Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Pamit
Suka
Favorit
Bagikan
6. Our Memories #Scenes 37 - 45

37.INT. RUMAH LIZA DAN DEV - PAGI



Dev sedang termenung duduk di sofa, pandangan matanya kosong. Tampak kesedihan di wajahnya. HP-nya di atas meja berdering. Tanda pesan Whatsapp masuk. Ia mengambil dan membukanya.

Sebuah video dari Riya Septia. Anaknya sedang tertidur pulas tanpa baju, tubuhnya yang gendut membuatnya semakin terlihat lucu. Dev tersenyum melihatnya. Ia tak membalas pesan tersebut. Namun beberapa saat setelah Dev meletakkan kembali HP di atas meja, tanda pesan masuk berdering lagi. Dev mengambil kembali, pesan dari Riya.

Tumben nggak dijawab. Mas Deva, kenapa?

Dev berdehem berat, menimbang-nimbang apakah membalasnya atau tidak. Kemudian Ia mengetik pesan.

Nggak papa kok, lagi banyak kerjaan aja. Rafa lucu. :)

Dev berjalan ke dapur, menuangkan air putih. Duduk di kursi meja makan. Dari tempatnya tersebut Ia bisa melihat pekarangan belakang rumah mereka yang dibatasi dinding kaca dapur. Bunga-bunga mawar tanaman Liza dalam pot sedang mekar. Dev tersenyum memperhatikannya.

FLASHBACK.

38. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - DAPUR - SORE

Liza sedang terlihat sibuk menggoreng Ikan Mas di dapur. Pintu dapur terbuka, langit sore terlihat di luar sana.

Dev datang mendekati Liza. Ia melangkah pelan-pelan sambil menyembunyikan kedua tangannya di belakang. Persis di belakang Liza, setengah berteriak Dev mengejutkan istrinya.

DEV

Surprise!!

Sontak Liza berbalik badan dan menghela nafas lega.

LIZA

Dev! Kamu hampir bikin aku jantungan tau! (sedikit kesal)

DEV

Aku ada sesuatu buat kamu.

LIZA

Apa?

DEV

Taram! Bunga mawar abadi!

Wajah Liza berubah semakin kesal seketika.

LIZA

Berapa kamu beli bunga ini?

DEV

(cemberut) Loh kok malah tanya harga sih?

LIZA

Berapa? (suaranya dingin)

DEV

1.5 Juta.

LIZA

1.5 Juta? Dev, cicilan rumah, pulsa listrik, pajak, dan kebutuhan kita lainnya di bulan ini belum dibayar loh sayang?! Kamu malah beli bunga semahal ini?

DEV

Sayang, aku cuma pengen bikin kamu senang. Lagian ini bunga abadi kok, nggak akan layu.

LIZA

Tuh kamu lihat sana! (menunjuk ke pekarangan belakang) Bunga-bunga mawar tanamanku!

DEV

Iya iya aku salah. (merajuk)

Dev meletakkan bunga tersebut di atas meja makan.

LIZA

Ya iyalah, kamu nggak harus beli bunga semahal itu.

DEV

Besok balikin ke tokonya. (pergi meninggalkan dapur)

Liza melongo, hidungnya mencium bau gosong.

LIZA

Ikan Mas nya!!!! (berteriak histeris)

Dev yang sudah melangkah menaiki tangga, terhenti sejenak mendengar teriakan itu.

DEV

Duh, bakalan double nih marahnya. (melanjutkan kembali langkahnya)

FLASHBACK CUT TO.

39. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - DAPUR - PAGI

Dev tertawa sendiri.

DEV

Kamu kesal banget waktu itu. (tawanya terhenti, berubah jadi tangis) Kenapa sih semua harus disembunyikan? (menampar meja makan)

CUT TO.

40. INT. RUMAH IBU LIZA - RUANG KELUARGA - SIANG

Liza sedang membantu ibunya menyusun beberapa lembaran dan buku-buku.

IBU LIZA

Sudah, Nak. Simpan saja dulu sini. Nanti malam Mama lanjutkan memeriksa hasil tugas anak-anak. (tersenyum)

Liza menyerahkan lembaran kertas tersebut ke Ibunya. Kemudian ia berjalan duduk di sofa ruang keluarga. Ibunya menyusul.

IBU LIZA

Jadi bagaimana, sudah bisa bercerita? (tersenyum)

LIZA

… (terdiam cukup lama)

IBU LIZA

Ya sudah, kamu istirahat dulu, tenangkan pikiranmu. Jika sudah merasa nyaman, baru kamu cerita. (penuh kelembutan)

LIZA

(menangis) Liza bingung, Ma.

IBU LIZA

(berdehem pelan, menunggu kelanjutan Liza)

LIZA

Liza nggak bisa menjadi istri yang membahagiakan suami. Dev lebih senang bermain dengan anak temannya, hal yang Liza nggak bisa wujudkan buat dia. Liza merasa Liza sudah gagal, Ma. (air matanya berjatuhan)

IBU LIZA

(duduk mendekati Liza, merangkul bahunya) Apa kamu yakin Dev lebih bahagia bersama orang lain? Selama ini Dev selalu memberikan kamu kebebasan, ia mengikuti semua mau kamu.

LIZA

Justru itu, Ma. Liza yang nggak bisa menuruti yang Dev mau. Mustahil kami punya anak.

IBU LIZA

Kamu tidak boleh bicara begitu. Tidak ada yang mustahil jika Tuhan berkehendak. Dev sudah tahu semuanya?

LIZA

Liza sudah bilang, kalau Liza mandul. Liza juga udah usaha berbagai macam treatment kok selama ini. Liza selalu memperhatikan asupan gizi kami tiap hari.

IBU LIZA

(terdiam, matanya mulai berkaca-kaca)

LIZA

Liza mencintai dia, Ma. Liza membohonginya dan Dev marah.

IBU LIZA

Liza, tidak ada permasalahan yang tak bisa diselesaikan sepanjang kita mau menyelesaikannya. Selalu ada jalan bagi yang bersuka-rela untuk bersabar.

LIZA

Liza tidak rela melihat dia bahagia dengan orang lain,bahkan jika hanya sebatas teman. Liza cemburu, Ma.

IBU LIZA

Kalau begitu, ciptakan kembali kebahagiaan kalian. Rebut kembali kesempatan memiliki anak, jangan pernah putus usaha. Bagaimana kalian akan menyelesaikannya jika kalian sibuk masing-masing.

LIZA

…… 

IBU LIZA

Jika kamu yakin bahwa cuma kamu yang tahu bagaimana cara mencintai Dev, insyaallah tidak ada yang bisa menarik hatinya.

LIZA

(tersenyum sambil menangis, memeluk Ibunya)

CUT TO.

41. INT. RUMAH RIYA SEPTIA - RUANG TAMU - SORE

Riyaa meletakkan minuman di atas meja, menyilahkan Dev yang sedang menggendong anaknya.

RIYA SEPTIA

Mas harusnya jangan egois begitu atuh, kasian Mbak Liza salah paham.(seraya duduk di sofa seberang Dev)

DEV

Aku cuma nggak habis pikir aja cara mengerti dia, Ri. Harusnya dia tahu kenapa aku lebih sering main ke sini, ya karena aku pengen punya anak lah. Kukira dia akan berubah pikiran saat tahu aku begitu, agar jangan lagi menunda hamil. Tapi hal itu malah semakin nggak mungkin.

RIYA SEPTIA

Nggak mungkin gimana maksudnya, Mas?

DEV

Liza mandul.

RIYA SEPTIA

Apa? (sedikit kaget)

DEV

Selama ini dia menutupi semuanya dari aku, Ri. Alasan menunda anak selama ini juga bukan alasan yang sebenarnya.

RIYA SEPTIA

Kamu harusnya mengerti perasaan Mbak Liza, Mas.

DEV

Mengerti gimana, orang dia yang ngebohongin aku.

RIYA SEPTIA

Lalu kamu marah dan menganggap Mbak Liza bukan istri yang baik? Begitu?

DEV

Kami sudah berjanji bahwa harus selalu jujur apapun yang terjadi.

RIYA SEPTIA

Mbak Liza pasti punya alasan kenapa dia ngebohongin kamu, Mas. Dan alasannya sudah jelas.

DEV

Aku cuma nggak nyangka.

RIYA SEPTIA

Ya jelaslah kamu nggak nyangka, ke mana aja kamu selama ini sampai-sampai hal begitu aja luput dari pengetahuan kamu. Mas, kalau kamu suami yang pengertian kamu pasti tahu istrimu berbohong atau tidak.

DEV

Maksud kamu?

RIYA SEPTIA

Apa selama ini kamu sudah mengerti perasaan dia?

DEV

Aku? Mengerti perasaan dia? Ni apa memang semua perempuan begini ya, memojokkan laki-laki terus?

RIYA SEPTIA

Mas Dev, ini bukan soal perempuan atau laki-laki. Ini soal kata “saling”.

DEV

Aku rasa kami sudah saling.

RIYA SEPTIA

Lalu kenapa kamu bisa nggak tahu kalau istrimu mandul? Tanda tanya besar lo mas, kamu ke mana aja selama ini?

DEV

…… (terdiam, berpikir keras)

RIYA SEPTIA

Sorry, Mas. Aku nggak bermaksud... (menyentuh pundak Dev, memngelusnya pelan)

CUT TO.

42. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - RUANG KELUARGA - MALAM

Dev turun dari mobilnya membuka pagar rumah. Ia mengunci mobil setelah memarkirkannya. Membuka pintu dan menutupnya kembali. wajah Dev terlihat begitu murung. Langkahnya terhenti di ruang tengah. Lengang hanya suara detak jarum jam yang terdengar. Dev menghempaskan tubuhnya di sofa, menghela nafas. Ia memejamkan matanya beberapa saat. Kemudian melihat langit-langit rumah.

DEV

Liza… Kamu lagi apa di sana, sayang? (bergumam pelan).

Dev mengeluarkan HP dari kantong celana jeans-nya. Ia menimbang-nimbang apakah menelpon Liza atau tidak. Dev meletakkan kembali HP nya di atas meja, mengurungkan niatnya.

Ia beranjak menuju dapur, menyeduh teh dengan air panas. Hujan turun. Dev duduk di kursi meja makan dapur, terlihat air jatuh di pekarangan belakang dari dinding kaca dapur.

Ia menyeruput pelan teh, matanya terlihat sedang menerawang jauh dan tersenyum sesaat kemudian.

FLASHBACK.

43. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - DAPUR - SORE

Hujan deras mengguyur kota seharian. Sore akhir pekan itu, Liza yang sedang asik membuat bakwan jagung di dapur. Tetesan air jatuh ke meja makan menarik perhatiannya. Ia mengamati dari mana air itu jatuh. Tampak plafon di atas basah.

LIZA

Dev!!! Sayang!! Tolong!!

Teriakan Liza membuat Dev datang berlari beberapa saat kemudian.

DEV

Kenapa sayang? Ada apa?

LIZA

Itu! (menunjuk ke plafon)

DEV

(sadar atas apa yang terjadi) Astaga, sayang. Aku kira kenapa. (berbalik badan dan pergi)

LIZA

Eh kamu kemana, kok malah pergi?

DEV

Sebentar! (berteriak)

Liza melanjutkan gorengannya. Dev datang tak lama kemudian membawa tangga lipat.

LIZA

Mau naik ke atas genteng?

DEV

(sambil membuka pintu dapur) Iya lah, kalau dibiarin ntar makin rusak.

LIZA

Hujannya deras loh, Dev, kalau nanti kamu sakit gimana?

DEV

Yaudah, temenin aku sakit. Hehe…

LIZA

Aku serius.

DEV

Aku juga serius. Jadi nggak mau pegangin tangga buat suaminya?

LIZA

(mematikan kompor) Iya…

DEV

Ayo nggak usah takut! (menarik Liza keluar)

LIZA

(cemberut) Kan, basah.

DEV

Pegangin ya, aku naik.

LIZA

Hati-hati.

DEV 

Ya tergantung kamunya yang pegangin, kalau nggak kuat aku jatuh.

LIZA

Hust, apaan sih, ngomong begitu. Ini aku pegangin kuat-kuat.

Dev terkekeh kecil. Ia mulai menaiki tangga tersebut. Cukup lama di atas menutupi daerah yang bocor.

DEV

Sini tangan kamu, ayo!

LIZA

Hah?

DEV

Naik, tangan kamu aku pegang! (berteriak lebih kencang)

LIZA

Ngapain sih?

DEV

Udah ikutin aja sebentar!

LIZA

(mulai menaiki tangga)

DEV

Sini pelan-pelan.

LIZA

Aw, takut, Dev!

DEV

Aku pegangin kok.

Mereka duduk di atas genteng.

LIZA

Mana yang bocor?

DEV

Udah aku benerin. Hebat kan aku?

LIZA

Iya hebat. Kita ngapain sih di sini?

DEV

Ya duduk aja, menikmati hujan.

LIZA

Hah?

DEV

(merangkul bahu Liza) Dingin ya? Nanti habis ini kita minum vitamin terus sembunyi dalam selimut ya?!

LIZA

(tertawa) Dev…

DEV

(berbisik ke telinga Liza) Lagi pengen melakukan hal-hal konyol aja sih sama istriku. Biar nanti ada banyak cerita unik buat anak cucu kita. (Dev mencium pelan telinga Liza)

LIZA

(tersenyum, mencium balik pipi Dev)

DEV

Lagi!

LIZA

Nggak mau!

DEV

Lagi!

LIZA

(tertawa) Muach….

DEV

Gitu dong!

DEV,LIZA

Hahaha…

CUT TO.

44. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - KAMAR - MALAM

Masih mengenakan baju handuk Liza duduk di kursi meja riasnya. Ia mengeringkan rambutnya. Sementara Dev asyik memainkan HP bersandar di ranjang tanpa baju dengan selimut menutupi setengah tubuhnya.

Liza membuka laci, mengambil beberapa obat.

LIZA

Dev, minum vitaminnya dulu sayang. Habis hujan-hujan loh kita.

DEV

Mhm, iya sayang, nanti ya.

LIZA

Minum jahe enak kali ya hujan begini, biar hangat.

Dev meletakkan HP nya ke meja samping ranjang.

DEV

Kamu mau hangat? Sini aku peluk.

LIZA

(tersenyum malu, geleng-geleng kepala)

DEV

Ayo, aku paksa nih!

LIZA

(mendekati Dev) Dev sayang…

DEV

Iya sayang? (membentangkan kedua tangannya, siap memeluk)

LIZA

(bersandar di dada Dev) Besok kita ke Dokter ya, sayang?

DEV

Untuk apa? (mengerutkan alis)

LIZA

(terlihat sedikit gugup) Check up aja, kesehatan kita, sayang. (membelai dagu Dev)

DEV

Siap, my wife! (merapatkan pelukan dan mencium bibir Liza)

FLASHBACK CUT TO.

 

45. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - DAPUR - MALAM

Dev menyeruput kembali tehnya. Dia masih terlihat mengingat sesuatu. Matanya berkaca-kaca. Sementara hujan masih turun deras.

DEV

(tersenyum getir) Aku yang selama tidak menyadarinya.

Dev bangkit dari duduknya, meletakkan gelas di tempat pencucian, mematikan lampu dapur lalu pergi menuju kamar.

FADE IN.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar