INT. KEDAI KOPI - SIANG
Tak banyak orang di Kedai Kopi itu, kedai kopi yang tersambung langsung dengan kawasan pertokoan Kota Tua Tanjungpinang.
Farah melihat sekitar, seorang Perempuan berdiri dari salah satu meja. Farah mendekatinya dan mereka berbicara, kemudian Farah duduk didepanya.
DWI SEPTIANI, 40-an awal, terlihat masih Muda, memiliki Badan Kecil. Di sebelahnya ada seorang ANAK LAKI-LAKI, 4, yang sedang memakan roti bakar.
Sesaat Farah memperhatikan Dwi Septiani, datar.
FARAH
Ibu tahu Bapak meninggal?
DWI SEPTIANI
...Iya, Ibu tahu.
Ada jeda di antara mereka.
FARAH
Saya langsung saja... Maksud saya menelepon untuk bicara tentang warisan Bapak. Karena Fariz belum delapan belas tahun, harus ada orang yang jadi wali waris buat dia.
Dwi Septiani hanya mendengarkannya.
FARAH
Saya dengar tentang Ibu... makanya saya hubungi Ibu tadi malam.
DWI SEPTIANI
Farah dapat nomor Ibu dari Bu RT?
Farah mengangguk.
DWI SEPTIANI
Apa Farah ambil bagian Farah?
Sesaat Farah melihat Anak Laki-laki itu, sedang memakan Roti Bakar.
FARAH
Tidak, saya akan serahkan semuanya ke Fariz.
DWI SEPTIANI
Alasannya?
Farah tidak menjawab, ia hanya diam.
DWI SEPTIANI
Percuma juga Ibu tanya.
(jeda)
Farah udah ketemu Fariz?
Farah tidak menjawab, ia hanya diam.
DWI SEPTIANI
Dia mirip Farah, kan? Ibu kalau lihat dia kadang-kadang ingat Farah.
Farah tidak menjawab. Pekerja membawakan Kopi pesanan Farah. Farah meminum Kopi pesanannya, sesaat Dwi Septiani melihat Farah.
DWI SEPTIANI
Farah pasti pikir Ibu Perempuan tak tahu malu. Pergi tinggalkan keluarganya tanpa kejelasan, tapi begitu dengar soal warisan, mau ketemu.
FARAH
Saya tidak masalah dengan itu. Saya dengar Ibu sama Bapak masih menikah. Jadi masih ada hubungan dengan Fariz.
Dwi Septiani meminum Kopinya, kemudian ia meletakan Gelasnya kembali.
DWI SEPTIANI
Farah kuat, ya. Yang terjadi sama Farah pasti susah buat terima. Fauzi meningggal, Bapak sama Bu Sofi cerai. Sekarang Farah ketemu sama selingkuhan Bapak buat kasih semua warisan --
FARAH
Saya tidak mau bicara soal itu lagi, Bu. Saya ke sini cuma mau bicara wali waris buat Fariz.
DWI SEPTIANI
Maaf, tapi kamu tahu pendapat orang tentang Anak yang ketemu dengan selingkuhan Orang Tuanya, kan? Apalagi kasih semua warisan.
FARAH
Saya terbuka untuk semua kemungkinan. Termasuk yang Ibu bilang tadi.
DWI SEPTIANI
Saya tak bisa jadi wali waris buat Fariz.
Ada jeda di antara mereka.
DWI SEPTIANI
Saya sudah pergi dari rumah empat tahun, kalau saya jadi wali buat Fariz, saya hanya jadi orang jahat buat Fariz, itu pertama.
Farah diam, tidak menjawab. Dwi Septiani mengambil sesuatu dari dalam Tasnya, dan ia meletakannya di depan Farah.
Sebuah Akta Cerai, atas nama Dwi Septiani. Farah hanya melihatnya, datar.
DWI SEPTIANI
...Sebelum Abang meninggal. Saya yang minta.
Ada jeda di antara mereka.
DWI SEPTIANI
Fariz belum tahu masalah ini... itu tugas saya. Abang yang minta.
Farah hanya diam.
DWI SEPTIANI
Farah harus cari orang lain buat jadi wali waris buat Fariz. Mungkin Pak RT mau. Hubungan mereka dekat, sudah seperti keluarga.
FARAH
Bukannya Ibu keluarga Fariz?
DWI SEPTIANI
Bukannya Farah juga keluarga Fariz?
Ada jeda di antara mereka.
DWI SEPTIANI
Mungkin Ibu sama Farah sama-sama orang jahat.
Sesaat Farah melihat Anak Laki-laki itu.
FARAH
Berapa umurnya, Bu?
Mereka melihat Anak Laki-laki itu, ia sudah menghabiskan Roti Pangangganya dan ia sekarang meminum Coklat Susu.
DWI SEPTIANI
Jalan empat tahun... mirip Bapaknya.
Farah melihat Anak Laki-laki itu. Ia berpindah melihat Dwi Septiani, datar.
INT. KAMAR HOTEL FARAH - SORE
Farah berbaring di tempat tidurnya, melamun. Tirai kamarnya tidak dibuka.
Terdengar bunyi pintu yang dibuka --
INT. KAMAR IBU - RUMAH FARAH - SIANG - MASA LALU
Farah masuk ke dalam kamar, ia berjalan perlahan.
Seseorang berada di tempat tidur, Farah membawa Makanan di atas Nampan.
Ibu bersandar di tempat tidur, wajah Ibu yang mulai menua, terlihat pucat dan kurus.
Farah duduk di samping Ibu, memberikan Ibu sesendok nasi dan lauknya --
Ibu menghindar.
Farah meletakkan sendok kembali di piring, ia memperhatikan Ibu.
FARAH
Ibu harus makan, Dokter bilang harus makan, walaupun sedikit.
Ibu tidak menjawab. Farah membetulkan posisi selimut Ibu dan merapikan rambut Ibu yang berjatuhan.
FARAH
Kita check-up lagi minggu depan.
IBU
Percuma, gak ada yang berubah.
Farah diam, ia melihat Ibu.
IBU
Hidup Ibu berubah kalau Adik kamu masih ada.
Farah tidak menjawab, ia melihat kearah lain.
FARAH
Udah Bu, ini udah lebih dari lima belas tahun.
IBU
Kalau Fauzi gak meninggal, Bapak kamu pasti gak selingkuh dengan perempuan itu... keluarga kita gak hancur kayak gini. Kurang apa lagi Ibu sama Bapak kamu --
FARAH
Bapak selingkuh dari sebelum Fauzi meninggal, Bu. Ini gak ada hubungannya --
IBU
Kenapa kamu selalu belain Bapak kamu. Fauzi meninggal gara-gara Bapak kamu selingkuh, ingat itu, Farah... Harusnya Ibu gak izinin dia ikut kamu pergi. Coba aja kalau dia gak pergi --
FARAH
Farah pasti mati.
Ada jeda di antara mereka.
FARAH
Kalau Farah pergi sendiri, Farah yang mati...
Ibu melihat Farah, begitu sebaliknya.
FARAH
Apapun yang terjadi di hari itu, Farah pasti mati kalau Farah pergi sendiri. Ibu dapat anak laki-laki Ibu, tapi Ibu kehilangan anak perempuan Ibu, itu yang Ibu --
PLAAAAAAK --
Ibu menampar Farah, emosi Ibu memuncak, wajahnya memerah.
Farah tidak melakukan apa-apa, ia hanya melihat Ibu dengan dingin.
IBU
JAGA BICARA KAMU, FARAH!!
FARAH
Hal yang sama tetap terjadi, Bu. Ibu salahin Bapak karena dia selingkuh, makanya Farah meninggal. Tapi Bapak tetap selingkuh, Ibu dan Bapak cerai... yang urus Ibu... Fauzi... anak laki-laki Ibu... Farah gak tahu apa Ibu bilang hal yang sama ke Fauzi dan penyesalan Ibu terus berulang. Coba aja Farah gak jemput Bapak... atau Ibu bisa terima Farah meninggal dan hidup bahagia sama Fauzi --
IBU
CUKUP, FARAH!!
Ibu masih dengan emosinya yang memuncak. Farah dengan tatapan dinginnya kepada Ibu.
FARAH
Mau sampai kapan harus selalu Farah yang hadapin kelakuan Ibu... Ibu cuma gak bisa terima Fauzi meninggal, Bapak selingkuh... Kalau Ibu mau ketemu Fauzi, kenapa Ibu gak meninggal sekalian --
IBU
FARAH --
Ada jeda di antara mereka.
FARAH
Ibu pikir cuma Ibu yang sakit... ada Farah juga, Bapak...
(menahan tangis)
Ini udah lebih dari lima belas tahun Bu... Farah tahu gimana rasanya. Harusnya Farah yang di posisi Ibu sekarang... bukan Ibu.
Farah melihat ke arah lain, membersihkan wajahnya.
FARAH
Berhenti dengan kelakuan Ibu. Jangan egois, Farah gak tahu apa Fauzi bisa hadapin Ibu yang sekarang.
(berdiri)
Kalau Ibu mau mati, mati sekarang, tapi jangan pernah bawa-bawa Fauzi dalam hal ini. Makan Nasinya, Bu. Minum Obatnya.
Farah berjalan menuju pintu kamar, ia berhenti --
FARAH
Ibu bisa lihat Fauzi nanti sepuasnya, tapi Ibu gak bisa lihat Farah lagi. Harusnya Ibu tahu itu.
Ibu tidak menjawab, ia masih melihat Farah.
Farah berjalan keluar, kemudian menutup pintu. Kemudian, Ibu menunduk, menutup wajahnya dengan tangan.
CUT TO:
INT. KAMAR MANDI - KAMAR HOTEL FARAH - SORE - MASA KINI
Pintu Kamar Mandi tidak di tutup, ada Farah di sana. Terdengar suara erangan, Farah sedang muntah.
Farah membersihkan Mulutnya, ia menahan sakit. Ia lemas, tak berdaya, bersandar di dinding Kamar Mandi.
Ia melihat ke satu arah, melamun.
INT. RUANG TAMU - RUMAH FARAH - SORE - MASA LALU
Farah duduk di ruang tamu rumahnya, rumah itu sepi, tak ada kursi di sana, Karpet-karpet menutup seluruh lantai. Sedangkan Farah memakai Baju terusan warna gelap, dengan Selendang berada di Kepalanya.
Farah mengambil handphonenya dan memencet sesuatu di sana, ia menempelkannya di telinga.
FARAH
Halo...
BAPAK (V.O)
Iya... Farah.
FARAH
Farah mau kasih tahu... Ibu meninggal.
Ada jeda di antara mereka.
FARAH
Ibu udah di kuburin tadi.
BAPAK (V.O)
Penyakit Ibu kambuh lagi?
FARAH
Iya, Pak...
BAPAK (V.O)
Iya... Bapak tahu, ginjal Ibu dah parah...
Ada jeda di antara mereka.
BAPAK (V.O)
Anak Bapak sehat?
FARAH
Sehat, Pak. Bapak?
EXT. TERAS - RUMAH LAMA FARAH - SORE
Bapak duduk di teras rumah, keadaan rumah saat itu sama dengan keadaan rumah ketika Farah lihat pertama kalinya.
Bapak terlihat lebih tua, namun tidak hilang karismanya, namun Bapak terlihat pucat.
BAPAK
Bapak sehat...
Ada jeda di antara mereka.
FARAH (V.O)
Ibu masih sering bicara tentang Fauzi.
BAPAK
Itu wajar Farah, tak ada orang tua yang mau lihat anaknya meninggal duluan dari dia. Sampai kapanpun, orang tua mau lihat anaknya besar, sekolah, kuliah, kerja, nikah, punya anak. Kalau bisa biarkanlah Orang Tua mati buat anak mereka.
INTERCUT ANTARA FARAH DAN BAPAK
BAPAK
Bapak bohong kalau bilang dah terima kalau Fauzi meninggal, sedikit... sedikit... kadang-kadang Bapak pikir apa jadinya kalau Farah sama Fauzi tak jemput Bapak.
FARAH
Kita harus terima, Pak. Apapun yang terjadi.
BAPAK
...Bapak minta maaf... Bapak tahu Farah tahan semuanya sendiri sampai sekarang. Sedangkan Bapak tak di sana, bantu Farah.
FARAH
Itu udah lama Pak, Farah gak mempermasalahkannya. Farah coba ngerti pilihan Bapak. Tapi yang terjadi sama Bapak Ibu... itu salah Bapak.
Ada jeda di antara mereka.
FARAH
Buat Farah, Bapak mengaku salah itu udah cukup. Bapak harus minta maaf sama Ibu.
(jeda)
Farah gak marah sama Bapak, Farah cuma kecewa.
Bapak tidak menjawab, ia hanya diam.
FARAH
Tapi satu hal yang pasti, Farah gak mau hidup kayak Bapak sama Ibu. Farah juga gak mau salahin keadaan apa yang terjadi sama keluarga kita... Itu yang bisa Farah lakukan sekarang.
Bapak tidak menjawab, ia melihat kearah lain.
BAPAK
Dah besar Anak Bapak ye...
FARAH
...Iyelah... kan Farah Anak Bapak...
Farah melihat kearah lain, membersihkan wajahnya. Sambungan terputus, Farah meletakkan handphonenya di lantai. Ia berbaring di samping handphonenya, membelakangi pintu.