Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
OPENING: TEASER
1. INT. GUDANG – MALAM
CAST: PLATO, PLATO (KEMBARAN)
PLATO tertunduk lemah dengan wajah penuh lebam dan luka, mata bengkak, rambut basah acak-acakan, duduk dengan tangan terikat di kursi. Kaus putihnya robek-robek, banyak percikan darah.
Sekelilingnya gelap, kecuali sedikit cahaya menyinari wajahnya. Seorang laki-laki dengan pakaian jas rapi menghampirinya, hanya terlihat sampai dada. Ia lalu mematikan rokok dengan injakan kaki, tepat di hadapan Plato.
Plato menengadahkan muka. Ia melihat lelaki klimis yang mirip sekali dengan wajahnya.
PLATO (KEMBARAN)
Gimana rasanya?
PLATO
(meringis, terengah-engah)
Bunuh aku.
PLATO (KEMBARAN)
Kalau itu maumu.
Plato (KEMBARAN) mengeluarkan pistol dari balik jas dan menodongkannya di pelipis kanan Plato. Plato memejamkan mata, masih terengah-engah. Sampai beberapa detik, Plato (KEMBARAN) menarik kembali tangannya.
PLATO (KEMBARAN) (CONT’D)
Gaklah. No..(jeda), aku gak akan mengotori tangan sendiri. Apalagi menghabisi diriku sendiri. Kamu (menunjuk dada Plato), hidup selamanya dengan luka itu.
Plato (KEMBARAN) berbalik pergi sambil tertawa. Makin lama, tawanya terdengar makin kencang. Semakin ia melangkah jauh, Plato terlihat semakin mengecil.
PLATO
Jangan..(jeda), bangsaaat!
Tiba-tiba cahaya mati. Gelap.
MAIN TITLE
CUT TO:
2. INT. KAMAR – SIANG
CAST: PLATO
Plato (L/27 tahun) memandangi langit-langit kamar sambil rebahan di atas kasur. Ditatapnya lekat-lekat, terdapat bercak kecokelatan seperti bekas rembesan air hujan yang bocor di sana. Sebuah lubang kecil.
PLATO (V.O)
Pada mulanya adalah sebuah lubang.
Plato beranjak ke meja kerja. Menaruh kertas di mesin tik dan mulai mengetik beberapa kalimat. Mulutnya komat-kamit.
PLATO (V.O) (CONT’D)
Segala sesuatu berasal dari sana.
Berhenti sesaat untuk menyulut rokok, melamun sebentar, lalu mengetik lagi dengan rokok menempel di bibir.
Bersandar di kursi, ia baca ulang tulisannya. Mendengus merasa tak puas, ia merobek kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah.
Menopangkan kepala di kedua tangan, Plato menatap sebuah foto hitam putih di meja. Foto seorang perempuan tua, ibunya. Ia lalu beranjak ke wastafel, bercermin menatap dirinya sendiri dengan tato di tubuh dan tampang yang kusut. Kumis dan cambangnya dibiarkan lebat. Matanya lelah seperti kurang tidur.
Setelah membasuh muka, ia melangkah ke jendela. Mengintip suasana di luar dari kamarnya di lantai atas. Kontrakannya dekat pasar. Ia meraih kacamata dan mengenakan hoodie berwarna gelap lalu pergi ke luar.
CUT TO:
3. EXT. JALANAN KOTA – SIANG
CAST: PLATO
Plato berjalan sendiri seperti tanpa tujuan. Menyusuri pasar, trotoar, rel kereta, berdiri di halte, duduk di taman kota, naik metromini, bersandar di jembatan penyeberangan hingga petang. Merokok. Memerhatikan orang lalu lalang. Menatap bangunan-bangunan tinggi ibu kota.
PLATO (V.0) (CONT’D)
Sesuatu yang sepi, asing sekaligus absurd bercokol dalam kegelapan ibarat sekam yang makin lama makin membesar, dan sewaktu-waktu bisa meledak bagai dentuman BIG BANG.
CUT TO:
4. EXT. DEPAN TOKO – MALAM
CAST: PLATO, 1 ANAK PUNK
Plato duduk di bangku depan sebuah toko sambil merokok. Seorang anak punk mendekat.
ANAK PUNK
(mengisyaratkan jari menyuap)
Buat makan, Bang.
PLATO
(malas-malasan)
Gak punya receh.
ANAK PUNK
Rokoknya, boleh?
PLATO
Masih ingusan lu.
ANAK PUNK
Bisa dijual lagi ma anak-anak, Bang.
PLATO
Sebatang?
ANAK PUNK
Kalau dua, bisa buat nasi kucing.
Plato menatap dari atas ke bawah potongan si Anak Punk yang kurus dan dekil. Ia merogoh sebatang lagi untuknya.
Mundur beberapa langkah, dengan tampang jail, dua batang rokok itu dikepitkan si Anak Punk di telinga dan bibirnya, lalu kabur.
PLATO
Kampret.
CUT TO:
5. EXT. JALANAN KOTA – MALAM
CAST: PLATO, 4 PERAMPOK, 2 PEREMPUAN FIGURAN
Mobil-mobil melaju. Plato berjalan kaki di sepanjang trotoar. Melewati etalase-etalase, gerobak pedagang makanan, memerhatikan wajah-wajah yang berpapasan.
Dua orang perempuan dengan baju ketat berdiri di keremangan jalan. Menyapanya basa-basi. Plato hanya senyum.
Sampai di sebuah gang sepi menuju kontrakan, empat sosok mengikutinya dari belakang. Plato menyadari ancaman dan berjalan lebih cepat lagi. Mengambil sekian belokan, orang-orang itu masih terus mengikutinya. Plato pun menghadapi jalan buntu. Salah seorang dari mereka mengeluarkan pisau.
PERAMPOK
Serahin dompet, Hp.
Plato menggeleng. Dua orang maju. Plato mampu melawan dengan beringas. Seorang yang menghunus pisau berkelahi dengan Plato dan kehilangan pisaunya dalam gelap. Mereka mengeroyok Plato dengan perlawanan yang hampir seimbang.
Plato tersungkur. Salah satu dari mereka mengambil dompet dan merogoh celananya. Tapi mereka tak dapat apa-apa. Plato meringis tergeletak. Para perampok itu pergi.
CUT TO:
6. INT. KAMAR – MALAM
CAST: PLATO
Dengan langkah gontai, Plato masuk ke dalam kamar. Membuka baju. Bercermin di depan kaca. Wajahnya memar. Setelah mencuci muka, Plato rebahan sebentar di atas kasur. Jam menunjukkan pukul 00.08.
Kehausan, ia beranjak ke meja mencari minuman. Botol air mineral tinggal sisa seperempat. Ia minum hingga tandas. Plato membuka laci meja, mengambil obat luka dan tisu. Ia teteskan obat luka itu ke bagian tubuhnya yang cedera.
Jam menunjukkan pukul 00.55. Matanya terlihat lelah, namun Plato menolak untuk tidur. Ia menyulut rokok. Duduk menghadapi mesin tik. Ia ingin menulis sesuatu, tapi jari-jemarinya tak juga tergerak untuk mengetik satu kata pun. Pandangan Plato pindah ke catatan judul-judul cerita fiksi yang sudah ia conteng, menandakan tak ada satu saja yang diterima oleh media untuk dimuat.
Ia buka tirai jendela, membiarkan cahaya bulan masuk. Matanya menerawang ke luar. Suasana sangat sepi. Ia putar sebuah musik dari tape recorder dengan suara pelan, mengambil selimut dan duduk menghadap jendela sambil tetap merokok dan melamun. Pemandangan luar jendela terlihat gelap kebiru-biruan.
Jam menunjukkan pukul 02.39. Lama-lama ia mengantuk. Puntung rokok terbenam di asbak. Gelap bawah meja.
INVISIBLE CUT TO: