Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Penyulam Harapan
Suka
Favorit
Bagikan
13. Babak 13 (Scene 66-72)(akhir)

66. INT – RESTORAN PUJI - RUANG KERJA PUJI - SIANG

 

Kita melihat Nana duduk di sofa pojok. Puji dan Bimo duduk berhadapan, terhalang meja kerja Puji. Mereka saling pandang, lalu menatap Nana yang ada di sisi lain ruangan.


Puji menatap Bimo dengan alis bertaut, tangan kanannya memainkan pulpen. Dia menggerak-gerakkan pulpen, menunggu.


Bimo mengambil napas dalam-dalam, lalu menegakkan posisi badannya. Bimo menaikkan kedua tangan di meja, lalu menumpuknya. Dia memandang Puji lekat, pertanda apa yang akan dia katakan adalah sesuatu yang serius.


Puji tahu, Bimo meminta perhatian penuh. Sikap Bimo yang berubah menjadi semi formal, dipahami oleh Puji. Maka, dia pun menegakkan punggung.

 

BIMO
Kamu bilang akan merawat Nana dan Vino.
Berjanjilah padaku, Puj.
Kamu akan merawat mereka berdua, anak-anak kita.

 

Puji menoleh pada Nana yang menunduk diam. Lalu beralih pada Bimo lagi.

 

PUJI
Kamu memaksa Nana supaya mau pulang?
(Menggerakkan dagu ke arah Nana)
 
BIMO
Tidak, aku memberitahu Nana kalau kamu adalah ibunya.
Mungkin memang kita cukup sampai di sini, Puj.
(Bimo tersenyum)
Aku cuma mau kamu tahu, selama kita bersama dulu … aku bahagia memiliki kalian.

 

Bimo mengusap sudut matanya, lalu berdiri. Dia berjalan menuju pintu keluar, sekilas menatap Nana yang masih menunduk. Bimo menghampiri Nana, lalu mengecup puncak kepala Nana.

 

BIMO
Nurut sama mamah kamu ya, Sayang.
 

DISSOLVE TO:

 

 

67.  INT – RUMAH PUJI - KAMAR NANA – MALAM

 

Terdengar suara ketukan pintu. Puji menunggu jawaban dari Nana. Akan tetapi, tidak ada suara apa pun dari dalam. Kemudian Puji perlahan memutar pegaangan pintu, lalu mendorongnya sampai terbuka sempurna.

 

Nana tiduran sambil memandang kosong ke arah jendela. Puji berjalan mendekat, berdiri mematung di dekat lemari pakaian Nana.

 

Puji menghela napas, berpikir apa yang harus dikatakannya pada Nana.

 

PUJI
Na, mamah mau bicara sama kamu.

 

Nana masih diam. Dia memejam kuat-kuat, lalu bangun. Nana sekarang duduk, tetapi masih tidak menatap Puji.

 

Puji duduk di ujung tempat tidur, tidak mendekat di samping Nana.

 

PUJI (CONT’D)
Mamah tahu kamu marah, tapi ….
Mamah pengen kamu mengerti kalau, apa yang mamah lakukan semua demi kamu, Na.
 
NANA
Nana tahu, makanya Nana pulang.
(Suara Nana lirih pelan)

 

PUJI
Jadi, benar, bukan papah kamu yang menyuruh kamu pulang?
 
NANA
(Menggeleng)
Nana pergi ke tempat papah, karena Nana masih berpikir bisa mengajak Papah pulang.
Nana tahu, Papah masih mau pulang.
Tapi apa gunanya, kalau perasaan Papah dan semua yang dipendamnya enggak pernah mamah peduliin.

 

Tatapan Puji menyipit, tak mengerti apa yang Nana bicarakan. Dia menatap Nana tajam.

 

PUJI
Apa yang kamu bicarakan, Na?
Papah kamu menjelek-jelekkan mamah? Itukah yang kamu maksud?
 
NANA
(Menggeleng, lalu memandang Puji)
Enggak, papah cuma bilang, ‘Kalau selama ini, udah lama sekali papah merasa enggak dicintai lagi. Papah berpikir, semua sudah berbeda. Mamah jadi lebih cuek, jarang melibatkan papah dalam berbagai hal. Kalau emang perceraian itu yang mamah mau, papah akan mundur.’

 

PUJI
(Menelan ludah)
Papamu membicarakan apa yang semestinya enggak kamu dengar.
 
NANA
Enggak juga, Mah. Lagi pula, Nana yang memaksa papah untuk jujur lebih dulu. Jadi, bukan salah papah.
Kalau Mamah mau nyalahin orang, salahin aja Nana, karena sampai sekarang Nana tetep enggak mau papah pergi.

 

Nana menarik selimutnya lagi. Dia berguling menyamping lalu menutup semua bagian tubuhnya sampai kepala. Puji menatap kosong pada Nana yang tenggelam di bawah selimut. Dia berdiri, lalu berjalan ke luar dari kamar. Usai menutup pintu, Puji menyandarkan punggungnya di daun pintu kamar Nana. Matanya berkaca-kaca.

 

DISSOLVE TO:

 

68.  INT – PENGADILAN NEGERI AGAMA - RUANG SIDANG KEDUA - SIANG

 

Tampak hakim ketua merapikan kertas-kertas yang sudah dibacakan dari persidangan pertama mediasi. Hakim ketua memandang ke arah Puji selaku penggugat.

 

Puji gugup, keringat dingin mulai muncul di dahinya. Dia kemudian melirik sekilas pada Bimo.

 

HAKIM KETUA
Bagaimana Ibu Puji, adakah yang ingin disampaikan lagi?
Sebagai tambahan untuk mendukung keputusan Ibu yang tetap pada niat awal yaitu mengajukan gugatan cerai atas Bapak Bimo.
 
PUJI
(Menggeleng pelan satu kali)
Tidak, Pak Hakim.

 

HAKIM KETUA
(Menoleh pada Bimo)
Pak Bimo, Anda sudah mendengar bahwa keputusan Ibu Puji tetap sama yaitu ingin bercerai dari Bapak Bimo.

 

BIMO
(Tersenyum, melirik sekilas pada Puji)
Saya meralat ketidaksetujuan saya bercerai dari Ibu Puji. Anda bisa mencatat itu Bapak Hakim dan Bapak Panitera.

 

HAKIM KETUA
Apakah Anda setuju untuk berpisah?
Mengapa Anda berubah pikiran, Pak Bimo?
 
BIMO
Saya tidak berubah pikiran, Pak Hakim.
Saya hanya tidak ingin merusak kebahagiaan Puji.
Bila mungkin selama ini, dia tidak bahagia bersama saya.
Maka, saya tidak bisa memaksanya untuk terus merasa tidak bahagia dalam pernikahan kami.
 

Puji menatap ke arah Bimo. Dadanya menjadi sesak. Puji hampir menangis, mendengar pernyataan yang diucapkan oleh Bimo.

 

HAKIM KETUA
Jadi, Anda setuju untuk mengakhiri pernikahan kalian? Begitu, Pak Bimo?
 
BIMO
Benar, Pak Hakim.
 
HAKIM KETUA 
Sebelumnya, saya ingin tahu apakah benar, kalian sering kali berdebat dan terjadi perselisihan. Sehingga, Pak Bimo dan Bu Puji merasa saling tidak cocok satu sama lain?
Bisa Ibu Puji rincikan seperti apa perselisihan yang dimaksud?
Para saksi, tampaknya mendukung pernyataan itu. Yaitu putri Ibu Puji dan Pak Bimo, yang bernama Nana.
Juga kedua orang tua Bapak Bimo, yang mengatakan sering terjadi perbedaan pendapat dalam keluarga kalian.

 

PUJI
Kami sering tidak bisa memandang sesuatu dari kacamata yang sama.
Termasuk dalam cara mengurus anak-anak.
 
HAKIM KETUA
Pak Bimo, membenarkan ucapan Ibu Puji?
(berpaling pada Bimo)
 
BIMO
(Mengangguk)
Benar, Pak.

 

Hakim ketua menoleh pada panitera yang masih mencatat, keduanya lalu saling mengedip dan mengangguk pelan.

 

HAKIM KETUA
(Mengambil palu, sambil satu tangannya membaca kertas di hadapan yang baru saja diberikan oleh panitera)
Dengan ini, saya menyatakan, hasil putusan akan dibacakan minggu depan pada persidangan ketiga. Sebab, ada perbedaan pernyataan dan keputusan dari Bapak Bimo. Yang secara tidak langsung setuju dengan gugatan Ibu Puji. Maka, putusan sidang perceraian akan kami bacakan minggu depan, beserta dengan dikeluarkannya surat keputusan dari pengadilan negeri agama.
 

Kita melihat Puji menatap lekat pada Bimo. Bimo mengusap sudut matanya yang basah. Puji pun menangis. Bimo mendongak, sehingga jadi saling pandang dengan Puji.

 

Nana yang duduk di kursi saksi sesenggukan, terus menunduk.

 

Tiba-tiba Puji mengangkat tangan.

 

HAKIM KETUA
Sidang akan saya tutup Ibu Puji.
 
PUJI
Saya ingin mengatakan sesuatu, Pak Hakim. Apakah diperbolehkan?

 

HAKIM KETUA
(Mengangguk)
Silakan.

 

Panitera kembali membuka catatannya, dan menekan bolpoin agar ujung matanya muncul. Hakim ketua dan panitera menatap heran pada Puji.

 

PUJI
Saya ingin mencabut gugatan saya.
 
Semua orang terkejut, melongo, termasuk hakim ketua dan panitera.
 
HAKIM KETUA
Ibu Puji, pencabutan gugatan bukanlah sesuatu yang mudah, mengingat Ibu melampirkan banyak faktor yang membuat pernikahan Anda tampak tidak berjalan baik bersama Pak Bimo.
 
PUJI
Saya tahu, Pak Hakim, tapi saya ingin mencabut gugatan saya.
 

DISSOLVE TO:

 

69.  EXT - PENGADILAN NEGERI AGAMA – HALAMAN KANTOR PENGADILAN NEGERI AGAMA - SIANG

 

Kita melihat Puji dan Bimo berdiri saling berhadapan. Keduanya menangis, mata merah dan bengkak.

 

Puji berjalan lebih dekat ke depan Bimo. Dia menunduk, lalu mendongak.

 

Bimo pun diam, wajahnya berbinar senang. Dia tak percaya dengan apa yang didengarnya bahwa Puji mencabut gugatan cerai.

 

Nana berdiri di belakang Puji. Dia mengusap hidung, lalu kerepotan mengelap pipinya yang basah.

 

BIMO
Puj?
 
PUJI
(Menelan ludah, lalu mendongak)
Maafkan aku, Mas.

 

Puji melirik sekilas pada Nana yang ada di belakangnya, lalu berjalan di sebelah kanan Bimo.

 

Spontan Bimo menarik tangan Puji, memeluknya erat. Keduanya menangis tanpa berkata apa-apa. Nana berhambur memeluk kedua orang tuanya. Mereka bertiga menangis.

 

DISSOLVE TO:

 

70.  EXT - LUAR GEDUNG SELEKSI - SIANG

 

Kita melihat Nana turun dari mobil Bimo. Dia buru-buru salim, lalu berlari menuju ruang seleksinya. Dia berhenti terengah-engah ketika berhenti di depan pintu yang masih terbuka.

 

Dika refleks berdiri, ketika melihat Nana berdiri di ambang pintu. Dia tersenyum lebar, lalu duduk lagi menghadap komputer di depannya. Sesekali dia masih melirik Nana.

 

Pengawas bangkit dari duduk, lalu menghampiri Nana.

 

Dari arah selasar, Puji dan Bimo berhasil mengejar putrinya.

 

PENGAWAS SELEKSI
Apa kamu juga peserta seleksi?
 
NANA
(Mengangguk cepat, masih menata napasnya)
Ini formulir dan nomor peserta saya, Pak.

 

Pengawas seleksi mengambil kertas yang disodorkan oleh Nana, membacanya sekilas lalu memandang tempat kosong di ruangan itu. Ternyata memang ada satu kursi yang tidak berpenghuni, tempatnya ada di pojok ruangan.

 

PENGAWAS SELEKSI
(Membaca sekilas)
Di sana, tempat dudukmu Nana.
 

Nana mengangguk, lalu berjalan menuju kursinya. Pengawas seleksi lalu menatap Bimo dan Puji yang baru sampai di depan ruangan.

 

Bimo sadar tengah diperhatikan, maka dia segera menatap balik si pengawas seleksi.

 

BIMO
Kami orang tua, Nana. Siswi yang baru saja masuk ruangan.
 
PENGAWAS SELEKSI
Bapak dan ibu, silakan menunggu di aula lantai satu. Tidak diizinkan untuk menunggu di depan ruang seleksi, atau putri Bapak dan Ibu akan didiskualifikasi.
 

Bimo dan Puji mengangguk paham. Nana menoleh ke arah orang tuanya, tersenyum lebar melihat mereka bersama lagi. Bimo pun memandang Nana. Bimo mengangkat kepalan tangan, tanda menyemangati. Nana mengangguk, tersenyum lebih lebar dari sebelumnya.

 

Lalu pintu ditutup oleh pengawas seleksi.

 

Nana mengatur napas, menarik dalam lalu mengembuskan perlahan sebelum memasang headphone yang telah disediakan.

 

DISSOLVE TO:

 

71.  INT – PENGADILAN NEGERI AGAMA - RUANG SIDANG - SIANG

 

Kita melihat Bimo, Puji, Nana, kedua orang tua Bimo duduk di ruangan. Lalu kita melihat hakim ketua dan panitera yang tengah memeriksa lembar-lembar kertas.

 

Hakim ketua memperhartikan satu per satu pada semua orang, bersiap membacakan putusan.

 

HAKIM KETUA
Pada hari ini, pengadilan negeri agama memutuskan gugatan cerai Saudari Ibu Puji telah resmi dicabut.
Maka, antara Ibu Puji dan Bapak Bimo kembali rujuk dan bersama dalam ikatan pernikahan keduanya. Demikian, putusan sidang selesai saya bacakan.

 

Puji menangis, menoleh pada Bimo. Bimo pun berkaca-kaca. Ucapan hamdallah terdengar. Palu diketuk dua kali. Bimo pun berdiri, lalu berjalan untuk menyalami hakim ketua dan panitera. Kemudian dia berbalik, menatap Puji yang tersenyum sambil menangis bahagia.

 

Bimo menghampiri Puji lalu memeluknya. Di belakang mereka, Nana kerepotan mengelap air mata, tapi dia tersenyum bahagia.

 

Bimo mengurai pelukannya, lalu dia memandang Nana. Bimo pun membuka lengan agar Nana mendekat.

 

Nana berlari, berhambur memeluk kedua orang tuanya. Bimo menciumi puncak kepala Nana.

 

DISSOLVE TO:

 

72.  INT – RUMAH PUJI – RUANG KELUARGA RUMAH PUJI - SORE

 

Terlihat bibi baru menutup pintu, lalu berjalan masuk ke rumah membawa amplop besar. Dia menuju ruang keluarga.

 

Puji dan Bimo yang tengah duduk sambil mengobrol menoleh ke Arah bibi. Juga Nana dan Vino yang tengah bermain catur di karpet pun menoleh.

 

BIMO
Ada apa, Bi?
 
BIBI
(Berjalan mendekat, lalu menyodorkan amplop tadi pada Bimo)
Ada surat buat Non Nana.

 

Nana langsung berdiri, lalu berlari menuju Bibi. Nana menyambar amplop itu, yang belum sempat diambil alih oleh Bimo.

 

Nana buru-buru merobeknya, lalu membentangkan isi amplopnya lebar-lebar. Nana memekik kecil, melompat kegirangan. Dia berbalik memandang Puji dan Bimo.

 

NANA
Mah, Pah, Nana lolos seleksi.
 

Bimo dan Puji saling pandang, lalu tersenyum. Bibi pun ikut tersenyum.

 

Bimo merentangkan kedua tangan, lalu dia berdiri. Puji juga ikut berdiri. Keduanya menghampiri Nana.

 

Vino bangkit dari duduk, berlari menghampiri Nana. Vino menyambar kertas di tangan Nana.

 

VINO
Wah, Kak Nana jadi kuliah di perminyakan.
Selamat, ya, Kak.

 

BIMO
Selamat, ya, Na.
(Bimo memeluk Nana dari samping)

 

Puji pun ikut memeluk. Tak ketinggalan Vino ikut juga. Nana memeluk pinggang Bimo erat-erat.

 

NANA (V.O)
Makasih, Pah. Makasih, Mah.
Makasih karena Mamah sama Papah tetep mau memberikan cinta yang utuh untuk Nana, juga Vino.

 

FADE TO: BLACK

 

TAMAT

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar