Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Sugih
Suka
Favorit
Bagikan
4. #4
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

41. INT. RUMAH RINA - PAGI HARI 

Rina makan nasi dengan lauk ikan sungai yang digoreng. Ayahnya menatapnya prihatin.


RINA

Rina nggak apa-apa kok,

Pak. cuma pusing sedikit.


BAPAK

Ini gara-gara lempar-lemparan

kue kemaren, iya kan? Kegiatan

anak jaman sekarang ini banyak

nggak bermanfaat. 


RINA

Enggak Pak, ini Rina paling

kecapekan aja. Atau masuk angin.


BAPAK

Nanti bapak belikan obat. 


RINA

(mengangguk)


BAPAK

Makan yang banyak, terus istirahat.

Tidur aja, nggak usah masak

sama beres-beres. Biar bapak aja

yang kerjakan semua. Bapak nyadap dulu.


RINA

Iya Pak. 


Rina lanjut makan dengan perasaan lega. Lalu Rina menelan makanan dan berdoa dengan berguman dan menutup mata.


RINA (CONT’D)

Cepatlah menstruasi,

cepatlah menstruasi,

cepatlah menstruasi.


CUT TO:


42. INT. KAMAR RINA - MALAM HARI

Rina mengibaskan dasternya dengan kesal lalu duduk di atas kasur.


RINA

(merengek)

Aduh, gimana ini? Belum datang

bulan juga. Gimana dong? Aku

nggak mau masuk sekolah dulu.

Aku nggak mau dikerjai lagi.

Pokoknya sebelum ritual pesugihan

dilakukan, aku nggak akan mau

masuk sekolah. Aku takuuuut. 


CUT TO:


43. INT. KELAS - PAGI HARI 

Bapak Guru (Ayah Dwi) masuk kelas dengan membawa buku dan melihat bangku Rina yang kosong. Bapak Guru duduk sambil bertanya tentang Rina.


PAK GURU

(menunjuk dengan dagu)

Ke mana itu? Kok nggak masuk?


DWI

Sakit katanya, Pak.


PAK GURU

Sakit apa? Pilek? Musim penyakit

memangnya sekarang?


Seisi kelas tertawa kecil.


ANGGI

Bukan sakit Pak.

Emang dasar males.


PAK GURU

(membuka buku)

Berani sekali malas.

Sudah tau nggak mampu,

bukannya rajin belajar.

Mau jadi apa itu.


ANGGI

Jadi seperti ayahnya, Pak.

Miskin dan melarat.


Ika, Dwi dan beberapa teman lainnya terekekeh. Sedangkan siswi disamping bangku Rina dan siswa lainnya geleng-geleng melihat Anggi.


PAK GURU

Itu namanya nggak tau diri.

Bukannya sekolah untuk merubah

nasib. Malah malas-malasan.

Bodoh.


IKA

(menjawab lirih)

Iya Pak, emang bodoh.


Anggi dan Dwi bertatapan sambil tersenyum.


PAK GURU

Buka halaman 156!

(memanggil salah 1 siswa)

Fajri kerjakan soal nomor 8,

di papan tulis.


CUT TO:


44. EXT. WARUNG/INT. RUMAH RINA - SIANG HARI

Rina membeli pembalut ke warung, dan setelah membayar pembalut itu, ia segera pulang ke rumah dan buru - buru masuk kamar. Rina mengambil pembalut dari kantong plastik dan membukanya, lalu mengambil 1 pc dan tersenyum.


CUT TO:


45. INT. KELAS - SIANG HARI

Bel sekolah berbunyi. Anggi cs yang sudah bersiap pulang dengan memakai tas sedang sibuk mencorat coret bangku Rina dengan kata - kata kotor sambil tertawa. Mereka juga meletakkan banyak bungkus jajanan di dalam laci Rina lalu pulang.


CUT TO:


46. KAMAR RINA - MALAM HARI

Rina mengenakan baju terbaiknya, lalu meletakkan lilin di lantai berjumlah 7 batang. Lalu ia menyalakan lilin-lilin itu, mengikatkan selendang pemberian Nek Ipa, mematikan lampu kamar dan mulai merapalkan mantra. Sembari merapalkan mantra itu, Rina pun menari, kemudian melemparkan softex berisi darah haid ke depan lilin yang menerangi kamarnya yang temaram. Rina lalu merapalkan mantra itu dengan mata terpejam dan kembali menari dengan tenang. 

Selesai merapalkan mantra itu, Rina terkejut melihat bayangan softexnya ditarik sebuah tangan hitam besar berbulu dan kemudian terdengar suara cecapan dan geraman seseorang yang sedang makan. Rina menunggu dengan berdiri diam dipenuhi rasa takut hingga gemetar. Lalu sebuah suara serak kasar lelaki mengagetkan Rina.


GENDERUWO

Kenapa kamu memanggil saya?


Rina terdiam sejenak lalu menjawab tergagap dan terbata-bata.


RINA

E, e, Saya mau membuat perjanjian

untuk balas dendam dan minta tolong

untuk dijaga dari gangguan

orang-orang yang jahat sama saya.


GENDERUWO

Cuma itu?


RINA

Iya, cuma itu.


GENDERUWO

Ini pesugihan. Hasilnya pasti

mendapat uang. Kamu tidak mau uang?


RINA

(menjawab malu - malu)

Mau.


GENDERUWO

Sudah tau syaratnya?


RINA

Itu, em... Saya hanya melayani

Tuan saja kan. Tanpa tumbal?


GENDERUWO

Syarat pesugihan ini,

kamu menjadi istriku.

Kamu wajib melayani aku

setiap kali kamu haid

dan tidak boleh menolak,

kalau kamu tidak ingin

ada tumbal. Kalau kamu

berani menolak, kamu wajib

mengganti pelayanan dengan

tumbal yang aku tentukan.

Paham?


RINA

(mengangguk ragu)


GENDERUWO

Kalau kamu ragu, batalkan

saja pesugihan ini!


Rina berpikir panik lalu memejamkan mata flashback berbagai macam kejahatan Anggi dan ia pun membuka mata dengan tekad kuat untuk balas dendam.


RINA

Saya nggak ragu. Saya mau

melakukan pesugihan ini. 


Tangan genderuwo itu terulur dan membuat kaget Rina.


GENDERUWO

Mana tanganmu nak gadis?


Rina gemetar dan takut melihat tangan si Genderuwo. Ia lalu memejamkan mata dan perlahan mengulurkan tangan ke dalam genggaman genderuwo itu. Rina tersentak sakit dan menarik tangannya yang terluka dan mengeluarkan sedikit darah.


GENDERUWO (CONT’D)

Kamu sudah resmi menjadi istriku

dengan perjanjian darah.


Rina mengusap darah dari tangannya.


GENDERUWO (CONT’D)

Sekarang layani aku! Naik ke

atas tempat tidur wahai istriku.


Rina beranjak menuju kasur lalu merebahkan diri dan menunggu dengan was-was di dalam temaramnya lilin. Terlihat sosok genderuwo yang berbulu lebat mendatangi kasur Rina.  


47. EXT. TERAS - MALAM HARI

Bapak Rina sedang merokok dan mendengar kasur Rina yang berderit. Bapak mendengarkan bunyi deritan itu sejenak dan terlihat heran namun mengabaikan bunyi-bunyian itu. 


CUT TO:


48. INT. KAMAR RINA - MALAM HARI

Kasur berderit sekali. Lalu terlihat Rina yang berbaring nyalang di tempat tidur. Bayangan Genderuwo terlihat pergi meninggalkan Rina. Sejenak, Rina menerawang, melamunkan apa yang baru saja terjadi. Rina lalu menghela napas dan bangkit duduk dengan ekspresi menahan nyeri sembari tangannya mencengkeram selimut.  

Rina menoleh ke arah lilin yang masih menyala namun tinggal sedikit. Di sekitar lilin - lilin itu ada sejumlah uang berserakan. Rina terkejut namun juga senang. Ia mengambil celananya yang berada di lantai lalu memakainya. Rina kemudian duduk berlutut di depan lilin dan uang pesugihannya. Ia menyentuh uang - uang itu dengan ekspresi terkejut hingga tidak mampu berkata - kata, ia menghitung uangnya dan merapikannya. Senyum tersungging di bibir Rina. Ia sangat senang meski ekspresi kesakitan sambil memegangi perut bawahnya kembali terpancar.

Rina kemudian menyimpan uang tersebut di bawah kasur. Ia lalu mengambil buku dan pena. Menuliskan sesuatu di beberapa bagian buku lalu menyobek beberapa kertas. Tangan Rina menyodorkan potongan - potongan kertas berisi nama-nama Anggi cs termasuk Arman dan Toni ke depan lilin yang tinggal sedikit itu. Rina memejamkan mata dan menangkupkan kedua tangan.


RINA

Aku minta kepada penguasaku,

hukuman untuk mereka para

pembullyku. Mereka harus

mendapatkan balasan yang

setimpal. 


Rina membuka mata lalu beranjak naik ke tempat tidur sambil memegangi perut bagian bawahnya. Sedetik kemudian, lilin itu pun padam.


DISSOLVE TO:


49. INT. KAMAR RINA/EXT. TERAS DEPAN RUMAH - PAGI HARI

Rina mengikat rambutnya, merapikan seragam sekolahnya, memakai kaos kaki dan sepatu, mengikat tali sepatunya dengan seksama lalu beranjak memasukkan buku - bukunya ke dalam tas. saat menutupkan pena, Rina melihat luka di telapak tangannya sudah mengering dan hampir sembuh. Rina termenung sejenak lalu memasukkan pena ke dalam tasnya dan meraih tas itu.

Rina keluar kamar dan berjalan menuju Bapaknya yang sedang mengasah pisau sadap sambil merokok dan ditemani kopi hitam di dekatnya. Rina pamit dengan menyalami dan mencium tangan Sang Bapak untuk berangkat ke sekolah. Bapak Rina berhenti sejenak dari kegiatan mengasah pisau sadap.


BAPAK

(menyalami)

Belajar yang rajin ya, Nak.

Supaya hidup kamu jauh lebih

baik dari pada Bapak.


Rina mengangguk sambil tersenyum lalu beranjak pergi. Bapak menatap kepergian Rina sejenak lalu melanjutkan mengasah kembali. 


CUT TO:


50. EXT. JALANAN DUSUN - PAGI HARI 

Rina berjalan dengan penuh percaya diri dan terlihat tekad yang kuat dari genggaman tangannya pada tas ranselnya, juga dari sorot mata dan ekspresi wajahnya. Rina berjalan dengan cepat menuju sekolah.


CUT TO:


51. INT. KELAS - PAGI HARI

Suasana kelas riuh dengan suara para siswa yang sibuk bercerita dan bercanda tawa. Rina masuk kelas dengan santai. Anggi cs yang sedang duduk bergerombol melihat kedatangan Rina dan mulai membullynya.


ANGGI

(mengejek dengan suara lembut)

Si penyakitan udah datang nih.

2 hari loh dia nggak masuk.


IKA

(bersikap sok peduli pada Rina)

Sakit apa kemaren, Rin?


RINA

(duduk di bangkunya dengan tenang)


DWI

(mencebik)

Idih, ditanyain malah diam.

Sombong kau, Rin!


ANGGI

(tersenyum mengejek)

Apa yang kamu sombongin

sih, Rin?


IKA

Tau nih, duit aja nggak

punya. Apalagi yang lain. 


DWI

Pantes penyakitan.


Anggi, Ika dan Dwi tertawa kecil. Rina hanya diam, mengambil buku dan pena dari dalam tas. Kemudian, Bu Guru masuk kelas dan murid - murid pun berlari duduk di bangku masing - masing. Anggi yang duduk di belakang Rina kembali mencoret - coret baju belakang Rina dengan pena hitamnya. Rina tidak terlihat takut dan malah tersenyum kecil dengan mata sayu.


CUT TO:


52. EXT. TERAS RUMAH NEK IPA - SIANG HARI

Rina mengetuk rumah Nek Ipa dengan rusuh. Rina juga terlihat sangat bersemangat. Lalu Pintu rumah Nek Ipa pun terbuka dan Nek Ipa memberi kode dengan memiringkan kepalanya pada Rina untuk segera masuk. Rina pun masuk ke dalam rumah dan Nek Ipa segera menutup pintu.


CUT TO:


53. INT. RUMAH NEK IPA - SIANG HARI

Rina langsung menyambar Nek Ipa dengan pertanyaan.


RINA

Nek, semalam ada banyak

banget uang. Aku takut

ketahuan. Jadi aku simpan

di bawah kasur. Uang itu

nggak akan minta tumbal

kan, Nek?


NEK IPA

(tersenyum kecil)

Bukan, Nak. Uang itu adalah

imbalan untuk kamu. Dan

tumbal tidak akan terjadi

selama kamu melayani Genderuwo

itu dengan baik. Uang itu

akan kamu dapatkan setiap kali

kamu melayani Genderuwo yang

menjadi suami ghaibmu saat

kamu haid. 


RINA

(mengangguk kecil)


NEK IPA

(menatap prihatin)

Kamu nggak apa-apa kan?

 Malam pertamamu...


RINA

(senyum canggung menenangkan)

Enggak apa - apa, Nek.

Nggak begitu sakit,

masih bisa ditahan.


NEK IPA

(tersenyum)

Nanti kamu akan terbiasa.

Dan kamu akan senang hati

melakukannya, karena setelahnya

kamu akan mendapat uang yang

banyak. Dan dendam kamu akan

terbalaskan dalam waktu dekat. 


Rina dan Nek Ipa bertatapan dan Rina pun tersenyum kecil.


DISSOLVE TO:


54. INT. KELAS - SIANG HARI

Anggi sedang mencorat - coret baju bagian belakang Rina. Sedangkan Rina sibuk memindahkan materi pelajaran di papan tulis ke bukunya. Lalu bel pulang sekolah berbunyi. Para siswa sibuk membereskan barang - barang mereka, begitu juga Anggi cs dan Rina. 

Anggi cs lalu berlalu melewati Rina sambil menoyor kepala Rina dan membisikinya kata - kata hinaan.


ANGGI

Rina miskin dan jelek.


IKA

Goblok, jorok.


DWI

Melarat.


Rina hanya diam saja sambil menyandang tasnya dan beranjak dari duduknya.


CUT TO:


55. INT. RUMAH DWI - SORE HARI

Dwi masuk ke dalam rumahnya dan segera menuju kamar. Dwi meletakkan tasnya di atas meja lalu mulai berganti pakaian. Setelahnya, Dwi keluar kamar lalu mengambil 2 butir telur dari dalam kulkas dan mendadar telur itu. Dwi lalu menyiapkan 2 piring nasi dan meletakkannya di atas meja makan berikut dengan telur dadar yang baru saja dimasaknya. Dwi lalu makan dengan lahap.

Bapak Dwi yang berwajah pucat dan pandangan kosong masuk ke dalam rumah. Dwi menghampiri bapaknya.

 

DWI

Kok Bapak nggak ngucap

salam sih? Dosa loh Pak

nggak ngucap salam.


Dwi mencium tangan bapak dan heran kenapa tangan bapak terasa dingin. 


DWI (CONT’D)

Bapak sakit, Pak?

Kok dingin banget tangannya?


Bapak hanya diam dan menatap Dwi tanpa ekspresi. Dwi bingung namun menggandeng bapaknya itu duduk di depan makanan yang terhidang. 


DWI (CONT’D)

Makan dulu, Pak. Nanti kita

berobat ke bidan setelah makan. 


Dwi pun duduk kembali dan lanjut makan. Sang ayah hanya diam menatap makanan di depannya dengan tatapan dingin dan kaku.


DWI (CONT’D)

Dwi tadi dapat nilai 80

pas kuis, Pak. Padahal

Dwi udah berusaha supaya

dapat nilai 100 supaya

Bapak bangga sama Dwi.

Dwi janji Pak, kuis dan

ulangan berikutnya, Dwi

pasti dapat nilai 100.


Bapak hanya diam menatap ke depan dan tidak bergerak sama sekali. Dwi kebingungan.


DWI (CONT’D)

Bapak kok diam aja?

Bapak lagi marah ya?

Apa murid bapak di

sekolah bikin ulah?


Bapak perlahan melirik dan menoleh pada Dwi lalu berdiri hingga tinggi menjulang dengan tubuh yang berubah menjadi hitam hingga menjadi Genderuwo yang bermata merah dan kejam.

Dwi menjerit ketakutan hingga terjatuh dari kursi. Tangan besar si Genderuwo kemudian mencekik leher Dwi dengan kuat hingga Dwi tidak bisa bernapas. Lalu Kepala Dwi dibenturkan ke meja makan berkali - kali hingga gelas berisi air minum pun tumpah dan Dwi akhirnya tidak bergerak lagi. Tangan berbulu Si Genderuwo pun melepaskan Dwi hingga tubuh Dwi jatuh ke lantai, di atas air yang tergenang.


CUT TO:


56. INT. RUMAH DWI - SORE HARI

Bapak mengendarai motor matic memasuki pekarangan rumah. Motor diparkir lalu kunci pun di cabut. Sambil melepas helm dan menentengnya, Bapak berguman sendiri dengan heran.


BAPAK DWI

Dwi ini gimana, udah dibilang

kalau sendirian di rumah

jangan buka pintu. Anak gadis

kok nggak ada takutnya. Nanti

kalau ada orang gila nyasar

baru tau rasa.


Dengan berjalan santai dan masih mengenakan seragam Guru, Bapak memasuki rumah sambil mengucap salam. 


BAPAK DWI (CONT’D)

Assalamu’alaikum...


Bapak duduk di sofa sambil meletakkan helm di sampingnya untuk melepaskan sepatu dan kaos kaki. 


BAPAK DWI (CONT’D)

Kok nggak dijawab?

Ke mana anak ini?

Apa tidur? Udah mau

magrib loh ini.

(memanggil Dwi kembali

sembari memasukkan kaos

kaki ke dalam sepatu

yang sudah dilepas)

Wiiii!!!


Bapak berdiri sambil membawa helmnya dan menuju kamar Dwi. Namun, saat berjalan menuju kamar Dwi, Bapak menoleh ke ruang makan di mana Dwi tergeletak mati. Helm terjatuh dari tangan Bapak. Bapak terkejut dengan mata membelalak. Lalu ia pun berteriak menghampiri Dwi yang kepala dan wajahnya bersimbah darah. Bapak memeluk Dwi sambil menangis.


CUT TO:


57. EXT. MASJID - MAGHRIB

Terlihat pekarangan Masjid yang luas dan Masjid yang berdiri indah dihiasi kubah bulan & bintang. Dari speaker luar Masjid tersebut, terdengar pengumuman meninggalnya Dwi, salah satu pembully Rina.


WARGA (O.S.)

Innalillahi wa innailahi roji’un.

Telah meninggal Dwi Rahmawati

binti Bapak Samsul Irawan.

Sore tadi sekitar pukul 17.45

di kediaman almarhumah. Sekali lagi,

innalillahi wa innalillahi roji’un,

telah meninggal Dwi Rahmawati

binti Bapak Samsul Irawan.

Sore tadi sekitar pukul 17.45

di kediaman almarhumah.


CUT TO:


58. INT. RUMAH DWI - MALAM HARI

Bapak Dwi terlihat sangat sedih dan hanya bisa bersandar di dinding dengan dipegangi saudara - saudaranya yang juga laki - laki. Anggi, Ika, Arman dan Toni terlihat ikut membaca Yasin bersama warga. Rina pun juga datang melayat dan duduk berseberangan dengan Anggi cs. Anggi dan Ika terlihat masih belum percaya kalau Dwi telah tiada. Sedangkan Rina, menatap wajah Dwi yang ditutupi kain jarik dengan tatapan puas. Ibu - ibu di belakang Rina sibuk membicarakan penyebab kematian Dwi dengan berbisik - bisik. Rina menguping pembicaraan mereka.


IBU 1

Katanya almarhumah nggak ada

sakit apa-apa, tapi tiba-tiba

meninggal karena kepeleset?


IBU 2

Iya, kepeleset air tumpah dari

gelas. Gelasnya pecah. Mungkin,

waktu mau membereskan pecahan

gelas itulah Dwi kepeleset

terus kebentur meja sampe

berdarah. Keras benturannya

katanya, makanya meninggal.


IBU 1

Ih, ngeri ya. Harus hati-hati

bener kalo ada air tumpah.

Tapi katanya, benturan kepalanya

nggak wajar. Kayak dibenturin

berkali - kali.


IBU 2

Yah, nggak tahu kita gimana

kejadiannya. Kalau dibunuh pun,

siapa yang bunuh. Desa ini selama

ini aman kok.


IBU 1

Yang penting kita hati-hati.

Kalau ada air tumpah langsung

dilap sampe kering.


Rina mendengarkan dengan tersenyum samar. Salah seorang Bapak - bapak kemudian memberitahu kalau kuburan untuk Dwi sudah siap. Para pelayat pun berdiri, Bapak Dwi yang masih menangis dipapah saudara - saudara lelakinya untuk berjalan menuju keranda mayat yang sudah disiapkan. 


CUT TO:


59. INT. KELAS - SIANG HARI

Murid - murid berbincang dengan pelan sambil makan bekal, roti, dan jus. Rina asyik menggambar uang di bagian belakang bukunya. Sedangkan Anggi, Ika, Arman dan Toni sedang duduk melingkar di barisan belakang. Mereka terlihat sedih, meskipun sedang makan jajanan kantin.


IKA

Nggak enak ya nggak ada Dwi.

TONI

Jangan sedih, Sayang.

Nanti Dwi nya nggak tenang.


ARMAN

(melirik Toni meremehkan)

Masih sempet-sempetnya

sayang-sayangan.


TONI

Orang cuma menghibur kok.


ANGGI

Nggak nyangka Dwi cepet

banget perginya. Padahal kita

udah janji mau kuliah

sama-sama.


TONI

Mana aku belum jadi nyariin

pacar buat Dwi.


ARMAN

Jangan mulai deh, Ton.

Suasana lagi sedih juga. 


TONI

Sorry, ges. 


IKA

Kita emang janji mau nyariin

pacar buat Dwi, supaya dia

nggak kesepian. Tapi Dwi takut

ketahuan bapaknya. Belum sempat

pacaran, Dwi udah pergi duluan.


ANGGI

Kita harus move on ges.

Dwi pasti nggak mau kalau

kita sedih terus.


Bel masuk pun berbunyi. Arman dan Toni bergegas keluar kelas. 


ARMAN

(menatap Anggi)

Kita balik dulu ya.


Anggi menanggapi Arman dengan anggukan. Sedangkan Toni meremas tangan dan mengusap kepalanya. Murid - murid pun memasuki kelas. 


CUT TO:


60. INT. KELAS - SIANG HARI

Murid-murid sibuk mencatat materi pelajaran dari papan tulis. Sedangkan Anggi malah sibuk mencorat-coret baju Rina. Ika pun malah ikutan mencoret baju Rina dan tersenyum menatap Anggi. Rina tetap tenang dan menulis materi pelajaran seperti murid-murid lainnya. Lalu bel pulang pun berbunyi. Murid - murid sibuk membereskan peralatan belajar, begitu juga Anggi, Ika dan Rina. Dan seperti biasa, Anggi dan Ika melewati Rina sambil menoyor kepalanya.


ANGGI

Duluan ya miskin. Oh iya,

jangan kamu kira karena Dwi

nggak ada jadi jatah toyorannya

Dwi hilang. Enggak dong.

Justru aku sama Ika dapet

jatah tambahan. 2x Setiap orang.

Jadi...

(menoyor kepala Rina 2x dengan kencang)

Duluan ya Rina miskin.


Teman-teman di samping Rina geleng-geleng kepala dan melotot melihat perbuatan buruk Anggi terhadap Rina.


IKA

(menoyor Rina 2x dengan kencang

hingga ikatan rambut Rina berantakan )

Bye miskin, jorok dan bau.


Rina kesal namun hanya bisa mengepalkan tangannya dengan menggenggam tas kainnya. Teman - teman di sebelah Rina mengomentari kelakuan Anggi dan Ika sambil berusaha menghibur Rina.


TEMAN 1

Parah banget sih.

Nggak ada hati banget.


TEMAN 2

(menghampiri Rina)

Kamu nggak apa-apa, Rin?


RINA

(tersenyum sambil memperbaiki

ikat rambutnya)

Nggak apa-apa kok.

Aku duluan ya.


Rina berjalan keluar kelas. Sedangkan teman - temannya masih berdiri di dekat bangku mereka.


TEMAN 3

Padahal udah dikasih teguran,

itu si Dwi yang suka ngebully

meninggal cepet. Masih aja kayak

gitu ke orang. 


TEMAN 2

Huss, ajal nggak ada yang tau.

Jangan disangkut pautin sama Rina.


TEMAN 3

Ya mana tau kan, karena

ngebully orang jadi kena azab.


TEMAN 1

(mengangguk - angguk)


TEMAN 2

Udah, udah, ayok pulang.


Mereka lalu berjalan keluar kelas.


CUT TO:


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)