Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
61. EXT. DESA – PAGI
Adam berjalan keluar dari rumah, membawa tas di punggungnya.
Kamera mengikuti dari belakang.
Ketika ia melangkah melewati jalan desa, orang-orang menatapnya dengan wajah curiga bercampur takut.
Adam menunduk sebentar, lalu menatap lurus ke depan.
Suara langkahnya berpadu dengan suara dentuman halus… seperti pintu besar yang sedang bergetar dari kejauhan.
FADE OUT.
Tulisan muncul:
“Akhir adalah awal dari gerbang berikutnya…”
62. EXT. DESA – PAGI
PEMAIN : ADAM, WARGA DESA
Kamera melayang di atas desa berkabut. Jalan setapak sepi, hanya suara ayam sesekali berkokok.
Adam berjalan dengan wajah letih, membawa keranjang bambu berisi sayur. Orang-orang desa menatapnya penuh curiga, lalu segera menutup pintu rumah.
Adam menunduk. Suara bisik-bisik terdengar samar.
Adam berjalan makin cepat, pura-pura tak mendengar.
CUT TO
63. INT. RUMAH ADAM – MALAM
PEMAIN : ADAM, SOSOK MAHLUK
Rumah sederhana itu remang, hanya diterangi lampu minyak. Adam duduk di tikar, membuka kitab peninggalan kakek. Jari-jarinya berhenti pada halaman kosong yang tampak berlumur noda hitam samar.
Tiba-tiba… BRUKK!
Suara benda jatuh dari dapur. Adam menoleh cepat.
Ia berdiri perlahan, melangkah hati-hati.
Dapur gelap. Pintu lemari kayu terbuka sendiri.
Adam menghela nafas.
Namun saat ia berbalik… di sudut ruangan terlihat sosok hitam besar, tubuhnya dipenuhi asap, dengan dua mata merah menyala. Nafasnya berat, seperti hembusan angin neraka.
Sosok itu melangkah maju. Lantai berderit.
Adam terkejut, tubuhnya terpaku.
Tiba-tiba sosok itu melompat menerjang Adam.
Adam jatuh terjerembab. Tubuhnya bergetar.
Adam Meraga Sukma
Adam cepat memejamkan mata, menarik napas panjang. Tubuhnya terkulai di lantai… sementara arwahnya melayang keluar.
CUT TO
64. INT. ALAM GAIB – BERKABUT MERAH
PEMAIN : ADAM, LAURA, MAHLUK BESAR, ARWAH
Adam kini berdiri di dunia kabut tebal. Di kejauhan, tampak puluhan arwah berkeliaran dengan wajah kosong. Mereka berbisik-bisik, menatap Adam dengan tatapan haus.
Di belakang, sosok hitam bermata merah tadi muncul lagi—kini lebih besar, seakan mengisi seluruh langit.
Mulutnya membuka lebar, terdengar jeritan ribuan suara manusia sekaligus.
Adam menutup telinganya, berlari, tapi kabut seakan menelan langkahnya.
Tiba-tiba dari balik kabut, muncul sosok anak kecil berambut pirang—Laura.
Wajahnya pucat, matanya kosong. Ia tersenyum manis, tapi senyum itu terasa dingin.
Adam terhenti, tubuhnya gemetar. Adam terbangun
65. INT. RUMAH ADAM – MALAM
PEMAIN : ADAM
Adam mendadak terbangun, terengah-engah. Tubuhnya basah oleh keringat.
Ia melihat sekeliling—rumahnya sunyi.
Tapi di dinding kayu, terlihat bekas cakaran hitam panjang—bukti nyata bahwa yang ia alami bukan sekadar mimpi.
Adam terdiam. Wajahnya pucat.
Matanya menatap kosong… lalu turun ke kitab kakek yang masih terbuka.
Tulisan samar di sana kini jelas terbaca:
“Gerbang kedua telah retak…”
CUT TO BLACK.
66. INT. RUMAH ADAM – MALAM
PEMAIN : ADAM, KYAI HASAN
Hujan deras mengguyur. Suara petir menyambar. Adam duduk di depan kitab peninggalan kakeknya. Api lampu minyak bergoyang-goyang, seolah takut ikut mendengarkan.
Adam membuka halaman demi halaman. Di balik lembaran kertas yang menguning, ia menemukan peta kuno yang terselip. Peta itu menunjukkan tanda berbentuk lingkaran hitam—tepat di sebuah lokasi hutan tua yang dikenal warga sebagai Gua Jepang.
Adam menghela napas.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan keras di pintu. DUG! DUG! DUG!
Adam terlonjak. Ia mendekat perlahan. Saat pintu dibuka… berdiri seorang pria tua berjubah putih—Kyai Hasan, orang yang dulu pernah menolong Adam kecil.
CUT TO
67. INT. RUMAH ADAM – LATER
PEMAIN : ADAM, KYAI HASAN
Kyai Hasan duduk bersila, menatap kitab itu dengan serius.
Kyai menatapnya tajam, matanya seakan berkilat.
Adam tertunduk. Saat itu, suara bisikan terdengar samar dari sudut ruangan.
Lampu minyak bergetar, api hampir padam. Adam mendongak. Kyai Hasan memejamkan mata, membaca doa pelan, hingga bisikan itu menghilang.
CUT TO
68. EXT. KAWASAN DESA – PAGI BERKABUT
PEMAIN : ADAM, NADIA
Adam berjalan ke arah hutan dengan membawa peta. Ia berhenti ketika melihat seorang perempuan muda—Nadia—sedang memotret reruntuhan tua.
Nadia mengenakan jaket tebal, kamera tergantung di leher. Ia menatap Adam curiga.
Adam terdiam, menatapnya dengan dingin.
Nadia tersenyum sinis.
Adam berbalik hendak pergi, tapi Nadia menambahkan:
Adam berhenti. Tatapannya gelap.
CUT TO
69. EXT. GUA JEPANG – SORE
PEMAIN : ADAM, NADIA, TENTARA JEPANG
Adam dan Nadia tiba di mulut gua yang gelap. Kabut tipis keluar dari dalam, seolah gua itu bernafas. Suara gemerisik terdengar, seperti langkah kaki tentara.
Nadia menyalakan senter. Cahayanya menyinari dinding gua—terlihat bekas goresan kuku berdarah di batu, dan tulisan Jepang samar-samar.
Tiba-tiba suara teriakan pria menggema dari dalam gua, diikuti suara tembakan senapan kuno.
Nadia terlonjak, menutup telinganya.
Adam menutup mata, wajahnya pucat.
Saat itu, sosok tentara Jepang dengan seragam compang-camping, wajah hancur berlumuran darah, muncul di ujung lorong. Matanya kosong. Tangannya memegang senapan, menodong ke arah Adam dan Nadia.
Nadia menjerit. Adam menarik tangannya, berlari ke luar gua. Tapi sebelum mereka keluar… suara tawa anak kecil terdengar dari dalam kegelapan.
Adam berhenti, wajahnya membeku ketakutan.
CUT TO
70. EXT. MULUT GUA – SENJA
PEMAIN : ADAM, NADIA
Adam dan Nadia keluar terengah-engah. Matahari hampir tenggelam.
Nadia menatap Adam dengan serius.
Adam menatap ke arah gua yang masih diselimuti kabut.
Wajahnya tegang, penuh bayangan horor.
CUT TO BLACK.