Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
SEBELUM SENJA BERAKHIR (SCRIPT FILM)
Suka
Favorit
Bagikan
11. Bagian 11

89. INT. RUANG RAPAT ELMER -SIANG

Sendja, Edo, Lila, Bagas, dan Brian duduk mengelilingi meja oval di ruang rapat. Sendja memimpin rapat. Sendja menatap anaknya satu persatu.

SENDJA
Mama memanggil kalian hari ini, untuk membahas masalah-masalah yang dialami perusahaan belakangan ini, utamanya terkait dengan penggusuran panti jompo Harmonie Damai.
(beat)
Kalian tentu tahu, bagaimana besarnya tekanan yang meminta kita untuk menghentikan proyek ini dan membatalkan penggusuran panti.
EDO
(menyela)
Tapi, Ma, kita nggak bisa menghentikan proyek ini sekarang. Kita sudah investasi habis-habisan, perusahaan gulung bisa tikar kalau kita berhenti sekarang!
SENDJA
(sabar)
Mama tahu. Mama juga nggak minta kalian untuk menghentikan proyek ini. Mama hanya minta kalian tidak menggusur panti jompo itu.
EDO
Maksud Mama? 
SENDJA
(menegaskan)
Proyek tetap dibangun seperti rencana semula. Hanya saja, bangunan panti tetap ada dalam lokasi perumahan itu. Tentu saja bangunan panti juga harus direnovasi ulang agar tampak lebih menarik. Dan kitalah yang akan membuat bangunan panti yang baru itu.
LILA
(terkejut dan protes)
Ma! Tapi itu nggak mungkin kita lakukan sekarang. Perusahaan kita sedang kesulitan uang! Enggak mungkin kita menghamburkan uang untuk membangun panti yang tidak mendatangkan keuntungan sama sekali! 
EDO
(melirik Lila lalu memandang Sendja)
Kali ini aku juga sepakat dengan Lila, Ma. 
SENDJA
(menatap Bagas)
Bagaimana, Gas? Kamu juga nggak setuju? 
BAGAS
(gugup dan bingung)
Aku,ikut suara terbanyak saja. 

Lila dan Edo tampak kesal dengan jawaban Bagas. Sendja memandang Edo dan kembali bicara.

SENDJA
Apa kamu tahu pimpinan panti itu mencabut gugatan padamu, Do?
(beat)
Tahu kamu apa yang akan terjadi kalau dia meneruskan gugatannya itu? Jika dia saja bersedia melakukan itu untukmu, kenapa kita nggak bisa mencarikan solusi untuk permasalahan mereka?
EDO
(mengangkat tangan dengan sikap menyerah)
Oke, aku berterimakasih mereka mau mencabut gugatan. Tapi kan balas budi nggak harus dengan cara membangunkan panti untuk mereka juga,Ma! Aku tahu, nenek Sundari adalah kawan Mama.
(beat)
Aku yakin keputusan Mama yang emosional ini dilandasi oleh rasa iba pada kawan Mama itu. Tapi, Mama sendiri yang mengajariku, dalam bisnis kita harus bisa menyingkirkan perasaan-perasaan sentimental begitu. Mama lupa pada apa yang Mama ajarkan itu?
BRIAN
(berdehem dan menyela)
Bisa aku jelaskan sedikit, Bang? Aku sepakat dengan keputusan Mama. Kurasa Mama juga tahu, secara keuangan membangun panti itu tidak mendatangkan keuntungan materi untuk perusahaan.

(beat)
Tapi, mengingat polemik yang terjadi dan banyaknya tekanan yang datang, keputusan ini bisa jadi solusi terbaik untuk menyudahi semua kegaduhan.

Edo memandang Brian dengan sikap kesal dan meremehkan, tapi ia tidak menyela perkataan adiknya.

BRIAN (CONT’D)
Menggusur panti saat ini sama saja dengan bunuh diri, Bang. Reputasi perusahaan akan semakin buruk.
(beat).
Mbak Lila, sudah berapa klien kita yang membatalkan pesanan karena kasus ini? Aku berani bertaruh jumlahnya hampir mendekati separuh pemesan di awal, bukan?

Lila mengangguk.

BRIAN (CONT’D)
(menjentikkan jari)
Nah, kita akan semakin terpuruk bila melanjutkan penggusuran itu. Tapi, sebaliknya jika panti tersebut kita bangun lebih modern dan tentunya ramah bagi penghuni lansia, hal itu bisa mendongkrak citra perusahaan di mata masyarakat. Bukankah itu keuntungan yang tak ternilai, Bang?

Edo diam saja tidak menjawab pertanyaan Brian. Ia hanya melirik sekilas.

BRIAN (CONT'D)
(tersenyum)
Tentu saja, jika kita benar-benar ingin menyelamatkan kondisi perusahaan, kita harus mau berkompromi. Saat ini, tidak ada pilihan yang benar-benar menguntungkan, jadi, kita pilih solusi yang resikonya paling minim.

Edo dan Lila berpandangan. Lila mengedikkan bahu.

LILA
Kurasa apa yang dikatakan Brian masuk akal.

Edo memandang Brian, tatapannya tidak segalak tadi.

EDO
Kamu yakin ini akan berhasil? Ingat, biaya yang dibutuhkan untuk membangun panti jompo itu nggak main-main. Kita sedang bertaruh besar di sini. 
BRIAN
(mengangguk mantap)
Aku yakin, bila kita umumkan ini ke publik, orang-orang yang membatalkan itu akan berbalik kembali. Karena pada dasarnya, tempat ini memang strategis dan menguntungkan. Mereka melakukan itu karena dorongan rasa kemanusiaan.

Edo menyandarkan punggung ke sandaran kursi.Berkata dengan terpaksa.

EDO
Baiklah. Kurasa aku nggak punya pilihan lain selain setuju.

Sendja tersenyum puas, ia memandang pada Bagas.

SENDJA
Dan kamu Bagas, kamu setuju atau punya usul lain? 
BAGAS
Aku, aku ikut suara terbanyak saja.

CUT TO

90. INT. PANTI JOMPO HARMONIE DAMAI-SIANG

FX: tepuk tangan riuh

Sendja dan Alika mengadakan konferensi pers di teras panti jompo Harmonie Damai. Media ramai datang meliput. Sendja dan Alika duduk berdampingan, di sebelah Sendja tampak Brian dan juga pengacara perusahaan. Alika juga didampingi oleh LBH yang membantunya.

SENDJA
Pada hari ini, saya, Sendja Aedelmaer, selaku CEO dari Elmer Konstruksi, bersama Nona Alika Yadi, pimpinan panti Harmonie Damai, ingin menyampaikan bahwa kami sepakat untuk menghentikan sengketa terkait tanah yang rencananya akan kami bangun pemukiman Elmer Land, dan memutuskan berdamai.

FX: kembali terdengar tepuk tangan riuh. Alika dan penghuni panti tampak lega.

SENDJA (CONT'D)
(tegas dan mantap)
Kami juga sepakat, bahwa panti dan komplek pemukiman adalah sebuah kondisi yang bisa berjalan bersama-sama. Sehingga, bangunan panti tetap akan ada dalam Elmer Land. Kami juga akan membuatkan bangunan baru untuk panti yang ke depannya akan digunakan untuk keperluan panti dan hak kepemilikannya menjadi milik panti.

FX: tepuk tangan bergemuruh. Sendja dan Alika tampak berpandangan dan tersenyum lega.

 DISSOLVE TO

91. INT. KANTOR ELMER-SIANG

FX: dering telepon

Seorang karyawati bergegas mengangkat telepon.

KARYAWATI (EXTRAS)
Halo, Elmer Konstruksi. Ada yang bisa dibantu? 
CUSTOMER (OS)
Mbak, saya mau DP untuk rumah di Elmer Land. Apa masih bisa?

Karyawati itu terkejut, lalu dengan sangat antusias dia mengatur nada bicaranya. 

KARYAWATI (EXTRAS) 
Tentu saja, Pak. Kami punya penawaran yang sangat bagus bulan ini. Untuk setiap pemesanan dengan DP full, akan mendapatkan kitchen set dan televisi 32 inchi.
CUSTOMER (OS) 
Saya bayar DP full untuk dua unit. 

Karyawati itu melonjak senang dan meninju udara. 

KARYAWATI (EXTRAS)
Siap,Pak. 

Karyawati meletakkan telepon.

FX: dering telepon 

KARYAWATI (EXTRAS) 
Halo, Elmer Konstruksi. Ada yang bisa dibantu?
Satu unit tipe 72 di Elmer Land? Siap, Pak. Tentu saja masih ada.

 CUT TO 

92. INT. RUANG KERJA LILA-SIANG

Lila sedang meletakkan gagang telepon. Wajahnya masih terlihat takjub.

FX: suara pintu diketuk

Karyawati yang menerima telepon tadi masuk. Ia tergesa-gesa menghampiri Lila

KARYAWATI (EXTRAS) 
Bu Lila, Ibu pasti tidak percaya dengan kabar ini.  
LILA 
Kabar apa?  
KARYAWATI (EXTRAS) 
(bersemangat)
Telepon di bagian marketing tak henti berdering. Mereka semua bertanya apakah masih ada tempat di Elmer Land. Tipe 36 dan tipe 45 malah sudah sold out, Bu. 
LILA
(senang)
Benarkah? Sepertinya keputusan Ibu tidak melanjutkan penggusuran panti dan menyampaikan dalam konferensi pers sangat tepat. Mereka yang semula membatalkan kini berbalik lagi. Analisis Brian memang brillian.  

FX: dering telepon.

Lila memberi tanda agar karyawati itu menunggu sebentar sampai Lila berhenti bicara di telepon.

LILA (CONT'D)
Halo?
Ya betul.
Baik, baik Pak saya mengerti.

Karyawati masih menunggu Lila yang sedang bicara di telepon. Wajahnya penuh dengan rasa ingin tahu.

LILA (CONT'D)
Tentu, Pak. Saya paham, terima kasih atas kepercayaan Bapak. Saya akan segera siapkan semua berkasnya. Terima kasih, selamat siang. 

Lila meletakkan gagang telepon. Ia masih terlihat seperti orang linglung. Karyawati itu menjadi cemas. Lalu mendekati Lila.

KARYAWATI (EXTRAS) 
Bu Lila? Bu? Ada apa? Bu Lila baik-baik saja? 

Lila memandang karyawati itu. Karyawati itu semakin cemas melihat sikap aneh Lila. Lila tiba-tiba tertawa dan memeluk kayawati itu.

LILA
(bersorak)
Proyek ini berhasil. Berhasil! Tadi itu ada investor besar yang ingin bekerja sama membiayai proyek ini. Akhirnya kita bisa membayar tunggakan pada Bank! Kita selamat! Kita nggak jadi bangkrut! Hahahaha!

CUT TO 

93.INT. KAMAR SENDJA-MALAM

Sendja duduk menatap cermin. Ia meraba kalung berliontin jantung yang melingkar di lehernya. Perlahan tangannya meraba kalung dan melepasnya. Sendja menggenggam kalung itu, menatapnya lalu menangis sedih tanpa suara.Hanya air mata yang membasahi wajahnya.

DISSOLVE TO


94. INT. KAMAR RUMAH SAKIT-SIANG

Sendja menemui Sundari di kamarnya. Sundari tampak lebih sehat dan rapi. Rambutnya di sisir oleh perawat. Selesai menyisir rambut Sundari, perawat itu mengangguk ramah pada Sendja dan keluar. Sendja mendekati Sundari, dan meletakkan buah-buahan di meja nakas.

SENDJA 
(tersenyum)
Bagaimana kabarmu hari ini? Kamu tampak cantik dan segar. Kata dokter, beberapa hari lagi kamu sudah boleh kembali ke panti.

Sundari diam tak menjawab. Ia hanya memandang Sendja datar. Sendja ikut duduk di sebelah Sundari. Kali ini Sundari tidak menghindar. Sendja memandangi wajah Sundari sebentar, lalu mengeluarkan sebuah kotak dari dalam tasnya. Sendja membuka kotak dan mengambil kalung berliontin bentuk jantung yang dulu diberikan Beno di hari pernikahan mereka. Sendja memegang kalung dan menunjukkan pada Sundari.

SENDJA (CONT'D)
Kalung ini adalah warisan turun temurun yang diberikan untuk menantu perempuan di keluarga Beno. Dia memberikan ini padaku di hari pernikahan kami, dulu.

Sendja diam, matanya menatap kalung itu seakan sedang mengenang hari pernikahannya. Kepala Sundari bergerak memandang pada kalung itu.

SENDJA (CONT'D)
(tersenyum getir)
Dulu, aku sangat bahagia ketika menerima kalung ini. Ada rasa senang, karena bukan saja telah resmi menjadi bagian hidup Mas Beno, tapi secara resmi menjadi bagian dari keluarganya.
(beat)
Tapi itu dulu. Setelah aku tahu bahwa bukan aku perempuan yang dicintai Mas Beno, aku merasa tidak lagi berhak atas kalung ini. Aku hanya orang yang menjaga kalung ini untuk sementara, sebelum kalung ini berjumpa dengan pemilik yang sesungguhnya.

Sendja memandang Sundari lembut.

SENDJA (CONT'D)
Kurasa kamulah yang berhak menerima kalung ini. Ya, kamu sesungguhnya pemilik kalung ini, Sun.

Sendja mendekati Sundari dan memasangkan kalung itu di leher Sundari. Selesai memasangkan kalung itu, wajah Sendja tampak lega.

SENDJA (CONT'D)
(tersenyum)
Aku benar bukan? Kalung ini memang paling cocok untukmu.

Sundari meraba kalung yang kini dipakainya itu. Perlahan Sundari tersenyum.

PAN TO

95.INT. RUMAH SAKIT-SIANG

Brian dan Alika berdiri di pintu kamar Sundari menyaksikan Sendja dan Sundari tersenyum. Brian menarik tangan Alika untuk menjauh dan tidak mengganggu dua sahabat itu. Brian dan Alika berjalan berdampingan di lorong rumah sakit.

ALIKA
(menoleh pada Brian)
Kurasa hubungan ibumu dan Bu Sundari dulu sangat dekat. Aku senang, Bu Sundari punya seorang sahabat yang sangat menyayanginya. Aku juga salut pada Ibumu. Dia mau berbesar hati membiarkan panti kami tetap ada di sana.
(beat)
Sebenarnya, masalah ini nggak akan terjadi kalau kakakku nggak berulah. Dia memang selalu bikin susah saja.

Briam tersenyum dikulum dan memandang Alika.

BRIAN
Aku juga salut padamu. Seorang gadis muda tangguh yang berani berjuang untuk kelangsungan panti lansia. Nggak banyak yang bersedia melakukannya.
ALIKA
(mengenang)
Panti itu impian mendiang ayahku. Aku senang bisa meneruskan impiannya. Selain mengurus panti aku juga menerjemahkan buku-buku.
BRIAN
(tersenyum)
Kapan-kapan, apa aku boleh mampir ke panti?
ALIKA
(mengangguk)
Tentu saja. Siapa saja yang datang dengan niat baik tentu kami terima dengan tangan terbuka.

Brian berhenti melangkah dan memandang Alika lembut.

BRIAN
Kalau aku datang khusus menemuimu, apa kamu tetap menerima dengan tangan terbuka?

Alika tampak terkejut dengan pertanyaan itu. Ia terdiam. Brian masih menunggu, perlahan Alika tersenyum manis. Brian juga tersenyum.

DISSOLVE TO 

96. EXT. MAKAM BENO-SIANG

Sendja mengajak Sundari mengunjungi makam Beno. Brian dan Alika juga ikutSundari memandang makam Beno.

SUNDARI
Siapa dia? 
SENDJA 
(tersenyum)
Dia… namanya Mas Beno. Orang yang semasa hidupnya sangat sayang padamu, Sundari.

Sendja berpaling pada nisan Beno.

SENDJA (CONT'D)
Mas Beno, lihatlah siapa yang datang. Sekarang Mas bisa tenang. Aku sudah menemukan Sundari. Jangan khawatir, aku akan menjaganya di sini.

Sendja membantu Sundari menaburkan bunga, diikuti Alika dan Brian. Sundari bergumam.

SUNDARI
Dia tentu orang yang baik. 
SENDJA
Ya, benar sekali. Mas Beno orang yang baik. 

Sendja tersenyum. Sundari memandang Sendja. 

SUNDARI
Kamu juga orang yang sangat baik, Sendja. 

Sendja terkejut seolah tak bercaya dengan apa yang didengarnya tadi. Sendja meraih tangan Sundari. Mata Sendja berkaca-kaca lalu menangis.

SENDJA 
Sun? Kamu ingat namaku? Kamu ingat padaku? Ini aku, Sendja. 

Sundari memandang Sendja seakan tidak pernah menyebut nama Sendja tadi. Ia keheranan dan tidak menjawab pertanyaan Sendja. Sendja mulai menangis sadar harapannya terlalu berlebihan. Brian menyentuh lengan ibunya untuk menenangkan, sedangkan Alika menyusut sudut matanya. Sendja menunduk. Tiba-tiba tangan Sundari mengusap air mata di pipi Sendja. Sendja mengangkat wajah dan melihat Sundari tersenyum padanya.

SENDJA (CONT'D)
(mencoba tersenyum)
Ya, kamu benar, Sun. Kita tidak boleh lagi bersedih. Mari kita pulang. 

Sendja bangun dan membimbing Sundari berjalan meninggalkan areal makam. Mereka berjalan bergandengan. Di belakangnya, Alika berjalan di sisi Brian. Sundari tersenyum memandang langit sore yang merona.

SUNDARI
Indah sekali. 

Sendja ikut memandang langit sore. 

SENDJA 
Ya, pemandangan langit sore memang indah. Kamu suka? aku janji sering-sering mengajakmu melihat pemandangan indah ini. 

Sendja berjalan menuntun Sundari. Di belakangnya, Brian mengulurkan tangan pada Alika yang disambut malu-malu oleh gadis itu.

SENDJA (V.O)
Waktu dan usia adalah obat mujarab yang melebur cinta dan luka. Pada akhirnya di satu titik aku menyadari, kelak kala usia senjaku berakhir, aku melepas semua kemarahan, rasa sakit, dendam, dan juga cinta.
Aku menyadari, mereka semua adalah guru-guru yang untuk datang memberi pelajaran hidup untukku.
jika cinta bisa sirna, maka dendam yang paling kelampun harusnya dibiarkan tenggelam, karam dalam sudut-sudut ingatan yang semakin buram.
Hanya hening yang tersisa.

Sendja membetulkan syal Sundari. Mereka terus berjalan dipayungi pemandangan langit sore yang cantik. 

FADE OUT

TAMAT  






Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar