Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
84.INT. PH TAN.CINEMA - RUANGAN OM TAN - DAY (FLASHBACK.)
Ayah, Ibu dan Om Arga menghadap Om Tan, pemilik PH. Mereka bertiga terlihat gugup dan takut-takut. Ruangan minimalis itu menampilkan beberapa poster sinetron dan film produksi PH tersebut. Poster paling besar adalah “Kabayan Milenial” yang menampilkan wajah Ayah sebagai Kabayan.
Di dinding, tepat di belakang kursi Om Tan ada kutipan “All is Fair in Love and War”.
Ibu memegang erat lengan Ayah, sementara Om Arga terlihat salah tingkah.
Ayah menyodorkan undangan sederhana berwarna merah muda ke Om Tan. Raut wajah Om Tan menggelap, rahangnya mengeras.
Om Tan menghela napas berat, matanya terluka menatap Ibu.
Ibu menatap Om Tan takut-takut, tapi menjawab dengan yakin.
Ibu menatap Ayah, mengisyaratkan untuk menyudahi ketidaknyamanan ini.
Wajah Om Tan pun memaksakan senyumnya.
Ibu terlihat memegang tangan Arga. Arga menoleh ke arah Ibu dengan heran.
Ayah dan Ibu menatap saling memahami. Om Tan menatap Arga yang makin salah tingkah.
Arga menatap Om Tan, menatap ayah dan ibu, lalu mengangguk setuju.
Om Tan pun mengangguk senang dengan keputusan Arga.
(Flashback End.)
MATCH CUT TO:
85.INT. PH TAN.CINEMA - RUANGAN OM TAN/IBU - DAY
Ruangan yang sama, kini di belakang kursi ada poster besar wajah Om Tan dengan tulisan “Sultan Salim, 1946 - 2011” Tepat di bawah poster masih ada kutipan “All is Fair in Love and War”. Poster film berganti dengan film dan sinetron terkini. Om Arga duduk di depan Ibu, mengawasi ruangan tersebut dengan penuh kenangan.
Om Arga membentangkan tangannya ke sekeliling ruangan Tan.Cinema.
Om Arga sadar sudah salah bicara, dengan gugup ia berusaha menetralisir suasana.
Ibu menghela napas berat, sebelum meneruskan dengan sedikit tersendat.
Suasana sesaat hening, Om Arga bicara hati-hati.
Ibu menatap Om Arga lalu tertunduk lesu.
Om Arga menghela napas, ia pun mulai menjelaskan rencananya pada Ibu.
86.INT. RUANG KONFRENSI PERS - DAY
Gilang nampak memeluk mesra Ibunya. Om Arga sumringah menghadapi wartawan yang berebutan mengabadikan momen tersebut.
Ruangan heboh, blitz kamera makin banyak yang mengabadikan Gilang dan Ibunya.
Om Arga tidak senang dengan pertanyaan yang terlalu kritis tersebut. Ibu segera mengambil alih, sambil mengusap kepala Gilang di bahunya ia menatap wartawan.
Ibu terisak, suasana jadi hening. Gilang dengan penuh perhatian menyodorkan tisu pada Ibunya. Setelah mengusap air mata, Ibu pun melanjutkan.
Situasi heboh. Wartawan masih berebutan bertanya, Gilang pun meraih mikrofon.
Gilang mendekap erat Ibu yang disambut usapan lembut Ibu di rambutnya.
Gilang tersenyum, memeluk Ibunya makin erat.
MATCH CUT TO:
87.INT. MOBIL GILANG - MOMENTS LATER
Gilang dipeluk Ibunya di kursi belakang, kamera wartawan masih mengabadikan. Om Arga duduk di depan, di samping Pak Min yang mengendarai mobil dengan pelan berusaha menembus kepungan wartawan.
Begitu pintu kaca mobil berfilter pekat tertutup, langsung saja Arga menyentakkan pundak, keluar dari pelukan Ibunya dengan kasar.
Ibunya tersenyum maklum. Om Arga menahan marah, sementara Pak Min menatap spion atas, bingung dengan situasi di kursi belakang.
88.INT. KAMAR HOTEL - DAY (FLASHBACK.)
Ibu duduk di tepi kasur yang berhiaskan bunga mawar, ia masih memakai pakaian pengantin, kelelahan tapi gembira. Di sudut kamar terlihat kado yang menggunung. Sementara ayah yang duduk di sisinya tersenyum menatap Ibu.
Ayah tidak melanjutkan kata-katanya, ia merapat ke Ibu yang tersipu malu. Mereka berhadapan tanpa kata, wajah mulai berdekatan.. TING TONG! Tiba-tiba terdengar bel di depan pintu kamar mereka.
Ayah berusaha mengabaikan, tapi bel tersebut terus berbunyi. Ibu pun mengelak dari ciuman ayah, lalu langsung berlari ke pintu.
Ibu kembali dengan dua buah amplop bercap PH TAN.CINEMA. Ayah menatap penasaran.
Ibu mengangguk, wajahnya tak nyaman. Dia melihat amplop tersebut, yang satu bertuliskan : Untuk Aurora-ku. Untuk hari-hari susah bersama suamimu nanti.
Sementara amplop yang satu bertuliskan Untuk Dedi Sunardi, ingat “All is Fair in Love and War”
Dengan wajah makin tak nyaman, Ibu menyerahkan amplop yang ditujukan untuk ayah.
Mereka berdua duduk di tepi kasur.
Ibu membuka perlahan amplop dari Om Tan, lalu mengeluarkan selembar kertas dari dalamnya.
Dengan semangat ayah hendak membuka bajunya.
Ayah membuka amplopnya pelan-pelan.
Ayah mengeluarkan selembar kertas.
Pendek saja tulisan tangan Om Tan di surat tersebut. Seolah tulisan itu dibacakan langsung oleh suara Om Tan.
Belum habis keterkejutan ayah dan ibu. Hp ayah yang ada di atas meja berbunyi. Ayah segera menyambarnya.
Ayah mendengarkan lawan bicaranya, wajah ayah perlahan memerah. Ibu menggenggam tangan ayah.
Wajah ayah makin merah mendengarkan jawaban dari si penelpon. Ibu memeluk bahu ayah penuh rasa khawatir.
Ayah menghempaskan hp ke kasur. Pandangan Ibu penuh tanya.
Ibu meraih kertas yang ditujukan untuk suaminya oleh Om Tan. Ia membacanya, lalu menatap ayah.
Ibu memegang cek dari Om Tan di tangan kanan, surat untuk suaminya di tangan kiri. Ibu tidak bisa bicara apa-apa.
Ibu pun memasukkan cek ke dalam amplopnya lagi.
(Flashback End.)