68. INT. RUMAH SENDJA-MALAM
Sendja berdandan sangat cantik dan rapi menunggu kedatangan suaminya. Ia duduk di ruang tengah sendirian. Saat melihat sepeda suaminya muncul, Sedja segera berdiri dan menyambut dan tersenyum. Beno menyandarkan sepeda dan masuk.
SENDJA
(lembut)
Mas, capek?
Beno mengangguk dan mencium kening Sendja sekilas.
BENO
Sedikit
SENDJA
Kalau begitu mandilah dulu, aku sudah siapkan air hangat untuk Mas.
BENO
(tersenyum)
Terima kasih, Sendja. Kamu memang paling tahu apa yang kubutuhkan.
Sendja memandang Beno lama, sehingga Beno salah tingkah.
BENO (CONT'D)
Ada apa, Sendja? Apa aku salah bicara?
SENDJA
(menggeleng)
Ah, tidak Mas. Em, aku hanya ingin bertanya, besok apa Mas bisa pergi berbelanja ke Semarang?
BENO
(lega)
Besok? Bisa. Ada yang kamu butuhkan?
SENDJA
Bukan untukku. Cuma kebutuhan untuk toko saja. Gula, tepung gaplek, dan keperluan toko lainnya yang sudah menipis telah kucatat.
BENO
Baiklah, besok pagi-pagi Mas berangkat.
Sendja mendekat dan mengalungkan tangan manja di leher Beno. Sendja menatap mata Beno.
SENDJA
Mas, apa yang akan Mas lakukan jika ada orang yang mencoba mengganggu rumah tangga kita?
BENO
Maksudmu? Ada lelaki yang coba-coba mengganggumu? Siapa?
SENDJA
(tertawa renyah)
Ah, Mas terlalu serius. Ini hanya umpamanya saja.
BENO
(serius)
Aku akan menyingkirkannya. Ibarat benalu yang coba mengganggu tanaman di pekarangan rumah kita, aku akan melenyapkannya.
Sendja menatap Beno lalu tersenyum.
SENDJA
Ya, aku setuju Mas. Aku juga akan melakukan hal yang sama. Mas memang suami yang baik.
Beno tertawa, ia memeluk pinggang Sendja.
BENO
Kamu juga istri yang baik, Sendja.
Sendja tersenyum manis.
DISSOLVE TO
69. EXT. TERAS RUMAH SENDJA-PAGI
Sendja mengantar Beno yang naik mobil truk barang. Beno berpamitan pada Sendja dan kedua mertuanya dan naik ke dalam truk. Sopir menjalankan truk yang melaju semakin menjauh. Sendja kemudian berpaling pada kedua orangtuanya.
SENDJA
Pak, Bu, Sendja hari ada keperluan sebentar.
DARMAN
(terbatuk dan terkejut)
Lho? Mau ke mana tho Nduk? Sampai sore ndak? Hari ini Bapak sama Ibu mau ke Mbah Darso lagi loh. Kamu kan tahu, sejak istrinya meninggal, Mbah Darso jadi sering sakit. Siapa lagi kerabat yang merawat kalau bukan kita?
SENDJA
Jangan khawatir, Pak. Bapak sore berangkat saja ke rumah Mbah Darso. Toko biar Sendja yang urus.
DARMAN
(heran)
Memang kamu mau ke mana, tho?
SENDJA
Ada seseorang yang harus saya temui.
CUT TO
70. INT. RUMAH MARYANTO-SIANG
Sendja dan Maryanto duduk berhadapan. Wajah keduanya sangat tegang. Maryanto menghela napas berat.
MARYANTO
Kamu yakin itu Sundari?
SENDJA
(mengangguk)
Saya tidak akan pernah lupa wajahnya, Paklik.
MARYANTO
(memandang Sendja)
Jadi, Beno yang selama ini menyembunyikan Sundari? Dasar bocah gemblung. Apa dia ndak tahu, tindakannya itu sangat berbahaya?
SENDJA
(sedih)
Beno bukannya tidak tahu, Paklik. Tapi dia tidak mau tahu. Asal bisa bersama Sundari, saya rasa dia tidak keberatan mengorbankan kami.
Maryanto memandang Sendja prihatin.
MARYANTO
(heran)
Memangnya, ada hubungan apa antara suamimu dengan buronan itu sampai-sampai dia susah payah melindunginya? Main-main kok yo sama buronan. Apa yang sesungguhnya terjadi?
Mata Sendja tampak berkaca-kaca.Ia menatap Maryanto.
SENDJA
(berusaha tegar)
Mereka adalah sepasang kekasih. Sundari adalah sahabat saya sebelum saya tahu Beno ada main dengannya.
Hati Beno telah sepenuhnya dikuasai perempuan itu. Selama dia masih berkeliaran, maka Beno tidak akan benar-benar melupakannya.
MARYANTO
Lalu bagaimana dengan Beno? Jangan lupa, Beno juga bisa ditangkap karena bersekongkol menyembunyikan seorang buronan.
SENDJA
(tegas)
Tidak. Saya tidak ingin Beno dilibatkan dalam urusan ini, Paklik. Untuk itulah saya minta bantuan Paklik. Saya sudah mengatur Beno pergi ke Semarang. (beat) Saya mohon, jangan libatkan Beno. Biar saya yang mengurus dia, Paklik.
MARYANTO
(menghela napas)
Baiklah, Sendja. Bila itu yang jadi tekadmu. Paklik akan mengaturnya.
SENDJA
Terima kasih Paklik
DISSOLVE TO
71. MONTAGE
1.Tentara dan warga berjalan di antara rumput-rumput tinggi mengepung gudang beras tempat persembunyian Sundari. Sendja mengikuti dari belakang.
2.Sundari tengah bersiap pergi. Ia membawa tas kain lusuh, dan menulis surat untuk Beno.
3.Pintu gudang terbuka, tentara dan warga masuk. Sundari terkejut. Surat yang ditulisnya terjatuh di ke bawah. Sundari dibawa keluar. Sundari meronta-ronta, tentara membawanya.
4.Dari kejauhan Sendja mengawasi penangkapan Sundari. Kaki Sendja bergerak maju seakan hendak menolong Sundari, namun ia segera berhenti dan hanya menatap dingin.
5.Sundari yang meronta melihat kehadiran Sendja yang mengawasinya. Pandangan mata keduanya bertemu. Sundari terkejut dan berpaling pada tentara yang membawanya. Seketika Sundari berhenti meronta. Wajahnya menunjukkan jika paham bahwa Sendjalah yang melaporkannya.
6.Sundari di bawa dengan menggunakan truk. Orang-orang datang menonton kejadian itu. Truk yang membawa Sundari bergerak menjauh. Perlahan pandangan Sendja mengabur oleh air mata. Ia memalingkan wajah dan mengusap air matanya.
END MONTAGE
72. INT. KAMAR SENDJA_MALAM
Sendja sedang duduk di depan meja riasnya. Tangannya meraba kalung pembelian Beno. Tiba-tiba Sendja terkejut mendengar suara teriakan Beno.
BENO
Sendja! Sendja!
Sendja segera berdiri. Beno telah masuk ke dalam kamar. Wajah Beno tampak marah. Ia mendekati Sendja dengan tergesa. Sendja mundur perlahan. Tangannya mencengkeram kelambu. Wajah Sendja tampak takut.
BENO (CONT'D)
(geram)
Ke mana mereka membawa Sundari?! Ke mana?!
Sendja semakin gugup tapi ia mencoba berani menghadapi kemarahan Beno.
SENDJA
Sundari? Aku tidak ngerti maksudmu, Mas.
Beno menggeretakkan gigi dan mencengkeram baju Sendja.
BENO
(marah dan membentak)
Jangan pura-pura tidak tahu, Sendja! Tadi di sepanjang jalan aku mendengar tentang buronan yang ditangkap di gudang beras kita!
(beat).
Dia Sundari, kan? Jawab! Apa kamu orang yang sudah melaporkan dia?!
Jawab aku Sendja!!
SENDJA
(berteriak)
Lepaskan aku, Mas. Kamu menyakitiku!
BENO
(marah dan mencengkeram baju Sendja)
Jawab pertanyaanku, Sendja! Kamu kan yang melaporkan Sundari?!
SENDJA
(berteriak)
Ya! Kamu benar, Mas. Aku yang melaporkannya! Aku yang telah membuat perempuan busuk itu ditangkap! Puas?
Mata Sendja membelalak menatap Beno. Ekspresi wajahnya gabungan antara marah dan terluka.
SENDJA (CONT'D)
Mas bertanya dia sekarang ada di mana? Heh? Dia ada di tempat di mana seharusnya seorang penghianat seperti dia berada!
Beno berteriak marah dan mengamuk. Ia menyerang Sendja dan mencekik leher istrinya.
BENO
(berteriak)
Kurang ajar! Tega sekali kamu! Sampai hati kamu melaporkan Sundari. Mengapa kamu melakukan ini padanya?! Mengapa!! Kamu tahu kan apa yang terjadi pada mereka yang tertangkap?!
SENDJA
(berteriak)
Aku tidak peduli! Kamu dengar, Mas? Aku sama sekali tak peduli. Mengapa aku harus repot-repot memikirkan nasib orang yang sama sekali tidak mempertimbangkan perasaanku?
BENO
(berteriak)
Sendja! Sundari bisa mati!
SENDJA
(menjerit marah)
Biar! Biar saja dia mati membusuk di penjara! Itu lebih baik daripada dia terus mengganggu rumah tangga kita! Kematian memang pantas untuk orang seperti dia!
Tangan Beno menampar pipi Sendja hingga Sendja terhuyung dan menjerit kesakitan.
BENO
(menuding marah)
Tega sekali kamu berkata begitu padanya!
Sendja menangis memegangi pipinya yang sakit karena ditampar. Ia menatap marah pada Beno.
SENDJA
(berteriak sambil menangis)
Mas mengatakan aku tega?! Apa aku tidak salah dengar? Kamulah yang tega, Mas. Bisa-bisanya kamu menyembunyikan buronan di rumahku. Kamu sudah gila, Mas!
(beat)
Mas tidak memikirkan akibatnya untuk keluarga kita? Memberikan perlindungan untuk Sundari sama saja Mas menyerahkan kepala seluruh keluarga kita! (beat).
Beno terdiam. Tangannya masih mengepal, dadanya naik turun menahan amarah menatap Sendja. Sendja memandang Beno sambil menangis.
SENDJA (CONT'D)
(terisak)
Lagi pula, Mas sendiri yang berjanji padaku,bahkan sampai bersumpah tidak akan berhubungan lagi dengan Sundari. Kamu juga janji memutus semua komunikasi dengannya!
(beat)
Tapi mengapa sekarang Mas langgar sumpah sendiri? Lupa kamu, Mas?! Apa Sundari begitu penting sehingga Mas tidak peduli dengan keselamatan keluargamu sendiri?!
Sendja menyeka air matanya. Tatapannya masih sengit memandang Beno yang diam mendengarkan kata-kata Sendja. Ekspesi wajah Beno juga marah dan sedih. Sendja bicara dengan terisak namun marah.
SENDJA (CONT’D)
Aku bisa menerima kalau Mas hanya mengorbankan aku demi menyelamatkan kekasihmu itu.
Sendja mengangkat wajah. Ia menatap Beno marah. Perlahan Sendja maju dan mendekati Beno yang diam. Ia bicara tepat di depan wajah Beno.
SENDJA (CONT'D)
(menunjuk dadanya sendiri)
Tapi, aku sama sekali tidak bisa terima kalau keselamatan orangtuaku juga Mas pertaruhkan demi melindungi perempuan itu! Mereka ayah ibuku, Mas. Mungkin bagimu tidak berarti tapi bagiku mereka sungguh penting!
Sendja menggoyangkan telunjuknya di depan wajah Beno.
SENDJA (CONT'D)
Aku tidak akan membiarkan siapapun mencoba membahayakan mereka. Aku akan melawannya. Tidak peduli bahkan jika orang itu adalah dirimu, Mas Beno!
Beno diam. Air mata tampak di pelupuk matanya. Lama Beno dan Sendja diam saling tatap. Air mata mengalir di pipi Sendja.
SENDJA (CONT’D)
(terisak)
Aku ini istrimu yang sah. Mas, apa salah kalau sebagai seorang istri aku berusaha mempertahankan keutuhan rumahtanggaku? Salah, kalau aku menghancurkan benalu yang coba mengganggu ketenteraman rumah tanggaku?
Beno mulai menangis menatap Sendja.
SENDJA (CONT'D)
(berteriak lebih keras)
Menurutmu apa salah, kalau aku mengirim perempuan itu ke penjara?!
Beno jatuh berlutut di hadapan Sendja. Kemarahan Beno seakan hilang berganti kesedihan. Beno berlutut sambil menangis tersedu. Sendja juga bicara sambil menangis.
SENDJA (CONT’D)
Kalau ada yang tidak punya perasaan di sini, maka orang itu adalah kamu, Mas!
Teganya kamu diam-diam membohongiku!
Beno masih berlutut menangis dan berkata lirih.
BENO
Kamu benar, Sendja. Akulah yang tidak tahu diri. Aku yang salah, aku yang menyebabkan tragedi ini terjadi.
Beno mengangkat wajah dan menatap Sendja dengan pandangan memelas.
BENO (CONT’D)
Aku dan Sundari, kami saling mencintai.
SENDJA
(memalingkan wajah geram)
Bajingan
BENO
(mengangguk)
Ya, itu benar. Aku memang bajingan. Aku kenal Sundari saat kuliah. Dia adik kelasku satu tingkat.
Beno menyeka air mata dan ingus. Ia mencoba tersenyum getir mengenang Sundari.
BENO (CONT'D)
Mungkin karena memiliki latar belakang yang hampir sama, kami berdua jadi cepat akrab. Aku yang yatim piatu, dan dia yang dikucilkan keluarganya. Kami merasa saling membutuhkan. Kami berdua saling menguatkan. Lama-lama tanpa kusadari rasa cinta itu tumbuh.
Beno diam. Sendja membuang muka, air mata Sendja mengalir.
SENDJA
(sinis)
Sungguh roman yang menarik.
BENO (CONT’D)
(menunduk)
Hubungan kami sangat dekat. Kami lulus dan bekerja di tempat yang sama. Aku tahu aku sudah mengkhianatimu, tapi aku juga tidak bisa menghapus rasa cintaku pada Sundari.
Sendja memotong kata-kata Beno sengit. Ia marah dan tersinggung.
SENDJA
Lalu mengapa Mas tidak jujur tentang Sundari padaku? Mengapa Mas menerima ketika ayah menjodohkan kita?!
BENO
(mengiba)
Bagaimana mungkin aku sanggup menolak permintaan dari orang yang sudah berjasa merawat dan membesarkanku? Saat itu aku hanya berpikir, kalau bukan karena budi baik beliau yang memungut dan mengangkatku dari kemiskinan, tentu aku tidak akan jadi seperti sekarang. Aku ingin membalas budi.
(beat)
Dan sejujurnya aku takut melukai perasaanmu, Sendja.
Sendja tertawa mengejek dan sinis.
SENDJA
Dan Mas pikir kebohongan membuat perasaanku jadi lebih baik? Benar-benar pengecut.
BENO
(menatap Sendja)
Sejujurnya aku ingin memberitahumu. Tapi melihat kamu begitu bahagia aku tidak tega. Aku tidak ingin menghancurkan kebahagiaanmu.
SENDJA
(membentak)
Omong kosong!
Sendja mendekat dan mendengus sinis di depan wajah Beno yang berlutut.
SENDJA (CONT'D)
Rupanya begitu besar rahasia yang Mas tutupi. Rencana Mas sangat rapi sampai-sampai Mas lupa memperhitungkan perasaanku, orang yang juga dilibatkan dalam permainan ini. Mas egois!
BENO
(menggeleng dan bicara lirih)
Mas tidak bermaksud menipumu.
SENDJA
(memotong)
Mas yang ingin membalas budi pada orangtuaku tapi mengapa aku yang jadi korbannya? Mas bahkan terlalu pengecut untuk jujur mengakui perasaan Mas sendiri!
(beat)
Tahukah kamu Mas? Sikap pengecutmu ini menyakiti aku dan Sundari! Andai saja Mas bicara jujur, tentu situasinya nggak rumit seperti sekarang ini.
BENO
Sendja
SENDJA
(berteriak marah)
Apa pernah Mas bertanya bagaimana perasaan Sundari? Pernah Mas mengerti sakitnya perasaanku ditipu oleh suami sendiri? Mas hanya memikirkan diri sendiri!
Beno menunduk.Tangisannya semakin sedih.
BENO
(mengangguk)
Benar Sendja. Aku memang egois dan bodoh! Aku bahkan tidak tahu sikapku membuat kalian berdua menderita.
Sendja memotong perkataan Beno cepat.
SENDJA
(sinis)
Tidak tahu atau Mas memang tidak pernah mau tahu? Bagi Mas, tidak apa-apa orang lain yang menderita asal bukan dirimu yang susah, kan?
Beno makin meratap pilu. Beno menggeleng.
BENO
(menggeleng)
Bukan begitu. Sundari, dia harus menanggung sendiri rasa sakit atas kehilangan calon bayi kami yang dikandungnya. Dan kamu, aku berdosa besar karena sebagai suami aku sudah mengkhianati pernikahan kita. Aku memang tak berguna.
SENDJA
(terkejut)
Sundari hamil? Dia mengandung anakmu?
Beno mengangguk lemah.
BENO
Ya, tapi Sundari keguguran.
Sendja terhenyak, ia menutup bibirnya dan menangis.
BENO (CONT'D)
Maafkan aku, Sendja. Aku bukan suami yang baik.
SENDJA
(marah dan menangis)
Kamu tega sekali, Mas. Bahkan Mas tetap diam meski hubungan kalian sudah membuat Sundari hamil! Kejam kamu, Mas!
Apa Mas kira aku ini perempuan lemah yang mudah hancur, sehingga Mas takut untuk jujur?
Beno tertunduk menangis menutup telinganya. Sikapnya tampak sangat tertekan.
SENDJA (CONT’D)
Mas bilang Mas tidak mau menyakitiku? Lalu mengapa terus-terusan membohongiku? Apa bedanya? Kamu munafik Mas!
Dengan sengit Sendja menghapus air mata di wajahnya. Ia memandang Beno marah.
SENDJA (CONT’D)
Mas, kalau saja Mas jujur, mungkin sesaat aku merasa sakit hati. Aku kecewa. Tapi, rasa kecewa tidak akan membuatku hancur. Aku bisa menerima kalau Mas tidak mencintaiku.
(beat)
Aku juga punya harga diri. Aku tidak ingin mengemis cinta dan perhatian dari orang yang tidak mencintaiku!
Beno semakin terisak sedih. Sendja duduk di tepi ranjang, wajahnya berubah tegas. Sendja memandang Beno.
SENDJA (CONT’D)
(tegas)
Ceraikan aku, Mas. Dan tinggalkan rumah ini. Aku tidak sudi melihatmu lagi! Aku tidak ingin menjadi istri dan hidup dengan pengecut seperti dirimu!
BENO
(terkejut)
Sendja?
SENDJA
(tegas)
Mas, untuk mempertahankan pernikahan ini, Mas harus menganggap pernikahan ini penting. Apa Mas menganggap pernikahan ini penting?
Beno tidak menjawab.
SENDJA (CONT'D)
(sedih namun mencoba tegar)
Pernikahan kita sudah hancur, buat apa berpura-pura lagi? Aku tidak ingin terus hidup dalam kepalsuan. Pergilah!
Beno terlihat sangat tertekan. Ia hanya memandang Sendja tanpa kata. Sendja berkata tegas.
SENDJA (CONT'D)
Lelaki plin-plan yang tidak punya pendirian sepertimu mestinya tidak usah menikah. Mas bahkan tidak tahu siapa yang benar-benar kamu inginkan, Mas.
(beat)
Mencintaimu orang sepertimu sama seperti menggenggam mata pisau. Semakin erat digenggam makin melukai. Jalan terbaik adalah mengakhiri pernikahan yang tidak sehat ini.
Beno memandang Sendja. Masih menangis Beno pelan-pelan bangun dan berjalan ke luar. Sendja memalingkan wajah, Sendja menangis tanpa suara.
DISSOLVE TO