Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
ROGO SUKMO
Suka
Favorit
Bagikan
1. LORONG GELAP
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

OPENING

01. INT. ALAM GAIB – LORONG GELAP – MALAM

PEMAIN : ADAM (23), MAHLUK GAIB

Kabut tebal menyelimuti. Suara bisikan samar terdengar dari segala arah. Kamera mengikuti langkah Adam (23), yang berjalan tergesa dengan wajah panik. Nafasnya memburu.

Tiba-tiba—


DUUUM!

Suara langkah berat menggema dari belakang. Tanah bergetar setiap kali langkah itu menghantam.

Adam menoleh…


Sebuah makhluk hitam raksasa muncul dari kabut. Tubuhnya besar, berbulu kasar, wajahnya samar tapi jelas memiliki bola mata merah menyala, menatap Adam tanpa berkedip. Giginya panjang, runcing, meneteskan cairan hitam.

 

CLOSE UP – MATA MERAH

Bola matanya bergerak liar, menyala seperti bara. Suara napasnya berat, “Hhhrrhhhhh…”

 

CUT BACK TO – ADAM

Adam terbelalak, lalu berlari sekuat tenaga. Nafasnya tersengal. Kamera handheld mengikuti dari belakang, menambah ketegangan.

 

Suara teriakan melengking keluar dari makhluk itu, membuat telinga Adam berdengung.

 

Adam menoleh lagi—

Makhluk itu berlari mengejar, dengan kecepatan tak wajar.

Adam terjatuh, tubuhnya terseret di tanah berlumpur. Ia berusaha bangkit, tapi kabut semakin pekat. Dari samping, bayangan tangan-tangan hitam meraih pergelangan kakinya, menariknya ke bawah.

 

CLOSE UP – WAJAH ADAM

Adam menjerit, matanya membelalak, keringat bercucuran.


ADAM:
Tidak… jangan!!!

 

Makhluk hitam itu semakin dekat. Matanya menyala terang—cahaya merah memenuhi layar.

 

BLACK SCREEN.

Suara tawa melengking menggema.

 

TITLE CARD MUNCUL:

“ROGO SUKMO”

 

02. INT. KAMAR ADAM – MALAM

PEMAIN : ADAM KECIL (10)

Hujan gerimis di luar. Lampu kamar berayun pelan, seolah tertiup angin. Adam kecil (10) terbaring di ranjang, tubuhnya kaku, napasnya pelan. Matanya tertutup rapat sejak siang.

 

FLASHBACK – SUARA KAKEK (VO)

Jangan main jauh-jauh, Dam… nanti kamu tersesat.

 

Kata-kata itu menggema, lalu lenyap ditelan keheningan.

 

CUT TO

 

03. INT. RUMAH – RUANG DEPAN – MALAM

PEMAIN : ADAM, MARYOTO (50), SARIANI (45)

Sariani, ibunya, mondar-mandir dengan wajah panik. Sesekali ia masuk ke kamar, menempelkan telapak tangan ke dahi Adam.

 

SARIANI (cemas):
Bagaimana ini, Pak? Adam belum bangun juga… sudah lebih dari 12 jam.

 

Maryoto, ayahnya, duduk resah.


MARYOTO:
Adam memang masih tidur, Bu. Jangan khawatir…

 

SARIANI (menangis):
Tidak mungkin, Pak! Adam tidak pernah begini… Kita harus cari orang pintar sekarang juga.

 

Maryoto menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 1 dini hari. Ia akhirnya menghela napas berat dan bergegas keluar.

 

CUT TO

 

04. INT. KAMAR ADAM – BEBERAPA MENIT KEMUDIAN

PEMAIN : ADAM, MARYOTO, SARIANI, KYAI ARWAN

Maryoto kembali bersama seorang laki-laki tua berjanggut, berbalut surban lusuh—Kyai Arwan. Aura wibawa sekaligus misterius terpancar dari matanya.

 

SARIANI (memohon):
Tolong anak saya, Pak Kyai…

 

Kyai duduk di tepi ranjang, mengelus kepala Adam. Ia memejamkan mata, bibirnya melantunkan doa.

 

KYAI ARWAN (lirih, berat):
Anak kalian… sedang bermain dengan teman-temannya.

 

SARIANI (bingung, lirih):
Bermain?

 

KYAI ARWAN:
Ia merogo sukmo. Arwahnya keluar, masuk ke alam gaib.

 

Kata-kata itu membuat Sariani terperanjat, Maryoto terdiam pucat.

 

CUT TO

 

05. INT. ALAM GAIB – KABUT PEKAT

PEMAIN : ADAM KECIL, KYAI ARWAN

Kyai tampak berjalan di jalan setapak penuh kabut. Suara jeritan samar terdengar. Pohon-pohon hitam tanpa daun menjulang tinggi.

 

Di kejauhan, Adam kecil duduk di tanah, menangis terisak.

Kyai mendekatinya perlahan.

 

KYAI ARWAN (lembut):
Kenapa kamu menangis, Nak?

 

ADAM KECIL (tersedu):
Saya… saya tidak bisa pulang, Pak.

 

Kyai tersenyum tipis, mengelus rambut Adam.


KYAI ARWAN:
Lain kali jangan jauh-jauh kalau main. Ayo, ikut saya… Saya antar pulang.

 

Adam menggenggam tangan Kyai. Begitu langkah mereka menembus kabut, layar mendadak putih menyilaukan.

 

CUT TO

 

06. INT. KAMAR ADAM – MALAM

PEMAIN : ADAM KECIL

Adam kecil terbangun mendadak, matanya terbuka lebar. Ia terengah, lalu melihat wajah bapak-ibunya yang menangis lega.

 

ADAM (lirih):
Bapak… Ibu…?

 

Sariani memeluk erat sambil menangis tersedu.


SARIANI:
Adam, kamu kemana saja, Nak…

 

ADAM (polos):
Tadi Adam main, Bu… tapi Adam nggak bisa pulang…

 

Sariani mengelus rambutnya, merengkuh tubuh anak itu semakin erat. Kamera menyorot wajah Adam yang masih pucat… lalu perlahan berganti dengan wajah Adam dewasa yang termenung sendirian di kamarnya, sepuluh tahun kemudian.

 

FADE OUT.

 

07. EXT. KAMPUNG – PAGI

PEMAIN : ADAM (23), EXTRAS ANAK KECIL

Mentari pagi menembus sela pepohonan. Suara ayam berkokok. Anak-anak kecil berlarian di gang sempit. Kamera mengikuti Adam (23) berjalan pulang dari masjid kecil setelah sholat Subuh. Wajahnya tenang, namun matanya terlihat lelah.

 

NARASI (VO Adam):
Sejak kecil, aku bisa melakukan sesuatu yang tak bisa dilakukan orang lain. Awalnya kupikir ini anugerah. Tapi makin ke sini… aku tahu ini kutukan.

 

CUT TO

 

08. INT. KAMAR ADAM-RUMAH ADAM – PAGI

PEMAIN : ADAM, IBU (45)

Rumah sederhana. Ibunya menyiapkan sarapan di dapur. Adam masuk kamar, meletakkan tas dan buku-buku kuliah. Ia membuka laci, mengambil sebuah buku tua lusuh berisi tulisan Jawa kuno dan mantra.

 

Kamera close-up pada buku itu: halaman-halaman penuh simbol dan catatan tangan.


Adam menyentuhnya perlahan, seolah buku itu benda paling berharga baginya.

 

Ibunya mengintip dari pintu.


IBU:
Adam, jangan terus-terusan baca buku kakekmu itu. Kau nanti tambah pusing.

 

Adam menoleh, tersenyum samar.


ADAM:
Tenang, Bu. Aku cuma penasaran aja.

 

Ibunya menghela napas panjang, lalu pergi. Adam menutup buku itu, wajahnya berubah serius.

 

CUT TO

 

09. INT. RUANG KELAS – KAMPUS – SIANG

PEMAIN : ADAM, DICKY (23)

Kelas sudah sepi. Papan tulis masih penuh coretan. Cahaya matahari masuk lewat jendela yang kotor, menimbulkan bayangan panjang di lantai.

 

Adam duduk di bangku paling belakang, membuka catatan sambil termenung. Wajahnya pucat, matanya merah seperti kurang tidur.


Dicky, sahabatnya, masuk dengan wajah heran.

 

DICKY
(berusaha santai)
Bro, lo lagi nyiapin skripsi apa lagi ngobrol sama hantu?

 

ADAM
(melirik cepat, dingin)
Lo pikir gue bercanda?

 

DICKY
(sambil tertawa kecil)
Ya abis... dari kemaren lo kayak orang linglung. Gak pernah tidur. Mukalu kayak mayat.

 

Adam menghela napas, menatap jendela. Dari pantulan kaca, samar-samar terlihat bayangan tubuh lain berdiri di belakangnya.

 

ADAM
Pelajaran di kelas ini... bukan cuma teori, Dicky. Gue lagi coba sesuatu.

 

DICKY
(cemberut, penasaran)
Coba sesuatu? Maksud lo apaan?

 

Adam menutup bukunya pelan, lalu berbisik.

 

ADAM
Lo pernah denger “rogo sukmo”?

 

Dicky berhenti sejenak, wajahnya berubah serius.

 

DICKY
(kaget, suara pelan)
Gila... itu ilmu buat ninggalin raga kan? Kayak keluarin jiwa dari badan?

 

Adam mengangguk.

 

ADAM
Gue udah coba beberapa kali. Dan… berhasil.

 

Hening sejenak. Angin berhembus, pintu kelas berderit menutup sendiri. Dicky menatap sekeliling, mulai merinding.

 

DICKY
Bro... lo jangan main-main sama begituan. Itu bisa bahaya.

 

Adam tersenyum tipis, matanya sayu tapi dalam.

 

ADAM
Justru di situ letak serunya. Lo gak tau rasanya... ngelihat dunia dari luar badan sendiri.

 

Dicky menelan ludah, makin gelisah.

 

DICKY
Kalau jiwa lo gak bisa balik? Kalau ada yang lain masuk ke tubuh lo?

 

Adam diam, menunduk. Lalu ia menatap Dicky lurus-lurus.

 

ADAM
(suara pelan, hampir berbisik)
Kadang gue juga ngerasa... yang balik itu bukan gue sepenuhnya.

 

KAMERA perlahan ZOOM IN ke wajah Adam. Dari pantulan kaca jendela, terlihat jelas bayangan hitam menyerupai Adam, tapi dengan wajah menyeringai.

 

DICKY (gelagapan)
Adam... itu... di belakang lo...

 

Adam menoleh cepat. Bayangan itu sudah menghilang.

Hening. Suasana kampus tiba-tiba seperti membeku.

 

Dicky masih menatap Adam dengan mata membelalak. Tangannya gemetar menunjuk ke arah jendela.

 

DICKY
(suara pecah, ketakutan)
Adam... sumpah gue liat jelas tadi... ada bayangan lo... tapi mukanya... beda...

 

Adam hanya menatap tenang, tanpa ekspresi. Senyum tipis terukir di bibirnya, tapi matanya kosong.

 

ADAM
(menunduk, lirih)
Mungkin itu... bagian dari gue yang lo gak pernah kenal.

 

Dicky semakin panik. Ia mundur beberapa langkah, kursi yang disentuhnya jatuh dengan suara berderak keras.

 

DICKY
(terengah, hampir berteriak)
Gila lo, Adam! Ini udah gak normal lagi! Gue gak mau ikut-ikut!

 

Adam mendongak perlahan. Sekilas, wajahnya berubah pucat keabu-abuan, seperti bayangan lain menempel.

 

ADAM
(suara berat, bukan seperti dirinya)
Kalau lo takut... jangan pernah deket-deket gue lagi.

 

Mata Dicky membesar, tubuhnya kaku. Lalu ia spontan berbalik dan lari keluar kelas.

 

CUT TO

 

10. INT. KORIDOR KAMPUS – SIANG

PEMAIN : DICKY

Koridor panjang, sepi, cahaya matahari terpotong kaca jendela yang berdebu. Langkah kaki Dicky terdengar terburu-buru, bergema.

 

Ia menoleh ke belakang. Dari pintu kelas, Adam masih duduk diam. Tapi di balik bayangan kursi, terlihat sosok siluman bayangan hitam melayang berdiri, mengawasi.

 

DICKY
(berbisik, ketakutan)
Ya Allah...

 

Dicky langsung berlari makin cepat hingga suaranya hilang di ujung koridor.

 

KAMERA kembali ke dalam kelas. Adam menutup matanya. Sekilas, bibirnya tersenyum tipis, seperti puas.

 

CUT TO BLACK.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)