisi kerupuk emping yang masih terbungkus plastik.

Pelayan 2 mencatatnya.

PELAYAN 2

Itu saja?

PELANGGAN 2

Tidak ada lagi kan? 

Pelanggan lainnya di meja itu tidak menjawab.

PELANGGAN 2

Iya itu saja.

Pelayan 2 mencabik secarik kertas yang ditulisnya itu. Lalu ia berikan kepada Pelanggan 2.

Di meja kasir tampak MAK ADANG (lelaki, 60 tahun) sedang berkerut kening. Pelayan 3 lewat di depannya. 

MAK ADANG

Ada kamu lihat, Ismail?

PELAYAN 3

(berhenti)

Mungkin di dapur, Mak.

MAK ADANG

Panggilkan dia!

PELAYAN 3

Baik, Mak.

Pelayan 3 meninggalkan Mak Adang. Keningnya masih berkerut. Seorang pelanggan menghampirinya. Mak Adang mengembangkan senyum.  

CUT TO:

03. INT. RUMAH MAKAN PADANG. GUDANG. DAY.

Sebuah kamar sekaligus gudang dipenuhi dengan kardus, serbet, tusuk gigi, kantong plastik, dan sebagainya. Barang-barang itu tersusun rapi.

Di salah satu sisi dinding kamar tergantung pakaian-pakaian milik pelayan. Helm-helm tersusun rapi di bawah baju-baju yang tergantung itu.

Tampak ISMAIL (lelaki 30 tahun) tidur terlentang di atas unggukan kardus bekas yang sudah terlipat. Pelayan 3 memasuki gudang.

PELAYAN 3

(menggelengkan kepala)

Kalau dibangunkan saya pula nanti yang diterjang.

Pelayan 3 keluar gudang.

CUT TO:

04. INT. RUMAH MAKAN PADANG. MEJA KASIR. DAY.  

Mak Adang memberikan uang kembalian kepada pelanggan. Setelah itu ia memberi hormat dan senyum kepada pelanggan. Pelanggan membalas pula dengan seyuman dan pergi.

Pelayan 3 menghampiri Mak Adang yang masih mengembangkan senyum.

PELAYAN 3

Mak Adang sajalah yang membangunkannya. Dia lagi pulas. 

MAK ADANG

Tidur?

Mak Adang mengunci laci kasir. Ia berjalan bergegas ke gudang.

CUT TO:

05. INT. RUMAH MAKAN PADANG. GUDANG. DAY.

Ismail masih tidur terlentang di atas unggukan kardus. Mak Adang memasuki gundang. Pelayan 3 mengiringinya. 

MAK ADANG

Lamak tidurnya, Bingkaruang Gadang!

Mak Adang menyepak kaki Ismail. Ismail terkejut. Dengan sigap ia berdiri sambil memasang kuda-kuda silat. Ia tegakan kepala, tampak olehnya Mak Adang sedang berkacak pinggang di pintu gudang.

ISMAIL

(menekur dan merapikan pakaiannya)

Mak. Dari tadi di sini?

MAK ADANG

Orang sedang ramai, kamu enak-enakan tidur. Bingkaruang Gadang kamu namanya itu.

ISMAIL

Tidak ada saya tidur, Mak. Itu tadi sedang mencari tusuk gigi.

MAK ADANG

Oh begitu caranya mencari tusuk gigi? Terkangkang seperti anjing kepanasan. Iya?

ISMAIL

(menegakan kepala)

Kasar sekali mulut, Mak Adang. Gaji tidak seberapa, malah caci maki yang berlebih. Tidak selalu saya ketiduran.

MAK ADANG

Lalu apa maumu?

ISMAIL

(terdiam)

MAK ADANG

Dengan cara kasar saja kamu tidak mengerti apalagi dengan cara yang halus. Kalau seperti ini terus, bisa mati tanpa taik kamu di rantau orang. Paham?

ISMAIL

Kalau seperti itu kata Mak Adang, baiklah. Saya mencari peruntungan lain. Lebih baik berinduk semang dengan orang lain ketimbang mamak sendiri. 

Ismail meninggalkan gudang. Mak Adang memberinya jalan. Di pintu, ia berhenti dan menatap Mak Adang.

MAK ADANG

Apa lagi yang kamu lihat?

Ismail terus melangkah hingga tak terlihat dari pintu gudang. 

CUT TO:

06. EXT. JALANAN JAKARTA. DAY.

Suara permainan rebab dengan dendang perasaian si anak rantau mengisi pahit dan getirnya kehidupan jalanan kota Jakarta.

Karta sedang mengendarai sepeda motor dengan laju tidak terlalu kencang. Warna merah menyala di lampu lalu lintas, Karta memberhentikan sepeda motornya.

Anak-anak Jalanan dan Pengemis menjajakan kesedihan kepada setiap pengendara yang berhenti di lampu lalu lintas itu.

Salah satu pengemis menadahkan tangan kepada Karta. Karta merogoh saku bajunya dan memberikan sehelai uang dua ribu kepada pengemis tersebut. 

Lampu lalu lintas berubah hijau. Kendaran-kendaran melaju. Anak Jalanan dan Pengemis menepi.

CUT TO:

07. INT. RUMAH KONTRAKAN. RUANG TENGAH. DAY.

Permainan rebab dengan dendang perasaian si anak rantau masih terdengar. 

Di meja ruang tamu, uang kertas dan logam tersusun rapi sesuai dengan pecahan-pecahannya. 

Kardus-kardus berserakan di lantai. Bebarapa diantaranya telah terisi pakaian dan barang-barang. Sisanya masih kosong.

Tampak sebuah kursi kayu yang menghadap ke pintu utama. Di sebelah kursi itu Ismail duduk bersila sambil menyandar di dinding. Ia gesek terus rebab di tangannya.

Terdengar suara sepeda motor memasuki halaman kontrakan. Ismail langsung berhenti memainkan rebabnya. Ia bergegas mengambil kardus kosong. Lalu ia masukkan uang yang tersusun di meja ke dalam kardus itu. Setelah semua uang masuk, segera ia tutup kardus itu.

CUT TO:

08. EXT. RUMAH KONTRAKAN. HALAMAN. DAY.

Karta mematikan sepeda motornya. Ia cabut kunci dan berjalan ke pintu rumah.

CUT TO:

09. INT. RUMAH KONTRAKAN. RUANG TENGAH. DAY.

Ismail mengisi barang-barang ke dalam kardus.

Pintu dibuka Karta. Ia terkejut melihat Ismail mengisikan barang-barang ke dalam kardus. 

KARTA

Kau mau pindah, Ismail?

ISMAIL

(salah tingkah)

Oh... Iya.

Karta memasuki rumah dan menutup pintu. Lalu ia duduk di kursi.

KARTA

Kemana?

ISMAIL

(berfikir)

O... Mak Adangku mengutus aku untuk mengelola rumah makannya yang di Bandung. 

KARTA

(lega)

Aku kira kamu sudah tidak betah lagi satu kontrakan sama aku?

ISMAIL

Tidaklah. Teman sebaik kamu tidak ada yang bakal tidak betah. Cuma itu saja, Mak Adangku sudah sangat muak sama pengelola rumah makannya yang lama. 

(sambil memasukan barang-barang ke dalam kardus)

Karena dia lihat ketekunan dan kejujuranku, makanya ia percayakanlah ke aku.

KARTA

Jadi kamu diangkat jadi maneger. Mantaplah. Setidaknya kalau aku pulang kampung bisa pula singgah untuk makan gratis di rumah makanmu itu. 

ISMAIL

Tentulah.

Karta turun dari kursi dan membantu Ismail mengemasi barang-barang.

KARTA

Kapan kamu berangkat?

ISMAIL

Tunggu Mak Adangku dulu. Dia masih mengurus tiket pesawat.

KARTA

Alah, cuma ke Bandung pakai pesawat pula.

ISMAIL

Iyalah. Masa pula maneger naik bus. Bertele-tele saja kamu.

Telepon genggam Karta berdering. Ia mengambilnya dari kantong celana. Sebuah panggilan dari Windi. Ia menjawab panggilan itu.

KARTA

Halo, Mbak Win.

CUT TO:

10. INT. MOBIL WINDI. DAY.

WINDI (perempuan 35 tahun) menelepon sambil menyetir.

WINDI

Kar, lu malam ini gak sibuk kan?

 KARTA (O.S)

Aku baru saja sampai rumah.

WINDI

Gak sibuk kan?

KARTA (O.S)

Lagi bantuin teman pindahan.

WINDI

Eh, jangan sibuk lah. Tinggalin bentar. Gue butuh stuntman nih buat adegan ketabrak mobil.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar