Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
ROGO SUKMO
Suka
Favorit
Bagikan
2. OPENING ADAM TERSESAT DI ALAM GAIB
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

 

11. INT. KAMAR KOSONG – SORE

PEMAIN : ADAM

Sepulang kuliah, Adam mampir ke sebuah bangunan tua tak terpakai. Ia sering menyendiri di sana. Di tengah ruangan gelap, Adam duduk bersila, menarik napas panjang.

 

Matanya terpejam. Kamera bergerak pelan ke sekelilingnya, memperlihatkan bayangan hitam samar di sudut ruangan.

Suara bisikan samar terdengar: “Kau datang lagi… ikutlah lebih jauh…”

 

Adam membuka mata, tapi tetap tenang. Seolah suara itu sudah biasa baginya.

 

Sosok hitam tinggi tampak mengintainya dari kejauhan.

Kamera kembali ke tubuh fisik Adam: matanya terbuka kosong, hanya putih, napasnya berat.

 

NARASI (VO Adam):
Dari kecil aku sering bermain ke sana. Awalnya hanya penasaran. Tapi lama-lama, aku tak bisa berhenti. Seperti ada yang memanggilku terus-menerus.

 

CUT TO:

 

12. INT. RUANG TAMU – MALAM

PEMAIN : ADAM, IBU

Lampu gantung redup, hanya menyinari sebagian ruang. Suasana rumah terasa hening. Di meja ada kitab doa yang sudah lusuh.

Adam duduk termenung, wajahnya pucat, tatapan kosong. Di tangannya, buku catatan berisi simbol-simbol gaib.

 

Ibu masuk pelan sambil membawa teh hangat. Wajahnya lembut, namun sorot matanya penuh khawatir. Ia duduk di samping Adam.

IBU
(nada lembut)
Dam... belakangan ini Ibu lihat kamu sering bengong... tidur pun jarang. Ada apa sebenarnya?

 

Adam diam. Tangannya mengepal.

 

ADAM
(pelan, menunduk)
Bu... kalau kita bisa keluar dari tubuh... lihat dunia dengan cara lain... apa itu dosa?

 

Ibu menatap Adam lekat, lalu menarik nafas dalam.

 

IBU
(suara tegas, penuh ketakutan)
Adam... jangan sekali-kali main-main sama alam gaib. Itu bukan jalan manusia. Itu jalan yang penuh tipu daya.

 

Adam menoleh cepat, suaranya bergetar.

 

ADAM
Tapi Bu... rasanya... damai. Seperti bebas dari semua beban.

 

Ibu menggenggam tangan Adam erat.

 

IBU
(dengan mata berkaca-kaca)
Damai yang kamu rasakan itu bukan anugerah, tapi jebakan. Setan selalu datang dengan wajah indah. Kalau rohmu tersesat... tubuhmu bisa diambil sesuatu yang bukan kamu.

 

Adam terdiam. Ia menunduk, air matanya hampir jatuh.

 

IBU
(suara lirih, penuh kasih sayang)
Ibu cuma punya kamu, Dam. Jangan sampai Ibu kehilangan kamu... bukan karena mati... tapi karena kamu bukan lagi Adam yang Ibu kenal.

 

Adam terisak pelan, mencoba menyembunyikan tangisnya. Kamera mendekat ke wajahnya yang pucat.

 

CUT TO

 

13. EXT. HALAMAN RUMAH – MALAM

Hujan rintik mulai turun. Dari luar jendela, samar-samar terlihat bayangan hitam berdiri memperhatikan mereka berdua.

 

CUT TO BLACK.

 

14. INT.KAMAR ADAM-RUMAH ADAM-MALAM

PEMAIN : ADAM

Adam terbangun dari tidurnya, keringat bercucuran. Jam dinding menunjukkan pukul 02:17. Ia menatap ke cermin—dan refleksinya tiba-tiba tersenyum, padahal Adam sendiri tidak.

Adam tersentak mundur. Kamera close-up wajahnya pucat.

 

FADE OUT.

 

15. INT. KAMAR ADAM – PAGI

PEMAIN : ADAM

Cahaya matahari menembus tirai kamar sempit. Kamera CLOSE UP pada wajah Adam (23) yang terbangun dengan napas berat. Peluh dingin membasahi dahinya.

 

Ia menatap cermin di meja rias. Sekilas refleksinya tersenyum… padahal Adam sendiri tidak. Adam tersentak mundur, lalu menyibakkan wajah dengan air.

 

CUT TO

 

 

16. EXT. KAMPUNG – PAGI

PEMAIN : ADAM

Adam berjalan menyusuri jalan kampung menuju warung kopi. Tetangga-tetangga menyapanya, tapi Adam hanya membalas dengan anggukan singkat. Ia dikenal sebagai pemuda pendiam, rajin membantu orang tua, tapi sering melamun.

 

NARASI (VO ADAM):
Kata orang, waktu bisa menghapus semua. Tapi bagi aku… ada sesuatu yang tidak pernah hilang. Kakek meninggalkan ilmu. Dan aku… tidak bisa berhenti memainkannya.

 

CUT TO

 

17. EXT. HALAMAN KAMPUS – PAGI

PEMAIN : ADAM, DICKY

Matahari pagi menerobos pepohonan rindang di kampus tua. Mahasiswa lalu lalang, tapi suasana tetap terasa dingin dan berat.

 

Adam berjalan pelan dengan wajah pucat, matanya sayu seolah tidak tidur semalaman. Tangannya memegang buku catatan lusuh.

Di kejauhan, Dicky berdiri bersama beberapa teman. Begitu melihat Adam, wajah Dicky berubah tegang. Ia buru-buru menjauh dari kerumunan, menghampiri Adam dengan langkah ragu.

 

DICKY
(berbisik, nada waspada)
Adam… kita harus ngomong.

 

Adam berhenti. Menatap Dicky dengan tatapan kosong, lalu tersenyum tipis.

 

ADAM
(tenang, hampir dingin)
Lo masih takut sama yang kemaren?

 

Dicky gelisah, menoleh kanan-kiri seolah takut ada yang mendengar.

 

DICKY
(nada keras, tertahan)
Takut? Lo pikir gue gak bakal takut liat bayangan hitam nempel di lo? Itu bukan mainan, bro. Itu berbahaya!

 

Adam menunduk sebentar, lalu menghela nafas.

 

ADAM
Ibu juga bilang gitu tadi malam. Tapi… gue gak bisa berhenti, Dick. Gue udah kebuka jalannya.

 

Dicky memegang bahu Adam, sedikit mengguncangnya.

 

DICKY
(emosi, khawatir)
Lo mau jadi apa sih? Kalau lo nyasar… kalau jiwa lo gak balik? Atau ada sesuatu masuk ke badan lo? Gue gak mau kehilangan lo, bro.

 

Adam menatap Dicky dalam-dalam. Sekilas, matanya berkedip aneh, pupilnya melebar.

 

ADAM
(suara rendah, hampir bukan suaranya)
Mungkin... gue udah bukan Adam yang lo kenal.

 

Dicky terperangah, wajahnya memucat. Ia mundur selangkah.

 

DICKY
(bergetar)
Jangan ngomong gitu, bro… lo bikin gue makin takut.

 

Tiba-tiba, angin dingin berhembus kencang melewati mereka, padahal pagi cerah. Kertas-kertas mahasiswa beterbangan di sekitar halaman.

 

Adam tersenyum samar, seperti menikmati hembusan itu.

 

ADAM
(pelan)
Lo harus siap, Dick. Gue bakal nunjukin lo sesuatu… malam ini.

 

Dicky menatap Adam, tercengang antara rasa takut dan penasaran.

 

CUT TO: wajah Dicky yang penuh kegelisahan, lalu ke wajah Adam yang tampak tenang tapi menyimpan sesuatu yang gelap.

  

18. INT. RUANG KELAS KOSONG – LANTAI ATAS – MALAM

PEMAIN : ADAM, DICKY

Kampus sudah sepi. Hanya lampu lorong yang redup menyala. Ruang kelas tua di lantai atas tampak gelap, meja-meja berantakan.

 

Adam duduk bersila di lantai, tepat di tengah kelas. Di hadapannya ada lilin menyala, asap dupa mengepul. Di sampingnya, buku catatan lusuh terbuka dengan simbol-simbol gaib.

 

Adam menutup mata, menarik napas panjang. Wajahnya tenang, tapi tubuhnya berkeringat dingin.

 

CUT TO – KORIDOR

Dicky berjalan pelan, membawa botol minum. Ia tak sengaja mendengar suara berbisik samar dari ruang kelas. Ia mendekat, wajahnya tegang.

 

DICKY
(berbisik, cemas)
Adam...?

 

Dicky mengintip dari pintu yang sedikit terbuka.

 

CUT TO

 

19. INT. RUANG KELAS – MALAM

PEMAIN : ADAM, DICKY

Adam mulai merapal mantra dengan suara lirih. Lilin-lilin bergetar, bayangan di dinding menari tak wajar.

 

Tiba-tiba tubuh Adam kaku. Napasnya terengah. Kepalanya mendongak, matanya terbuka — pupilnya putih semua.

 

Dicky terkejut, menutup mulut dengan tangannya agar tak bersuara.

 

DICKY
(dalam hati, ketakutan)
Ya Allah... dia beneran keluarin rohnya...

 

Perlahan, asap tipis keluar dari tubuh Adam, membentuk siluet dirinya sendiri. Roh Adam terangkat, berdiri di samping tubuhnya yang masih duduk.

 

Roh Adam menatap tubuhnya sendiri dengan wajah datar. Lalu menoleh ke arah pintu… langsung menatap ke arah Dicky.

Dicky tersentak mundur, kursi di koridor terjatuh keras.

 

DICKY
(terbata, panik)
Adam... hentikan! Lo balik ke badan lo!

 

Roh Adam menyeringai — berbeda dari ekspresi Adam biasanya. Suaranya menggema, berat dan menyeramkan.

 

ROH ADAM
(suara bergema)
Sekarang lo percaya, kan...?

 

Dicky gemetar, hampir jatuh. Ia berlari mundur di koridor, tapi pintu kelas berderit menutup sendiri dengan keras.

 

Adam yang masih duduk bersila tiba-tiba terbatuk keras, tubuhnya kejang. Roh Adam melayang mendekati Dicky, membuat udara sekitar terasa semakin dingin.

 

Dicky berteriak ketakutan.

 

DICKY
(teriak)
ADAM... BALIK!!!

 

Kamera berputar cepat — memperlihatkan tubuh Adam yang jatuh terkulai tak bergerak, sementara rohnya mendekati Dicky dengan tatapan kosong.

 

CUT TO BLACK.

 

20. EXT. HALAMAN KAMPUS – PAGI

PEMAIN : ADAM, DICKY, MAHASISWA 1

Mahasiswa sibuk dengan aktivitas biasa: nongkrong, bawa buku, dan bercanda. Semua tampak normal. Tapi suasana terasa aneh ketika Adam berjalan memasuki halaman kampus.

Adam tampak segar, bahkan lebih bersemangat dari biasanya. Rambutnya rapi, langkahnya mantap. Tapi tatapannya dingin, penuh keangkuhan.

 

Dicky duduk di bangku taman, wajahnya kusut, jelas semalaman tidak tidur. Begitu melihat Adam, ia langsung berdiri, ragu-ragu mendekat.

 

DICKY
(terbata, penuh cemas)
Adam... lo semalem...

 

Adam tersenyum tipis, menepuk bahu Dicky dengan keras seakan penuh tenaga.

 

ADAM
(santai, tapi dingin)
Santai aja, bro. Gue masih hidup, kan?
(berhenti sejenak, menatap tajam)
Atau... lo lebih suka kalau gue gak balik?

 

Dicky terdiam, tubuhnya kaku. Ia mencoba tersenyum kaku, tapi matanya penuh ketakutan.

 

DICKY
(suara rendah)
Lo balik... tapi bukan lo yang gue kenal.

 

Adam menoleh cepat, tatapannya menusuk. Senyumnya melebar, seperti ada sesuatu yang lain menguasainya.

 

ADAM
(berbisik, menyeramkan)
Mungkin lo bener... Ada yang ikut pulang sama gue.

 

CLOSE UP – wajah Dicky yang pucat, bibirnya gemetar.

Tiba-tiba, beberapa mahasiswa lain lewat dan menyapa Adam dengan ceria.

 

MAHASISWA 1
Eh, Adam! Seger banget sekarang lo! Kayak abis liburan.


Adam hanya melirik mereka dengan senyum dingin. Saat mahasiswa itu pergi, Adam kembali menatap Dicky.

 

ADAM
(pelan, misterius)
Jangan bilang siapa-siapa, Dick...
(kepalanya condong ke telinga Dicky)
Kalau lo buka mulut... bukan gue yang kena masalah. Lo yang duluan ilang.

 

Dicky terperangah. Nafasnya tercekat.

 

CUT TO

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)