Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
11. INT. KAMAR KOSONG – SORE
PEMAIN : ADAM
Sepulang kuliah, Adam mampir ke sebuah bangunan tua tak terpakai. Ia sering menyendiri di sana. Di tengah ruangan gelap, Adam duduk bersila, menarik napas panjang.
Matanya terpejam. Kamera bergerak pelan ke sekelilingnya, memperlihatkan bayangan hitam samar di sudut ruangan.
Suara bisikan samar terdengar: “Kau datang lagi… ikutlah lebih jauh…”
Adam membuka mata, tapi tetap tenang. Seolah suara itu sudah biasa baginya.
Sosok hitam tinggi tampak mengintainya dari kejauhan.
Kamera kembali ke tubuh fisik Adam: matanya terbuka kosong, hanya putih, napasnya berat.
CUT TO:
12. INT. RUANG TAMU – MALAM
PEMAIN : ADAM, IBU
Lampu gantung redup, hanya menyinari sebagian ruang. Suasana rumah terasa hening. Di meja ada kitab doa yang sudah lusuh.
Adam duduk termenung, wajahnya pucat, tatapan kosong. Di tangannya, buku catatan berisi simbol-simbol gaib.
Ibu masuk pelan sambil membawa teh hangat. Wajahnya lembut, namun sorot matanya penuh khawatir. Ia duduk di samping Adam.
Adam diam. Tangannya mengepal.
Ibu menatap Adam lekat, lalu menarik nafas dalam.
Adam menoleh cepat, suaranya bergetar.
Ibu menggenggam tangan Adam erat.
Adam terdiam. Ia menunduk, air matanya hampir jatuh.
Adam terisak pelan, mencoba menyembunyikan tangisnya. Kamera mendekat ke wajahnya yang pucat.
CUT TO
13. EXT. HALAMAN RUMAH – MALAM
Hujan rintik mulai turun. Dari luar jendela, samar-samar terlihat bayangan hitam berdiri memperhatikan mereka berdua.
CUT TO BLACK.
14. INT.KAMAR ADAM-RUMAH ADAM-MALAM
PEMAIN : ADAM
Adam terbangun dari tidurnya, keringat bercucuran. Jam dinding menunjukkan pukul 02:17. Ia menatap ke cermin—dan refleksinya tiba-tiba tersenyum, padahal Adam sendiri tidak.
Adam tersentak mundur. Kamera close-up wajahnya pucat.
FADE OUT.
15. INT. KAMAR ADAM – PAGI
PEMAIN : ADAM
Cahaya matahari menembus tirai kamar sempit. Kamera CLOSE UP pada wajah Adam (23) yang terbangun dengan napas berat. Peluh dingin membasahi dahinya.
Ia menatap cermin di meja rias. Sekilas refleksinya tersenyum… padahal Adam sendiri tidak. Adam tersentak mundur, lalu menyibakkan wajah dengan air.
CUT TO
16. EXT. KAMPUNG – PAGI
PEMAIN : ADAM
Adam berjalan menyusuri jalan kampung menuju warung kopi. Tetangga-tetangga menyapanya, tapi Adam hanya membalas dengan anggukan singkat. Ia dikenal sebagai pemuda pendiam, rajin membantu orang tua, tapi sering melamun.
CUT TO
17. EXT. HALAMAN KAMPUS – PAGI
PEMAIN : ADAM, DICKY
Matahari pagi menerobos pepohonan rindang di kampus tua. Mahasiswa lalu lalang, tapi suasana tetap terasa dingin dan berat.
Adam berjalan pelan dengan wajah pucat, matanya sayu seolah tidak tidur semalaman. Tangannya memegang buku catatan lusuh.
Di kejauhan, Dicky berdiri bersama beberapa teman. Begitu melihat Adam, wajah Dicky berubah tegang. Ia buru-buru menjauh dari kerumunan, menghampiri Adam dengan langkah ragu.
Adam berhenti. Menatap Dicky dengan tatapan kosong, lalu tersenyum tipis.
Dicky gelisah, menoleh kanan-kiri seolah takut ada yang mendengar.
Adam menunduk sebentar, lalu menghela nafas.
Dicky memegang bahu Adam, sedikit mengguncangnya.
Adam menatap Dicky dalam-dalam. Sekilas, matanya berkedip aneh, pupilnya melebar.
Dicky terperangah, wajahnya memucat. Ia mundur selangkah.
Tiba-tiba, angin dingin berhembus kencang melewati mereka, padahal pagi cerah. Kertas-kertas mahasiswa beterbangan di sekitar halaman.
Adam tersenyum samar, seperti menikmati hembusan itu.
Dicky menatap Adam, tercengang antara rasa takut dan penasaran.
CUT TO: wajah Dicky yang penuh kegelisahan, lalu ke wajah Adam yang tampak tenang tapi menyimpan sesuatu yang gelap.
18. INT. RUANG KELAS KOSONG – LANTAI ATAS – MALAM
PEMAIN : ADAM, DICKY
Kampus sudah sepi. Hanya lampu lorong yang redup menyala. Ruang kelas tua di lantai atas tampak gelap, meja-meja berantakan.
Adam duduk bersila di lantai, tepat di tengah kelas. Di hadapannya ada lilin menyala, asap dupa mengepul. Di sampingnya, buku catatan lusuh terbuka dengan simbol-simbol gaib.
Adam menutup mata, menarik napas panjang. Wajahnya tenang, tapi tubuhnya berkeringat dingin.
CUT TO – KORIDOR
Dicky berjalan pelan, membawa botol minum. Ia tak sengaja mendengar suara berbisik samar dari ruang kelas. Ia mendekat, wajahnya tegang.
Dicky mengintip dari pintu yang sedikit terbuka.
CUT TO
19. INT. RUANG KELAS – MALAM
PEMAIN : ADAM, DICKY
Adam mulai merapal mantra dengan suara lirih. Lilin-lilin bergetar, bayangan di dinding menari tak wajar.
Tiba-tiba tubuh Adam kaku. Napasnya terengah. Kepalanya mendongak, matanya terbuka — pupilnya putih semua.
Dicky terkejut, menutup mulut dengan tangannya agar tak bersuara.
Perlahan, asap tipis keluar dari tubuh Adam, membentuk siluet dirinya sendiri. Roh Adam terangkat, berdiri di samping tubuhnya yang masih duduk.
Roh Adam menatap tubuhnya sendiri dengan wajah datar. Lalu menoleh ke arah pintu… langsung menatap ke arah Dicky.
Dicky tersentak mundur, kursi di koridor terjatuh keras.
Roh Adam menyeringai — berbeda dari ekspresi Adam biasanya. Suaranya menggema, berat dan menyeramkan.
Dicky gemetar, hampir jatuh. Ia berlari mundur di koridor, tapi pintu kelas berderit menutup sendiri dengan keras.
Adam yang masih duduk bersila tiba-tiba terbatuk keras, tubuhnya kejang. Roh Adam melayang mendekati Dicky, membuat udara sekitar terasa semakin dingin.
Dicky berteriak ketakutan.
Kamera berputar cepat — memperlihatkan tubuh Adam yang jatuh terkulai tak bergerak, sementara rohnya mendekati Dicky dengan tatapan kosong.
CUT TO BLACK.
20. EXT. HALAMAN KAMPUS – PAGI
PEMAIN : ADAM, DICKY, MAHASISWA 1
Mahasiswa sibuk dengan aktivitas biasa: nongkrong, bawa buku, dan bercanda. Semua tampak normal. Tapi suasana terasa aneh ketika Adam berjalan memasuki halaman kampus.
Adam tampak segar, bahkan lebih bersemangat dari biasanya. Rambutnya rapi, langkahnya mantap. Tapi tatapannya dingin, penuh keangkuhan.
Dicky duduk di bangku taman, wajahnya kusut, jelas semalaman tidak tidur. Begitu melihat Adam, ia langsung berdiri, ragu-ragu mendekat.
Adam tersenyum tipis, menepuk bahu Dicky dengan keras seakan penuh tenaga.
Dicky terdiam, tubuhnya kaku. Ia mencoba tersenyum kaku, tapi matanya penuh ketakutan.
Adam menoleh cepat, tatapannya menusuk. Senyumnya melebar, seperti ada sesuatu yang lain menguasainya.
CLOSE UP – wajah Dicky yang pucat, bibirnya gemetar.
Tiba-tiba, beberapa mahasiswa lain lewat dan menyapa Adam dengan ceria.
Adam hanya melirik mereka dengan senyum dingin. Saat mahasiswa itu pergi, Adam kembali menatap Dicky.
Dicky terperangah. Nafasnya tercekat.
CUT TO