Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Pamit
Suka
Favorit
Bagikan
5. The Lies #Scenes 27 - 36

27.INT. RUMAH LIZA DAN DEV - SIANG

Liza menyambut kedatangan Ibu mertuanya di teras rumah. Mertuanya itu tampak semangat dan tersenyum gembira.

LIZA

Assalamualaikum, Ma. (menyalami tangan mertuanya) 

IBU DEV

Waalaikum salam. 

LIZA

Maaf ya Ma, Liza nggak bisa ikut menjemput. (memegang lengan Ibu Mertua, menggiringnya masuk)

IBU DEV

Iya nggak apa-apa. (sambil melangkah masuk) Kamu bukannya akhir pekan nggak bekerja ya?

LIZA

Iya, Ma. Ada sedikit pekerjaan yang mesti Liza selesaikan dari rumah. (mereka sudah di ruang tengah, Liza, Dev, dan Ibu Mertuanya duduk di sofa)

IBU DEV 

Liza… Liza… Kamu jangan terlalu sibuk berkarir terus, Nak. Ingat masa depan pernikahan kalian, Nak. Kamu juga Dev, harusnya bisa membatasi aktifitas istrimu.

LIZA

(tersenyum tipis dengan tatapan mata mulai getir)

DEV

Sudah Mah, iya Deva sama Liza ngerti kok, kan Mama sudah sering kasih tau.

IBU DEV

Sering dikasih tau, ngerti, ya tapi kalau tidak diterapkan sama saja.

DEV

(Sambil melirik raut wajah Liza yang berubah) Mama istirahat dulu aja ya. Mari sini Deva anterin ke kamar.

IBU DEV

Sudah, Mama bisa sendiri. Mama istirahat dulu ya. (melangkah menuju Kamar bawah di samping dapur)

Liza dan Dev terdiam beberapa saat. Dev memperhatikan wajah Liza yang sedang menahan kesalnya.

DEV

Sayang… 

LIZA

……

DEV

Maafin Mama ya.

LIZA

Dev, aku mau izin keluar.

DEV

Sudahlah sayang, aku tahu kamu masih kesal. Jangan pergi-pergi ah. (merangkul bahu Liza)

LIZA

(tanpa menoleh ke arah Dev) Aku mau ketemu Tia dan Melanie, Dev. Sebentar aja.

DEV

Weekend kita gimana dong? Masa aku dibiarin sendiri. Aku ikut!

LIZA

Mau ikut obrolan perempuan? (menoleh ke wajah Dev)

DEV

(tersenyum tampan) Udah ya sayang marahnya.

LIZA

Bisa nggak kalimat itu dikasih buat Mama kamu aja, Dev? (tersenyum, berdiri lantas berlalu pergi kemudian)

DEV

(menghela nafas, menyandarkan belakangnya di sofa lalu memejamkan mata) Begini lagi… aduh…

CUT TO.

28. INT. RUMAH MELANIE - SORE

Liza dan Tia duduk di sofa berhadapan, sementara melani membuatkan minuman di meja dapurnya tak jauh dari ruang keluarga.

MELANIE

Lo harus jujur deh kayaknya, ZA. (sambil mengambil beberapa gelas)

LIZA

Gue tuh capek, Mel. Belum lagi Mertua Gue keras kepala, sekarang lagi ada di rumah tuh, makanya Gue ke sini.

TIA

Iya Lo harus terbuka aja sih Za. Sebelum semuanya terlambat.

LIZA

Gue sayang sama Dev.

MELANIE

Justru karena Lo sayang, Lo harus jujur sama dia. Iya kita tau, Lo nggak ada niatan membohongi dia, Lo cuma belum siap aja cerita ke dia.

TIA

Percaya deh, Za, Dev sayang banget sama istrinya. Ya nggak mungkinlah dia langsung benci sama Lo.

LIZA

Mel, sorry ya Gue nanya gini, Lo gimana perasaannya semenjak pisah sama suami Lo? 

MELANIE

Ya Gue sih karena kasus yang berbeda sama Lo ya. Dia nyelingkuhin Gue, Gue bales selingkuh. Sama-sama nyakitin kan? Dan akhirnya pisah emang keputusan terbaik deh buat kita berdua. Dan soal perasaan, Gue happy kok, bebas bisa ke mana aja.

LIZA

Kayak kasus Gue sama Azka ya.

TIA

Beda dong. Lo sama Azka kan masih sebatas pacaran doang dulu.

MELANIE

Yap, ini masalahnya nggak sepele karena udah nikah. Dalam ikatan. Eh tapi Lo jangan sampai mikir pisah sama Dev ya Za. (membuang abu rokoknya ke dalam asbak di atas meja)

TIA

Coba omongin aja dulu deh, Za. Siapa tahu Dev bakalan ngerti dan kalian bisa sepakat lagi.

LIZA

Kira-kira, kalau kemungkinan buruk terjadi nih. Dev nya nggak mau lagi sama Gue, gimana?

MELANIE

Sejak kapan sih sahabat kita ini jadi pesimis gini? (menatap wajah Tia?

TIA

Pondasi hubungan paling utama itu kejujuran dan keterbukaan, Za.

LIZA

Kalau kejujuran bakalan bikin sakit?

MELANIE

Sesakit-sakitnya sebuah kejujuran, lebih sakit lagi yang namanya kebohongan. Gue pernah ngalamin itu sih. (tersenyum kecut)

LIZA

(merenung)

TIA

(merangkul bahu Liza) Lo yang sabar ya, Lo pasti bisa kok ngelewatin semuanya. Ini cuma soal mau terbuka atau nggak aja. Kalau terbuka resikonya apa, lo harus siap. Dan kalau tertutup resikonya Lo juga harus terima. Masalahnya Lo nggak hidup sendiri, Za.

MELANIE

Pertahankan sayang, pernikahan Lo berdua. Percaya deh, nggak enak jadi janda. Hidup sendiri kayak gini. Ya meski Gue tau nggak semua janda juga kayak Gue. Gue ini lebih ke arah terlanjur patah. Tia aja nih yang hidupnya enak. Hehehe

TIA

Idih apaan sih Lo, Mel. Gue juga ada pasang surutnya kali. Dulu tuh dilema karena Suami Gue minta Gue pake hijab. Gue bilang aja Gue mau kalau emang udah siap. Sempat jadi perdebatan juga sih, cuma Alhamdulillah kita bisa mengatasi itu semua dan akhirnya ya Gue berhijab karena keputusan Gue sendiri. (tersenyum)

LIZA

Makasih ya, kalian berdua tuh selalu aja bikin Gue enakan kalau lagi ada masalah.

MELANIE

Namanya sahabat mah ya emang harus gitu.

TIA

Selagi Lo ceritain masalah Lo, ya kita akan bantu sebisa mungkin dong. Hehe

MELANIE

Eh Lo berdua tau nggak? Gue ketemu Azka beberapa hari yang lalu. Dia ngedeketin Gue pas lagi makan sama gebetan Gue, nanyain Liza lagi si Anjing!!

TIA

Seriusan Lo? Trus Lo mampusin juga nggak kayak dulu? Hahaha

MELANIE

Gue bilang dia, Liza udah tenang, Lo nggak usah cari-cari dia lagi. Hahaha

LIZA

Dia tuh nggak sempat minta maaf sih sama Gue. Gue langsung hilang dan ngehapus semuanya.

TIA

Kok Lo jadi baper sih, Za?

LIZA

Apaan Lo Tia!

TIA

Ya jangan sampai ada mantan diantara kita ya! Hahaha

Liza melempari Tia dengan bantal sofa di pangkuannya.

CUT TO.

29. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - DAPUR - MALAM

Di meja makan mereka bertiga sedang menikmati makan malam. Liza duduk berseberangan dengan Dev, sementara Ibunya di tengah. Seperti membentuk segitiga.

IBU DEV

Sepupu kamu Reno tuh, istrinya lagi hamil anak ke 2 loh, Dev!

DEV

Oh ya Ma?! Bagus dong, Via bakalan punya adik.

IBU DEV

Iya… Padahal duluan kalian loh nikahnya. (sambil mengambil cah kangkung di atas meja)

LIZA

……

DEV

Biarin ajalah mah.

IBU DEV

Dev, Liza, entah ini yang keberapa kali Mama ngingetin kalian. Jangan kelamaan berdua. Ingat loh, kalian ini tuh suami istri.

LIZA

Aku yang nunda terus, Ma. Aku yang minta Dev untuk sabar menunggu.

IBU DEV

(dengan raut sedikit angkuh) Mama tau kok, kamu selalu sibuk dengan karirmu. Sampai-sampai mengesampingkan terus urusan rumah tangga kalian.

DEV

Ma, sudahlah. Aku sama Liza pasti akan punya kok nanti. Jangan didesak terus.

IBU DEV

Mama cuma ingin yang terbaik untuk rumah tangga kalian, Nak. (meneruskan makan)

LIZA

Iya, Ma. Makasih udah selalu nasehatin kami berdua. Ayo kita lanjut makan. (melihat ke arah piring Dev) kamu nggak makan cah kangkungnya, Sayang? (seraya mengambil sendok, menuangkan sayur tersebut ke piring Dev) Enak lo ini!! (tersenyum ke arah Dev)

Dev melanjutkan makan sambil melirik wajah Liza bergantian ke Ibunya. Dev terlihat canggung dan bingung.

CUT TO.

30. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - KAMAR - MALAM

Liza menatap wajah Dev yang tertidur pulas di sampingnya. Ia tampak sedih. Tangannya membelai pelan dagu Dev. Kemudian ia merapatkan tubuh dan memeluk Dev. Menciumnya perlahan, dan kembali tidur di bahu Dev.

FLASHBACK.

31. INT. MOBIL - JALAN - PAGI

(Beberapa bulan setelah Liza dan Dev menikah)

Di dalam mobil sepulang dari rumah sakit Dev dan Liza sedang mengobrol.

DEV

Aku nggak mau lagi ya kalau diperiksa harus ngeluarin sperma sendiri begitu. (kesal dan merajuk)

LIZA

(senyum terkulum) Dokter yang minta kok sayang, gimana dia mau periksa kalau sampelnya nggak ada, kamu mah.

DEV

Tapi yang dulu-dulu nggak sampai segitunya. Aku malu tahu.

LIZA

Malu kenapa orang sama-sama cowok juga Dokternya.

DEV

Dih kamu mah, aku nggak enakan lo di kamar mandi sendiri begitu.

LIZA

Iya sayang, maaf ya, sekali ini saja kok. Pengen punya anak nggak?

DEV

Ya pengen lah. Tapi Janji nggak gitu lagi ya?

LIZA

Nggak kok, itu untuk memastikan kesuburan kita aja biar nanti kalau kita udah siap program hamilnya enak.

DEV

Bukannya kita sehat-sehat aja ya.

LIZA

Kamu mah cerewet. Apa salahnya dicek. (sedikit manyun)

FADE IN.

32. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - RUANG KELUARGA DAN DAPUR - SORE MENJELANG MALAM

(Masih flashback - beberapa bulan setelah Liza dan Dev menikah)

Liza sedang sibuk memasak di dapur, Ia pulang lebih cepat satu jam dari Dev. Dev yang baru pulang memasuki ruang keluarga dan melihat Liza sedang memasak. Ia tersenyum.

DEV

(berjalan mendekati Liza) Halo sayang, wangi banget!!

LIZA

(berpaling) Eh, hai sayang!! Udah pulang aja (mencium punggung tangan Dev) Yaudah kamu mandi dulu sana gih, biar segar, tuh bau acem badannya. (tertawa kecil sambil terus mengaduk sup ayamnya)

DEV

Laper… (manja)

LIZA

Iya… Mandi dulu…

DEV

Mandiin ya?! (tersenyum mendekat ke wajah Liza)

LIZA

(mencium bibir Dev sekilas) Udah ayo mandi sana, aku udah mandi.

DEV

Kan… curang… mandi duluan…

LIZA

Kenapa sih manja banget? Haha

DEV

Sama istriku juga kok manjanya. Daripada manja sama orang lain.

LIZA

Hust, ngomong apa itu, awas aja ya. Nggak akan pernah aku relakan kalau beneran.

DEV

Ya nggak mungkinlah hehe… Oh iya, hasil dari Dokter yang kita check up beberapa hari lalu sudah keluar? (sambil mengambil kerupuk dari dalam toples di atas meja makan)

LIZA

(sedikit tertegun, buru-buru tersenyum ceria) Udah dong!! Kita sehat kok, baik-baik saja. Cuma ya kamu kan tahu yang, aku mau nanti aja dulu hamilnya. (manja)

DEV

Syukurlah hasilnya baik-baika aja. Iya, sayang. Gimana enaknya aja. Aku mandi dulu ya.

LIZA

Iya, sayang.

DEV

Cium dulu tapi! (mendekatkan pipi kanannya ke wajah Liza)

LIZA

Muah. (mencium)

DEV

Kanan lagi coba!

LIZA

Muah. (mencium)

DEV

Hidung lagi!

LIZA

Muah. (mencium)

DEV

(membalas ciuman Liza dari pipi kanan dan kiri hingga ke hidung)

Dev pergi ke lantai dua sementara Liza termenung. Ia terlihat sedang mencemaskan sesuatu.

FLASHBACK CUT TO.



33. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - KAMAR - MALAM

Dev memasuki kamar. Setelah menutup pintu kembali dia terlihat terkejut melihat Liza yang sedang duduk di sisi ranjang, memutar video bayi. Liza menghentikan video tersebut, matanya beralih ke Dev yang terdiam di dekat pintu. Pandangan mata Liza terlihat dingin, ia tersenyum kecut.

LIZA

Kenapa diam? Ini apa? (mengacungkan HP milik Dev, sebuah pesan Whatsapp terlihat di layar HP tersebut)

DEV

Nggak seperti yang kamu pikir, Sayang. (menghela nafas, masih berdiri di tempat)

LIZA

Riya ini siapa? Kalian berkomunikasi di whatsapp selama ini. Terus kenapa dia sering mengirim foto dan video anaknya ke kamu? (pandangannya tak lepas dari wajah Dev)

DEV

Dia temanku dulu sekantor, Za. Dia janda dan aku sering main ke rumahnya. (tertunduk)

LIZA

Janda? Sering ke rumahnya?

DEV

Main sama Rafa, anaknya. 

LIZA

Dan aku nggak pernah tahu?

DEV

Aku takut kamu marah.

LIZA

Jelas marah lah. Main ke rumah wanita lain. Untuk apa? (matanya mulai basah, menahan amarah)

DEV

Aku suka sama Rafa. Kadang aku ke sana cuma nyempetin mampir main sama dia. Sayang, kamu tahu kan aku udah lama pengen kita punya anak.

LIZA

Kenapa harus ke sana? (bangkit berdiri, melangkah cepat menuju meja riasnya, mengambil sebuah obat.)

Kamu tahu apa ini? (menggenggam obat KB)

DEV

Sayang aku tahu aku salah.

LIZA

Ini obat KB nggak pernah sama sekali aku minum. (air mata berjatuhan)

DEV

(terkejut dan bingung) Maksud kamu apa, Za?

LIZA

Aku nggak pernah sama sekali minum obat ini. Aku mandul, Dev. MANDUL!! (melempar obat itu ke lantai)

Bahu Dev memelas turun, melangkah pelan menuju sisi ranjang lalu duduk di sana. Sementara Liza masih berdiri di dekat meja riasnya.

DEV

Kamu mandul? (menatap Liza)

LIZA

Kita nggak akan bisa punya anak.

DEV

(tersenyum menggelengkan kepala, lalu bangkit berdiri berteriak sambil menggenggam kedua bahu Liza) Kenapa kamu nggak pernah ngomong ke aku? Kenapa kamu bohong?? Kamu nggak jujur Liza!!

LIZA

(menangis, bahunya masih di genggaman Dev) Kamu bakalan pergi kalau tau ini semua. Kamu belum tahu aja kamu udah sering main ke rumah perempuan lain yang punya anak. Kamu pikir aku nggak sakit kayak gini, Dev? AKU REMUK!! (melepas genggaman Dev dari bahunya, menjauh.)

DEV

Kamu bohong!!!

LIZA

Kamu pikir kamu jujur, hah??? Kamu main ke rumah wanita lain Dev!!!

DEV

(Menampar-nampar kasur) AAARRRGGGHHH!!!!

LIZA

Aku tahu semua ini bakalan terjadi.

DEV

Kenapa kamu sembunyikan semuanya? Kenapa? Hah?

LIZA

Kamu kalau udah tenang baru ngomong sama aku ya. Silahkan sana kamu tidur di kamar bawah, Dev. Kita butuh waktu buat sendiri.

DEV

Hebat kamu ya, hebat!!

LIZA

Dev, kita berdua nggak bisa ngomong kalau sama-sama belum tenang.

DEV

Di awal nikah kita sepakat kalau pondasi hubungan kita ini adalah kejujuran. (menatap tajam mata Liza, berlalu pergi keluar setelahnya, membanting pintu kamar)

LIZA

(menangis)

Liza kemudian membuka lemari di samping ranjang, mengambil sebuah amplop surat. Ia terus menangis sambil menatap surat tersebut.

FADE IN.

34. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - DAPUR - PAGI

Dev datang menuju dapur dengan handuk di lehernya, sehabis mandi. Liza terlihat sudah rapi memakai pakaian kerjanya sedang memanggang roti agak terburu-buru. Dev berdiri beberapa langkah di belakang Liza.

DEV

Semalam aku nggak bisa tidur. (berbicara dengan dingin)

LIZA

(gerakan Liza terhenti, dia memejamkan mata dan menghela nafas pelan beberapa saat. Sambil terus menyiapkan sarapan,) Sama…

DEV

Ayo jelaskan.

LIZA

Bukannya kita harus kerja ya?

DEV

Lebih baik nggak masuk kerja satu hari atau menyelesaikan masalah pernikahan kita?

LIZA

(Liza mematikan alat pemanggang roti dan berpaling ke arah Dev) Jelaskan kenapa kamu sering mampir ke rumah perempuan itu? Aku ini siapa bagi kamu? Hah?

DEV

Aku mampir buat main sama anaknya.

LIZA

Dan tanpa izin ke aku terlebih dulu, gitu kan? Hebat sih kamu. (berpaling kembali mengambil roti dari dalam panggangan)

DEV

Kamu kan tahu aku pengen punya anak, wajar dong aku main sama anak temanku selama kita belum punya anak.

LIZA

(Berbalik lagi ke arah Dev) Wajar? Oh jadi ini gara-gara kita nggak punya anak kamu bebas mau main ke rumah siapa aja yang punya anak? 

DEV

Dia itu teman aku, Za. TEMAN.

LIZA

Setiap hari kirim-kirim foto dan video anaknya ke whatsapp kamu, teman ya begitu tuh?

DEV

Aku yang minta dia kirim,Za.

LIZA

Kok bisa ya pikiran kamu begitu?

DEV

Ya bisalah, toh kami nggak ada apa-apanya juga, aku kan senang sama anaknya. Sekarang kamu aku tanya, kamu kenapa nggak pernah bilang kalau kamu mandul?

LIZA

Aku nunggu waktu yang tepat aja buat ngomong ke kamu.

DEV

Kamu nggak jujur.

LIZA

Sekarang sudah jujur kan.

DEV

Itu karena kamu lihat video anak temanku aja kan, kalau nggak, kamu nggak akan mau jujur.

LIZA

Ya terus kamu maunya gimana?

DEV

Aku mau kita berdua cek lagi ke dokter.

LIZA

Nggak perlu, Dev. Kita sudah sering pergi berdua kan selama ini. Itu hanya akan semakin menyakiti kamu. Kenyataannya sekarang aku mandul. Aku sudah jujur. (berpaling mengambil dua piring, meletakkannya ke atas meja.)

DEV

Kamu nih keras kepala banget ya!!

LIZA

Dev, jika bagi kamu pernikahan itu bukan pernikahan jika tanpa seorang anak, lantas bagaimana jika memang istrimu seorang yang mandul?

DEV

……………………

LIZA

Renungkan lagi, Dev, apa artinya semua yang sudah kita lewati selama ini?

Liza meninggalkan dapur, Dev bergegas berlari ke arah pintu depan rumah. Liza tampak bingung melihat Dev yang mendahuluinya. Dev mengunci pintu lantas mengambil kunci tersebut.

DEV

Nggak ada yang boleh keluar dari rumah ini sebelum semuanya selesai.

LIZA

Dev, kami ada meeting siang ini, project film itu sebentar lagi. (Liza menghela nafas, setengah memohon)

DEV

Lebih baik kehilangan pekerjaan itu atau kehilangan rumah tangga kita? (emosi)

LIZA

Ini. Ini yang aku nggak suka dari kamu. Kamu selalu memberikan aku pilihan yang nggak pernah mudah. Kamu mau pernikahan ini hancur?

DEV

Sudah hancur. Kamu yang bikin hancur dengan ketidak-jujuran kamu itu.

LIZA

Hancur? (menatap Dev tajam) Pergi sana kamu sekarang ke rumah perempuan itu, kamu bahagia di sana kan?! (berpaling pergi menaiki tangga menuju kamar)

DEV

(sambil menyusul Liza di belakang) Aku mau kita bahas tuntas semuanya. Kita cek lagi ke dokter berdua soal kemandulan kamu.

LIZA

(berpaling seketika menghentikan langkah Dev) Nggak perlu!!! Aku mandul. Itu kenyataannya.

DEV

(hendak mendekati Liza)

LIZA

(mengacungkan jari telunjuk) Jangan dekati aku!

DEV

Kamu mau ke mana, nggak akan bisa keluar juga.

LIZA

Stop, Dev! STOP!! Aku muak ya sama kamu. (membanting keras pintu kamar)

CUT TO.

35. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - KAMAR - PAGI

Liza bersandar di jendela kamar, ia sedang berbicara di telepon.

LIZA

Iya, pokoknya kamu kerjakan saja seperti itu ya. I trust you, Doris. Thanks, Doris. 

Liza mematikan HP. Wajahnya terlihat masih kesal. Ia meletakkan HP di atas meja rias. Berjalan lalu duduk di sisi ranjang, menunduk menangis.

LIZA

Aku seharusnya tidak sebodoh ini. (suaranya serak oleh tangis)

Liza mengambil kembali HP nya, menelpon seseorang.

LIZA

Hallo, Mah, Assalamualaikum. (air matanya jatuh)

CUT TO.

36. INT. RUMAH LIZA DAN DEV - RUANG TENGAH / KELUARGA - PAGI

Liza menuruni tangga membawa koper silver kecilnya. Gerakannya terhenti saat menyadari Dev yang sedang duduk di sofa melihatnya.

Mereka hening beberapa saat. Liza memberanikan diri untuk terus turun.

DEV

Nggak ada yang boleh keluar sebelum semuanya selesai!

LIZA

Aku mau pulang. Mau jenguk Mama.

DEV

Tanpa aku?

LIZA

Iya, kita butuh sendiri dulu.

DEV

Aku nggak mau.

LIZA

Dev, sikap kamu aja masih begini terus. Ngajak berantem terus.

DEV

Loh, kan semua ini memang harus dibicarakan- (terpotong oleh Liza)

LIZA

Kita nggak akan bisa bicara sebelum tenang.

DEV

Aku udah tenang.

LIZA

Dev, aku kenal kamu tuh nggak seminggu dua minggu. Aku tahu kamu.

DEV

Aku juga, kenal kamu nggak sebentar.

LIZA

(tersenyum kecut) Kenal aku tapi asik dengan wanita lain. Kamu kenal kan apa saja hal yang bikin aku cemburu dan patah?

Liza melangkah menuju pintu depan.

DEV

Kuncinya sama aku.

LIZA

Aku ni mau ketemu Ibu. Tolong bukakan pintunya.

Dev bangkit dari duduknya menuju kamar mengambil kunci. Kemudian membukakan pintu untuk Liza. Liza memperhatikan Dev, pandangannya terlihat sedih.

LIZA

Aku pergi dulu ya.

DEV

Iya. (berpaling pergi, kesal)

Liza keluar, memasukkan tasnya ke dalam mobil. Membuka pagar lalu pergi. Saat mobil Liza menghilang di kejauhan, Dev bergegas berjalan ke depan pagar rumah. Matanya memerah menahan tangis dan kesal.

CUT TO.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar