Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Penyulam Harapan
Suka
Favorit
Bagikan
4. Babak 4 (Scene 16-25)

16. INT - KAMAR NANA - MALAM (PRESENT)

 

Kita melihat Nana mengusap-usap foto album masa kecilnya dulu. Foto yang diambil ketika dia dan keluarganya ikut study tour pengenalan profesi untuk taman kanak-kanak. Nana menangis lalu mendekap album foto usang itu.

 

DISSOLVE TO:

 

17. INT - RUMAH PUJI - RUANG MAKAN – PAGI

 

Kita melihat beberapa lembar roti di piring saji lebar, juga semangkuk besar nasi goreng yang dimasak oleh BIBI ART (50). Si bibi menuang susu untuk Nana, bergantian lalu menuang untuk Vino.

 

PUJI
Bagaimana sekolahmu, Vin?
(Menatap Vino sekilas, lalu menyuap nasi ke mulut)

 

Vino membolak-balik roti di piringnya dengan lesu. Mukanya tertekuk karena malas.

 

VINO
Biasa aja, Mah.

 

Puji berpaling pada Nana yang juga belum menyuap apa pun ke mulut. Sejak tadi dia hanya memandangi sendok dan nasi di piringnya.

 

PUJI
Kalian ini sebenarnya kenapa?

 

Nana melirik mamanya sekilas. Nana menggeleng pelan, Vino pun begitu. Lalu Vino berdiri, menenteng tas punggungnya.

 

VINO
Vino berangkat dulu, Mah.

 

Vino menenggak susu sampai habis setengah gelas, lalu berjalan mendekati Puji. Dia salim sebelum berlalu meninggalkan ruang makan.

 

PUJI
Hati-hati, Vin.
 
VINO
Oke, Mah.
(Vino terus jalan, tanpa berbalik pada Puji)

 

Puji menatap Nana tajam, geram dengan sikap kedua anaknya itu.

 

PUJI
Kamu tahu Vino kenapa, Na?
 
NANA
(Sekilas menatap arah perginya Vino)
Enggak tahu, Mah. Mungkin Vino juga ngerasa kalau rumah jadi sepi setelah Papah enggak tinggal di sini lagi.
 
PUJI
(Meletakkan sendok, batal menyuap nasi)
Kamu lupa apa yang sudah papah kamu lakukan? Mamah enggak habis pikir dengan cara berpikir kamu, Na.
 
NANA
(Membalas tatapan Puji)
Nana enggak lupa, Mah. Tapi Nana cuma mau Mamah sama Papah itu ngobrol dulu. Oke fine, aku enggak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku bukan anak kecil yang bodoh dan enggak tahu kalau Mamah itu gengsi buat maafin Papah.
 
PUJI
(Menatap Nana dengan mata menyipit curiga)
Kamu habis ketemu sama Papah kamu?

 

Nana terdiam.

 

PUJI (CONT’D)
Dengar, ya, Na. Kamu itu harusnya bahagia karena sekarang enggak ada lagi Papah kamu yang suka main tangan itu. Papah kamu yang suka keluyuran bersama teman-temannya dan pulang larut malam. Sekarang mamah bisa membiayai kamu sama Vino sendiri. Masalah selesai, Mamah enggak mau Papah kamu itu balik lagi ke rumah ini atau tinggal bareng kita.

 

NANA
(tersenyum sinis)
Mama pikir, Nana dan Vino takut kalau Mamah enggak bisa biayain kami? Mamah salah, Mah. Yang Mamah anggap semua kebahagiaan bisa terbeli itu salah, Mah. Bukan itu yang Nana mau.
 
PUJI
Tahu apa kamu tentang kebahagiaan, Na? Kamu tuh anak kecil.

 

Nana menggeleng, meletakkan sendoknya. Dia berdiri, lalu berlari naik ke lantai dua. Nana masuk ke kamar, membanting pintu keras-keras lalu menguncinya.

 

Puji mengembuskan napas kasar, lalu menyandarkan punggung ke kursi.

 

DISSOLVE TO:

 

18. EXT – ASRAMA PEMBEKALAN - SELASAR ASRAMA TEMPAT PEMBEKALAN - SIANG

 

Terlihat Dika duduk di dudukan beton tepi selasar sambil mengusap-usap layar ponselnya. Matanya menyipit memandangi kontak Nana. Jempolnya bergerak ragu-ragu, hampir menekan ikon memanggil. Akan tetapi, Dika menjauhkan jempolnya dari layar.

 

Dika lalu mengetik pesan. “Na, gimana kabar kamu? Baik dan sehat?”

 

Tak lama kemudian pesan terbaca, berubah menjadi centang dua warna biru, tetapi tidak ada tanda-tanda Nana mengetik balasan. Dika mengembuskan napas kasar, satu tangannya mengusap wajah yang gusar dan bingung.

 

CUT TO:

 

19. INT – RUMAH NANA - KAMAR NANA – SIANG

 

Kita melihat Nana yang tengkurap, wajahnya tenggelam di selimut, tangan kanannya mencari-cari ponsel yang berbunyi. Dia mendongak sedikit, membuka dan membaca pesan masuk dari Dika. Nana menghela napas dalam, terdiam sesaat lalu membiarkan ponselnya tetap menyala tanpa membalas pesan dari Dika. Ponsel itu terlepas lagi dari genggaman.

 

CUT TO:

 

20. EXT – SEKOLAH SMA - SELASAR SEKOLAH SMA – SIANG  (FLASHBACK)

 

Kita melihat Nana tersenyum sambil memandangi brosur untuk seleksi beasiswa kuliah perminyakan dari perusahaan yang diimpikannya sejak kecil. Dika ikut-ikutan tersenyum melihat Nana yang tampak sangat bahagia.

 

DIKA
Kamu kenapa, Na?
 
NANA
Enggak apa-apa, Dik. Kemarin, Mamah sama Papah seneng banget pas aku bilang mau ikut seleksi beasiswa. Dulu waktu aku kecil, aku pernah bilang sama mereka kalau aku pengen dapat beasiswa ini.
(Nana masih memandangi brosur itu)

 

DIKA
Kamu serius, Na? Beasiswa itu kebanyakan yang daftar cowok loh.
(Dika menarik brosur di tangan Nana lalu membaca sekilas)
 

NANA

Aku serius. Soalnya aku udah lihat sendiri, pas mereka pakai seragam praktik gitu keren banget. Lagian, cewek juga boleh kok daftar dan masuk ke sekolah perminyakan.
 
DIKA
(Alisnya bertaut, berpikir)
Sekeren itukah, Na?

 

NANA
(Mengangguk cepat satu kali)
Iya, masa aku bohong sama kamu.
 
DIKA
Kalau gitu, aku mau ikut daftar juga bareng kamu.
 
NANA
(Matanya melebar, mulutnya terbuka seperti mau menjerit. Nana langsung memeluk Dika dari samping)
Kalau gitu, mulai sekarang kita mesti belajar bareng. Nanti aku pinjami buku-buku yang aku pakai buat belajar.
 
DIKA
Serius?
 
NANA
Enggak, enggak salah.
Udah, ah. Kamu kumat nyebelin.
Aku mau ke kantin aja.
(Berbalik sambil bersedekap, lalu berjalan menjauh meninggalkan Dika)
 
DIKA
(Berlari mengejar)
Na, gitu aja ngambek. Na!

 

DISSOLVE TO:

 

21. EXT - SEKOLAH SMA - SIANG (FLASHBACK)(MONTAGE)

 

a. Kita melihat Dika dan Nana duduk berdua di perpustakaan sambil membaca buku dan berdiskusi tentang sesuatu.

b. Dika dan Nana membeli buku-buku penunjang di toko buku.

c. Dika dan Nana, juga beberapa siswa lain duduk di halaman kelas sambil mendengarkan guru mereka.

d. Dika dan Nana duduk di kelas bersama siswa-siswa lain untuk mengerjakan soal latihan.

 

DISSOLVE TO:

 

22. EXT - RUMAH NANA – DEPAN GERBANG RUMAH NANA – SORE (FLASHBACK)

 

Terlihat motor Dika berhenti di depan gerbang rumah Nana. Nana turun dari motor, melepas helm lalu mengembalikannya pada Dika.

 

Nana merapikan kucir rambutnya yang berantakan.

 

DIKA
Besok aku jemput pagi, ya, Na. Atau agak siang?
 
NANA
(Bibirnya mengerucut, berpikir)
Pagi juga boleh, nanti malem aku siap-siap.

 

DIKA
Kamu nggak deg-degan mau seleksi sebentar lagi?
 
NANA
(Memukul lengan Dika)
Deg-deganlah, emangnya kamu enggak?
 
DIKA
(menyengir)
Ya, sama.
Oh, ya, Na. Sorry nih aku kepo, pipi kamu itu kenapa sih? Kamu jatoh atau kenapa?
 
NANA
(Menyentuh pipinya yang diperban)
Oh, ini tuh pas aku main perang bantal sama Vino. Iseng banget emang dia ngajakin perang bantal, enggak sengaja aku kedorong terus jatuh nubruk tepian sofa.

 

Nana langsung masam, males ditanya-tanya lagi oleh Dika.

 

NANA (CONT’D)
Aku masuk rumah dulu, ya.

 

Dika membuka mulut, tapi Nana keburu masuk gerbang.

 

DISSOLVE TO:

 

23. INT – RUMAH NANA - RUANG TAMU – SORE (FLASHBACK)

 

Nana melihat ada kertas lebar di tangan Puji. Nana berkerut dahi, heran melihat Puji sudah di rumah. Dia mendekat, lalu menyalami tangan Puji.

 

NANA
Surat apa itu, Mah?
 
PUJI
Surat panggilan resmi untuk sidang pertama besok.

 

NANA
Sidang? Mama serius mau cerai sama Papah?
 
PUJI
(Menatap Nana dengan mata menyipit)
Kamu pikir Mamah becanda? Mamah serius mau pisah dari papah kamu itu.
 
NANA
Tapi, Mah ….

 

PUJI
Udah, kamu enggak usah ikut campur. Mending kamu belajar, besok kamu harus berangkat pembekalan. Enggak usah ikut campur sama urusan orang tua.

 

Nana langsung menangis. Dia berbalik lalu pergi berlari menuju kamar. Nana membanting pintu keras-keras, lalu mengambil ponsel dari sakunya. Nana sesenggukan, tangannya mencari kontak Dika. Nana melakukan panggilan.

 

DIKA (O.S)
Halo, Na, ada apa? Aku belum nyampe rumah, ini berhenti di pinggir jalan.
 
NANA
Besok enggak usah jemput aku, Dik. Aku enggak jadi ikut pembekalan.
 
DIKA (O.S)
Kenapa tiba-tiba ….

 

Nana mematikan telepon, membuang ponselnya ke tempat tidur. Dia melepas tas, membiarkannya tergeletak di lantai lalu menjatuhkan badannya ke tempat tidur. Dia telentang, menutup kepalanya dengan bantal, Nana menjerit sekuat tenaga.

 

BACK TO:

 

24. INT – RUMAH NANA - DAPUR - PAGI (PRESENT)

 

Terlihat Vino turun dari tangga. Ada Nana tengah mencuci gelas bekas minum kopinya sendiri. Vino celingak-celinguk, mengawasi sekitar. Rumah sepi, Vino langsung menghampiri Nana.

 

VINO
Mamah ke mana, Kak?
(suaranya pelan, agak berbisik)
 
NANA
(Masih menghadap sink, dia meletakkan gelas di tempatnya lalu mengeringkan tangan)
Langsung pergi ke restoran, kamu sarapan sana. Lalu berangkat sekolah, pak sopir udah nunggu dari tadi.
 
VINO
Kakak enggak ikut sarapan?
(Vino menoleh ke maja makan yang penuh makanan)

 

Nana menggeleng, nafsu makannya tidak ada.

 

VINO (CONT’D)
Ayolah, Kak. Sarapan bareng.
(Vino memelas)

 

Nana tidak menyahut. Namun, dia mengangguk pelan untuk menemani Vino makan. Setelah mengeringkan tangan, Nana duduk di kursi meja makan. Begitu pun Vino, ikut duduk sambil meletakkan tasnya di kursi kosong di sampingnya.

 

VINO
Kakak belum ngomong sama Mamah?
(Vino menebak, sambil tangannya mengambil roti tawar)
 
NANA
Belum.

 

VINO
Kakak masih mau ngomong sama Mamah soal itu, kan? Yang kita obrolin kemarin.
 
NANA
(Mengangguk pela)
Harus, Vin. Entah gimana caranya, kakak harus ngomong sama Mamah. Meski, kayaknya Mamah enggak akan berubah pikiran dan tetep menggugat cerai Papah.

 

Nana menangis, air matanya menetes. Tetapi dia buru-buru mengusap pipinya. Nana lalu mengambil seiris roti tawar dan membuka botol selain cokelat.

 

NANA (CONT’D)
Kamu enggak usah mikirin itu, Vin. Biar kakak aja yang urus.

 

Vino mengangguk, wajahnya murung.

 

DISSOLVE TO:

 

25.         INT – RUMAH NANA – PAGI

 

Nana mengantar Vino sampai teras. Mereka berpelukan singkat sebelum Vino masuk ke mobil. Mobil berjalan keluar gerbang. Nana kemudian berbalik, dia menuju tangga untuk kembali ke kamar. Bibi ada di ruang makan, tengah membereskan meja makan.

 

Nana tiba-tiba berhenti, lalu berbalik pada si bibi. Tangan Nana bertumpu pada pembatas tangga.

 

NANA
Bi, kalau misalnya Papah dateng, Bibi tetep harus bukain pintu buat Papah.
 
BIBI
(Menghentikan pekerjaannya, mengangguk patuh)
Baik, Non.

 

Nana tersenyum, lalu berbalik mau naik ke kamar. Tiba-tiba si bibi manggil.

 

BIBI
Non Nana, anu ….
 
NANA
(Tidak jadi naik, Nana berhenti di tengah-tengah tangga)
Anu apa, Bik?

 

BIBI
(Berjalan mendekati tangga)
Ibu bilang, kalau Bapak datang enggak usah dibukakan pintu. Saya bingung, Non yang bener yang mana.

 

NANA
Yang bener, Bibi tetep bukain pintu dan bilang sama aku. Kalau aku pas lagi enggak di rumah, Bibi telepon aku. Ada pertanyaan lagi, Bik?
 
BIBI
(Menggeleng pelan karena takut)
Enggak, Non. Enggak ada pertanyaan.

 

Nana tidak mengatakan apa-apa lagi. dia langsung pergi begitu saja.

DISSOLVE TO:

 


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar