Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
81. INT. RUANG TAMU. RUMAH ERLAND. MENJELANG SIANG
Erland datang dari arah teras sambil membawa sebuah amplop cokelat yang bertuliskan namanya. Dia duduk di sofa, lalu membuka dan mengeluarkan isi amplop tersebut. Wajah Erland berubah keras setelah membaca tulisan di kertas tersebut. Erland menggenggam kertas di tangannya dengan kuat sampai kertas itu tertekuk sebagian.
Dari arah dalam, datang Astuti sambil membawa nampan yang berisi secangkir kopi dan teh hangat, serta setangkup roti panggang.
ASTUTI
Siapa yang datang, Lan?
Astuti Kaget melihat wajah Erland, lalu buru-buru meletakkan nampan di meja. Dia duduk di samping Erland, lalu mengusap lengannya.
ASTUTI (CONT’D)
Kamu kenapa?
(Melihat ke kertas yang dipegang Erland)
Itu apa, Lan?
Astuti melihat wajah Erland lagi, kemudian mengambil kertas di tangan Erland dan melihatnya. Kertas itu berisi print-an berita tentang KDRT dan efeknya pada anak korban yang bisa jadi pelaku KDRT di kemudian hari. Astuti memejamkan mata sambil menarik napas panjang.
ASTUTI (CONT’D)
Ini nggak bener dan kamu tahu itu. Semuanya udah berlalu dan nggak ada yang terjadi, Lan. Kamu nggak sama kayak Bapak.
ERLAND
(Tersenyum miris)
Tapi aku terus ketakutan tiap hari, Bu. Aku capek hidup kayak gini.
ASTUTI
Rasa takut itu cuma dipikiranmu aja, Lan. Buktinya kamu bisa dekat sama Nana sekarang.
ERLAND
Itu nggak berarti apa-apa, Bu. Aku justru makin ketakutan sekarang.
ASTUTI
Atau kita temuin dr. Sasmita? Ibu yakin dia bisa jelasin lebih baik ke kamu kalau perilaku KDRT itu nggak menurun.
ERLAND
Enggak, Bu! Aku nggak mau. Setiap kali ke sana, dokternya cuma ngorek luka lama.
NANA
(Setengah kaget)
Jadi, kamu anak korban KDRT?
PARALEL CUT TO
82. EXT/INT. TERAS/RUANG TAMU. RUMAH ERLAND. MENJELANG SIANG
Nana yang ingin masuk mendadak diam ketika mendengar percakapan Astuti dan Erland. Dia merasa tidak enak dan takut mengganggu, makanya Nana menunggu. Ketika mendengar soal korban KDRT, Nana terkejut dan membekap mulutnya. Nana tidak bisa menahan diri lagi. Dia langsung masuk.
NANA
(Setengah kaget)
Jadi, kamu anak korban KDRT?
CUT TO
83. INT. RUANG TAMU. RUMAH ERLAND. MENJELANG SIANG
Astuti dan Erland menoleh ke Nana. Astuti tampak terkejut dan Erland sempat terdiam.
ASTUTI
(Bangkit)
Nana? Kapan datang?
NANA
(Tersenyum miris)
Baru aja, Bu.
ERLAND
(Bangkit dan berjalan mendekati Nana)
Kamu nggak perlu sandiwara lagi. Sekarang udah nggak perlu. Kamu juga nggak usah dateng ke sini lagi.
ASTUTI
(Berjalan mendekati Erland dan Nana, lalu memukul lengan Erland)
Kamu ngomong apa sih.
ERLAND
(Tampak tak peduli dengan ucapan Astuti)
Aku sama Ibu korban KDRT dari Bapak. Kami bisa kabur di saat yang tepat. Bapakku lagi di penjara.
ASTUTI
Jangan ngomong begitu, Lan.
ERLAND
Kamu tau kenapa aku nggak pernah deket sama perempuan? Karena aku takut melakukan KDRT kayak Bapak.
Nana masih diam. Erland pergi ke luar rumah setelah mengatakannya. Terdengar suara motor Erland menjauh. Astuti menggandeng Nana untuk duduk di sofa, kemudian mereka tampak bicara serius.
ASTUTI
(Menggenggam tangan Nana)
Ibu yakin Alan ngga sama seperti bapaknya. Ibu minta tolong sama kamu untuk bantu Alan.
CUT TO
84. INT. RUANG TAMU. RUMAH PRABU. MALAM.
Di ruang tamu, Prabu dan Ratih duduk bersisian di sofa. Mereka menatap Nana yang duduk di sofa lain. Tatapan Prabu tajam dan tidak bersahabat, sementara Ratih menggenggam tangan Prabu.
NANA
Mas mau kan bantuin Erland?
PRABU
(menunjuk Nana sambil menahan marah)
Kamu ….
(Membuang muka dan rahangnya mengeras)
NANA
(Membujuk)
Ayolah, Mas! Mas Prabu kan pernah ngerasain apa yang dirasain Erland dan Mas bisa lepas dari trauma itu. Buktinya Mas bisa nikah sama Mbak Ratih.
PRABU
(Menarik napas panjang)
Kamu tau kan kenapa Mas ngotot cariin kamu jodoh? Karena Mas nggak mau kamu dapetin orang kayak Mas. Kamu nggak tau betapa tersiksanya Mbakmu selama nikah sama Masmu ini.
(Menoleh pada Ratih)
Kamu aja yang kasih pengertian ke Nana.
RATIH
Maaf, Mas, tapi aku nggak berhak ikut campur urusan pribadi Nana. Bener, tugas kita untuk kasih yang terbaik, tapi itu menurut kita. Baik buat kita, belum tentu baik buat Nana.
NANA
Tuh, dengerin apa kata istrinya.
(Membujuk)
Mau ya, Mas.
PRABU
(Bangkit)
Keputusan Mas udah bulat. Kalau kamu masih anggap mas ini keluarna, berhenti ketemu sama Erland.
CUT TO
85. INT. KAMAR NANA. RUMAH PRABU. MALAM.
Nana sedang duduk bersila di ranjangnya sambil memukul-mukul bantal. Dia kesal dengan sikap Prabu tadi.
NANA
Dasar nggak punya perasaan.
Nana bangkit dan mondar-mandir di kamarnya. Dia tampak kesal dan juga bingung. Dia ingin melalukan sesuatu untuk menolong Erland. Nana pun meraih ponselnya. Dia memutuskan menelepon Widya untuk minta saran.
NANA
Wid, lo dari sibuk nggak?
WIDYA (S.O)
Enggak. Kenapa?
NANA
Serius? Gue mau curhat panjang pake banget. Kalau lo sibuk gue tunda nanti aja.
WIDYA (S.O)
Iya, Ini gue lagi rebahan. Mau video call?
NANA
Enggak usah. Nanti putus-putus.
Wajah Nana tampak serius ketika menelepon Widya. Dia masih mondar-mandir. Terkadang Nana duduk di ranjang, lalu bangkit lagi.
NANA
Gue harus gimana, Wid? Erland juga nggak mau ketemu gue.
WIDYA (O.S)
Lo manfaatin event Love Apps aja gimana? Kan lo berdua masih keiket kontrak. Si Erland nggak mungkin bisa nolak.
NANA
Oiya, ya. Lupa gue sama Love Apps. Untung punya bestie yang otaknya encer.
(merasa lega)
Eh, Wid. Lo nggak bisa tanyain gitu ke dr. Sasmita tentang progress pengobatannya Erland?
WIDYA (S.O)
Gilain. Gue aja enggak mungkin bocorin data pasien, apalagi dr.Sasmita. Sama aja bunuh diri gue kalau tanyain itu ke dia.
NANA
Ya, nggak semua, Wid.
WIDYA (S.O)
Sori banget, Na. Kalau buat yang satu itu gue beneran nggak bisa.
NANA
Oke deh. BTW, thanks buat sarannya. Bye.
CUT TO
86. EXT. SELASAR RUMAH SAKIT. RUMAH SAKIT. PAGI.
ESTABLISHED : Suasana di rumah sakit yang ramai dengan orang yang lalu-lalang.
Astuti berjalan pelan sendirian menuju pintu masuk yang ada di samping bangunan. Tiba-tiba Astuti berhenti dan tangannya memegang dinding. Wajahnya tampak pucat.
Widya yang melihat Astuti hampir jatuh, buru-buru mendekatinya dan membantu Astuti berdiri. Widya memapah Astuti untuk duduk di bangku yang tidak jauh dari tempat itu.
WIDYA
Ibu nggak apa-apa? Aku antar ke UGD ya?
ASTUTI
Enggak usah, Nak. Terima kasih.
WIDYA
Kalau boleh tau, Ibu mau ke mana?
ASTUTI
Saya mau ke tempat dr. Sasmita. Sudah ada janji.
WIDYA
Kebetulan. Saya juga mau ke tempat beliau. Kalau begitu kita bareng aja.
CUT TO
87. INT. KAMAR NANA. RUMAH PRABU. SIANG.
Nana tampak sedang serius mengetik di laptopnya. Sesekali dia menyeruput kopi yang terletak tidak jauh dari laptop. Terkadang Nana menyandarkan kepala di sandaran punggung kursi dan mulutnya komat-kamit, meniru dialog yang sedang ditulisnya. Sebuah notifikasi pesan masuk yang berasal dari pihak Love Apps.
INSERT TEXT : Permintaan Anda sudah disetujui. Pihak Love Apps akan segera memproses ke tahap berikutnya. Kami juga akan mengonfirmasikan hal tersebut pada pihak yang bersangkutan. Kami akan memberikan informasi lainnya segera. Terima kasih.
Nana kembali melanjutkan pekerjaannya. Tidak berselang lama, muncul notifikasi lainnya. Kali ini pesan dari Widya.
INSERT TEXT : Tadi gue ketemu sama ibu-ibu. Lo tau nggak, ceritanya itu bikin gue inget sama cerita lo. Nama ibu-ibu itu Widya dan nama anaknya Erland. Mungkin nggak sih mereka orang yang sama?
CUT TO
88. INT. RUANG TAMU. RUMAH ERLAND. SORE.
Nana sedang duduk sendirian di ruang tamu. Dari arah dalam Astuti datang membawakan dua gelas teh manis hangat.
NANA
Aku denger Ibu sakit lagi. Kondisi Ibu gimana sekarang?
ASTUTI
Ibu nggak apa-apa kok. Palingan kecapean. Oiya, Na, Alan-nya belum pulang.
NANA
(Tersenyum)
Aku yang nggak ngomong mau ke sini.
Nana dan Astuti tampak mengobrol santai ketika Alan akhirnya pulang. Wajahnya terlihat kesal saat melihat Nana. Alan pun mengajak Nana untuk bicara di luar. Sementara itu Astuti kembali ke kamar.
CUT TO
89. EXT. TERAS. RUMAH ERLAND. SORE.
ERLAND
Kamu ngapain ke sini? Kan aku udah bilang jangan pernah ke sini lagi.
NANA
(Tersenyum ceria)
Aku punya kabar bagus. Pihak Love Apps setuju dengan rencana kita.
ERLAND
(Dingin)
Persetan sama Love Apps. Aku udah nggak peduli. Gara-gara kamu kesehatan Ibu jadi ngedrop dan operasinya harus ditunda.
NANA
(Kesal)
Kenapa malah nyalahin aku? Kalau kamu nggak bisa hadapin kenyataan, ya itu salah kamu. Aku justru mau bantuin kamu, Land.
ERLAND
(Menyindir)
Orang yang nggak ngerasain, emang paling enak komentarnya.
NANA
Asal kamu tau. Aku sama Mas Prabu juga ngerasain apa yang kamu rasain. Mamaku meninggal karena Papa. Sejak aku kecil aku udah nyaksiin gimana Mama dipukulin. Apa itu nggak cukup buat bikin aku ngerti apa yang kamu rasain?
ERLAND
(Kaget)
Kamu serius?
NANA
Kamu pikir, kenapa Mas Prabu sampe repot cariin jodoh buat aku? Dia itu nggak mau aku ngalamin apa yang dialamin Mama.
(Jeda)
Aku sama Mas Prabu udah sering mondar-mandir ke psikiater buat nyembuhin trauma kami. Mas Prabu sama kayak kamu, Land. Dia aja bisa nikah akhirnya. Makanya aku yakin kamu juga bisa.
ERLAND
(Menggeleng)
Hubungan kita nggak akan pernah berhasil, Na. Makin deket sama kamu, aku justru makin takut. Enggak mungkin kita bisa hidup tenang kalau dibayangin ketakutan.
CUT TO
90. INT. RUANG PRAKTIK WIDYA. RUMAH SAKIT. SORE.
Widya melepas jas putihnya dan menggantung di tiang yang ada di dekat mejanya. Setelah itu dia membereskan berkas-berkas yang ada di mejanya. Terdengar ketukan di pintu, lalu Nana muncul dari ambang pintu.
NANA
Permisi, Bu Dokter.
WIDYA
Pasien terakhir, silakan masuk.
Nana duduk di kursi di depan meja Widya. Keduanya tampak serius mengobrol selama beberapa saat.
NANA
Apa yang bikin Mas Prabu bisa sembuh dan Erland nggak ya, Wid?
WIDYA
Ini sih masih dugaan aja ya, gue rasa karena pengobatannya Erland belum tuntas. Trauma menahun itu nggak akan bisa dilupain, Na. Dari dulu juga begitu. Yang bisa dilakukan hanya mengurangi efeknya. Di samping itu, orang yang bersangkutan juga harus punya tekad kuat untuk pulih.
CUT TO