Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Rencana Penyelamatan Juni
Suka
Favorit
Bagikan
9. 9
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

EXT. GERBANG SEKOLAH — DAY

Siswa-siswa SMA berjalan memasuki sekolah bersama orang tua atau dengan teman-temannya.

Satpam dengan muka galak berdiri tegap di depan gerbang. Siswa telat berjalan sambil bercanda tawa bersama teman-temannya menuju gerbang.

Satpam dan siswa telat saling bertatapan. Satpam dengan muka yang semakin galak, siswa telat dengan muka yang kesal, dia berjalan melambat dari teman-temannya. Raut mukanya berubah dari senang menjadi masam.

Setelah beberapa saat saling pandang, siswa telat akhirnya berjalan seperti biasa lagi. Kita melihat satpam kembali menghadap ke depan.

Namun tidak beberapa lama, siswa telat tiba-tiba berjalan kembali ke depan gerbang menuju pak Satpam. Dia mengulurkan tangannya ke pak Satpam, pak Satpam yang agak heran akhirnya mengulurkan tangan juga.

Mereka bersalaman dan saling tersenyum. Mereka berdamai.

INT. R. PERTEMUAN SEKOLAH — DAY

Acara perpisahan akan segera dimulai. Ruangan dipenuhi oleh siswa, guru dan orang tua murid yang mulai mengambil tempat duduk.

Orang tua-berbicara dengan orang tua lain. Siswa-siswa ada yang saling mengobrol, bermain HP, dll. Siswa yang gemuk sibuk ngemil satu kantong snack besar di tempat duduknya.

Seorang PHOTOGRAPHER menyiapkan peralatannya.

INT. DERETAN DUDUK GURU — DAY

GURU OLAHRAGA, seorang guru pria berpakaian olah raga, masih muda (25), bersemangat dan lajang mendatangi tempat Ibu Dena yang sedang membaca buku biografi Bung Hatta duduk.

GURU OLAHRAGA

Kursinya kosong buk?

Menunjuk kursi disebelah Ibu Dena.

IBU DENA

Ya kosong. Silahkan.

Ibu Dena memperhatikan guru tersebut.

IBU DENA

Guru baru, pak?

GURU OLAHRAGA

Ya... Saya guru olahraga. Semester depan baru mulai mengajar.

IBU DENA

Pengalaman pertama?

GURU OLAHRAGA

Iya benar. Makanya saya hadir di acara perpisahan ini. Saya ingin melihat-lihat sekolah sebelum mengajar.

IBU DENA

kalau begitu, selamat bergabung di Sekolah Cipta Cita pak.

GURU OLAHRAGA

Ya... Sama-sama.

Ibu Dena menutup pembicaraan dengan mulai kembali membaca bukunya. Tapi guru olahraga belum ingin mengakhiri percakapan.

GURU OLAHRAGA

Sudah berapa lama ibu mengajar?

IBU DENA

(masih memandang bukunya)
Sudah sekitar 5 tahun.

GURU OLAHRAGA

Pasti bangga rasanya melihat siswa-siswa yang sudah diajar akhirnya lulus.

IBU DENA

(dengan tidak meyakinkan)
Ya begitulah. Saya bangga.

GURU OLAHRAGA

Tapi, apakah ibu tidak merasa sedih melepas mereka? Siswa yang sudah lama diajar?

IBU DENA

(menutup bukunya)

Pak, murid datang dan pergi. Tapi guru akan selalu berada disini. Akan selalu ada siswa baru yang harus diajar. TUGAS guru adalah untuk mengajar mereka semua. Tidak ada waktu untuk bersedih.

GURU OLAHRAGA

Ya. Ibuk benar. Tidak mungkin kita merasa sedih. Harusnya bangga melihat mereka lulus.

IBU DENA

Menurut bapak sendiri, apa tugas guru?

GURU OLAHRAGA

Tugas guru? Hmm... Saya sebenarnya tidak mengerti tugas guru. Namun, ketika saya masih melatih di klub bola dulu, saya merasa bahagia ketika melihat anak didik yang saya ajari akhirnya bisa. Saya tidak tahu motivasi orang lain mejadi guru. Bagi saya, saya ingin kebahagiaan saya ketika berolahraga bisa saya bagikan ke orang lain. Karena itu saya menjadi guru.

IBU DENA

Kata-kata anda sangat indah pak. Sayang tidak seindah kenyataan. Tunggu saja ketika anda harus menghadapi murid-murid yang tidak menghargai anda. Mereka bahkan tertidur ketika anda sedang menerangkan.

GURU OLAHRAGA

(tertawa)
Memang kata-kata saya kedengarannya terlalu naif. Tapi semoga saya dapat terus merasakan kebahagian berbagi ilmu itu.

IBU DENA

Semoga pak... Namun... Mungkin karena itu guru diberi sebutan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

GURU OLAHRAGA

Maksud ibuk?

IBU DENA

Kita mengajar bukan untuk diapresiasi. Kacau generasi mendatang jika tidak ada guru yang tulus mengajari mereka karena panggilan hati.

GURU OLAHRAGA

Ya. Ibuk benar sekali.

Ibu Dena tersenyum senang. Dia terlihat seperti baru mendapat sebuah ilham atau pencerahan.

IBU DENA

Oh ya. Nama saya Dena.

Ibu Dena mengulurkan tangannya. Guru olahraga menyambutnya. Mereka bersalaman.

GURU OLAHRAGA

Hatta.

Ibu Dena tersentak. PAK HATTA menyadarinya.

PAK HATTA

(tertawa untuk menutupi malu)
Orang tua saya mengidolakan Bung Hatta.

IBU DENA

(tersenyum)
Ohh... Saya juga.

PAK HATTA

Buk Dena...

IBU DENA

Panggil saja saya Dena... (malu-malu) jika tidak ada murid. (tertawa garing)

PAK HATTA

Baiklah... Jika ibuk... Maaf... Jika Dena tidak sibuk setelah acara ini, maukah Dena memandu saya melihat-lihat sekolah?

IBU DENA

(senang, namun berusaha menyembunyikannya)
Tentu saja.

INT. DERETAN DUDUK SISWA — DAY

Budi sudah duduk rapi dibagian depan, sendirian. Siswa-siswa lain mengambil tempat duduk yang berjarak dari Budi. Tidak ada siswa yang mau duduk disampingnya.

Juni dan Tia masuk bersama-sama. Mereka menuju tempat duduk Budi dan duduk disebelah kanannya.

TIA

(ke arah Juni)
Juni, jangan lupa. Kalau tegang segera ambil napas.

Juni mengangguk. Seperti anak kecil yang sedang dinasehati.

TIA

Kertas pidatonya jangan lupa dibawa.

Juni mengecek kantong bajunya, kosong. Mengecek satu persatu saku celana bagian depan, tidak ada. Mengecek saku celana bagian belakang, kertas itu berada disana. Dengan perasaan lega memperlihatkannya ke Tia.

TIA

(melotot)
Juniii!

Bobby masuk ke ruangan bersama anak-anak basket. Juni dkk memperhatikannya. Mereka terus berjalan melewati Juni dkk dan mengambil kursi di belakang. Juni dkk melihat ke Bobby namun dia sama sekali tidak melirik mereka.

BUDI

Kok Bobby gak duduk disini bersama kita. Aku panggil dia dulu.

Budi hendak beranjak dari tempat duduknya namun Tia menahannya.

TIA

Sudah tidak usah. Dasar cowok sok keren. Sudah Jangan dihiraukan. Aku dan Juni kan ada disini.

JUNI

Bobby mungkin mau duduk bersama teman basketnya.

Budi kelihatan kecewa.

BUDI

Tapi kita kan sobatnya.

TIA

Jangan terlalu dipikirkan. Ingat, ini hari penting untuk Juni.

BUDI

Ya, Juni maaf. (tidak bersemangat) kamu pasti lancar pidatonya. (senyum yang dipaksakan mengembang, lalu Budi tertunduk) senang rasanya kalau disaat terakhir sekolah kita bisa berkumpul bersama-sama. Tidak seru kalau tidak lengkap.

Tia dan Juni tidak bisa berbuat apa-apa. Juni hanya menepuk pundak Budi.

BOBBY (O.S)

Kenapa disini suram sekali?

Bobby tiba-tiba datang dan duduk di sebelah kiri Budi.

BUDI

Bobby!!

Bobby lalu merangkul pundak Budi, hampir mencekiknya, bercanda.

BOBBY

Uda mau lulus. Sekali-kali aku mau jadi siswa teladan duduk di depan merhatiin acara dengan tenang.

TIA

(tersenyum)
Dasar cowok sok keren.

BOBBY

Ahh, Tia. Kenapa kamu selalu ngomong seperti itu. (ekspresi patah hati) kamu menghancurkan hatiku.

Juni dkk tertawa karena mendengar lelucon Bobby. Dari tatapannya, terlihat Tia mulai luluh kepada Bobby.

Ani berjalan masuk sendirian. Masih dengan muka galaknya namun rambutnya kali ini digerai rapi. Lalu dia mengambil tempat duduk disamping Tia. Juni dkk terus menatap Ani. Ani menyadari dirinya ditatap.

ANI

Kenapa lihat-lihat?

BUDI

Kamu cantik sekali hari ini Ani.

JUNI

Rambut... Rambutnya.

BOBBY

Bebek sudah menjadi angsa. Lihat Budi sampai menganga.

Ani melihat mulut Budi ternganga. Muka Ani memerah.

ANI

(ke Bobby)
Diam! Kamu mau aku tonjok?

Jari-jari Ani sudah mengepal siap untuk menonjok Bobby.

BOBBY

Ampun, ampun Nona. Bercanda. Balik lagi deh ke sifat aslinya.

ANI

Diam kamu.

Ani mulai duduk dengan tenang.

BUDI

Lihat... Kita semua sudah berkumpul. Dideretan kursi yang sama. Terima kasih teman-teman atas beberapa waktu di akhir sekolah ini. Terima kasih Juni. Karena kamu hal ini bisa terjadi.

JUNI

Yahh... Sama untukku... Aku tidak menyangka Demam Panggung telah membuat beberapa minggu terakhir ini menjadi berbeda... Berbeda yang menyenangkan.

ANI

Walaupun kalian telah membuang-buang waktu aku. Tapi ternyata hal ini tidak seburuk yang aku duga. Plus nilai matematikaku selamat.

BOBBY

Ternyata bermain dengan kalian cukup menyenangkan. Akhirnya aku bebas dari ujian... Aahhh (sambil mengangkat kedua tangannya ke atas, simbol kebebasan)

TIA

Akan ada ujian masuk Universitas Bob.

BOBBY

Tentu saja aku mengambil jurusan olah raga. Aku sudah mendapatkan beasiswanya.

ANI

Wow... Hebat. Tapi kamu yakin kamu akan mendapatkan pekerjaan yang bagus dengan jurusan itu?

BOBBY

Aku tidak tahu. Aku suka dengan basket. Aku rela latihan terus-terusan untuk itu.

TIA

Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam.

BUDI

Kata-kata yang bagus.

TIA

Bukan kata-kataku... Kata-kata dari R.A Kartini.

ANI

Ya... Tapi kamu harus tahan banting. Karena itu tidak akan mudah.

TIA

(meniru gaya Ani)
Tidak ada pekerjaan yang mudah. Ini adalah realita.

ANI

(tertawa)
Kamu benar sekali.

JUNI

Oh tidak... Acara sudah mau dimulai. Tanganku kedinginan.

BUDI

Kamu tentu saja pasti bisa Jun.

BOBBY

Buktikan kamu bisa! Buktikan ke Delia kalau kamu keren.

JUNI

Ya... Aku pasti bisa. Berkat kalian semua...

TIA

Oww.. Juni... Makasih...

JUNI

Aku yang harusnya berterima kasih.

Suasana menjadi sangat mengharukan.

ANI

Oke... Cukup basa-basinya. Pembawa acara sudah di atas.

Suasana kembali normal. Mereka pun memperhatikan panggung.

INT. PODIUM — CONTINUES

Kita melihat beberapa MONTAGE.

A. Pembawa acara. Seorang guru wanita berumur 40-an. Walaupun sudah kepala empat tapi masih riang dan energetik.

PEMBAWA ACARA

Selamat pagi saya ucapkan kepada yang terhormat kepala sekolah, guru-guru dan orang tua serta yang kami cintai siswa-siswi sekolah Cipta Cita... (tepuk tangan) pertama-tama saya ucapkan selamat datang di acara perpisahan lulusan sekolah cipta cita ke-77.

Muka riang pembawa acara dibaluti dengan suara tepuk tangan penonton.

B. Paduan suara siswa-siswi menyanyikan lagu perpisahan yang mengharukan. Lagu ini terus mengiringi montoge selanjutnya.

C. Seorang PERWAKILAN GURU, laki-laki, memberikan pidato perpisahan.

PERWAKILAN GURU

Selamat jalan kepada siswa-siswa kami tercinta. Bapak dan semua guru disini berharap agar kalian dapat sukses selalu. Pepatah lama menyebutkan, tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Janganlah kalian merasa lelah untuk terus belajar. Tuntut ilmu setinggi-tingginya.

D. Seorang PERWAKILAN ORANG TUA memberikan pidato perpisahan.

PERWAKILAN ORANG TUA

Terima kasih kami ucapkan kepada ibu bapak guru yang telah mendidik putra putri kami. Tanpa guru-guru sekalian mereka tentu tidak dapat menjadi seperti sekarang ini. Anak-anak, jadilah manusia berguna yang dapat mengharumkan nama bangsa. Kalian adalah harapan bangsa untuk menjadi penerus yang dapat membangun negara Indonesia yang kita cintai ini.

E. Seorang SISWA JUNIOR memberikan pidato perpisahan.

SISWA JUNIOR

Untuk kakak-kakak senior, kami ucapkan selamat atas kelulusannya. Selamat melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Semoga cita-cita yang kakak-kakak impikan dapat tercapai. Selamat jalan kakak-kakak senior.

Sedikit lebay. Siswa ini sampai mengusap matanya karena terharu.

Lagu selesai. Montage selesai.

INT. PODIUM — CONTINUES

Di pinggir podium terlihat Pak Dang sedang merapihkan alas sebuah meja yang di atasnya terletak berbagai piala dan piagam untuk siswa berprestasi. Piala yang paling besar adalah PIALA CIPTA CITA.

Kepala sekolah hampir selesai dengan pidatonya.

PAK ISWARA

Selamat kepada lulusan Sekolah Cipta Cita. Seperti tahun lalu, terbukti bahwa sekolah ini tidak pernah gagal. Persiapan matang pasti akan membuahkan hasil. Siswa kita lulus 100 persen... (semua orang tepuk tangan) siswa-siswa juga sudah banyak yang diterima di universitas-universitas terkemuka. Juni Mandala juga menjadi siswa peraih nilai tertinggi ujian nasional se-Indonesia... (tepuk tangan lagi) sekali lagi, selamat untuk siswa-siswa, bapak dan ibu guru serta orang tua... (tepuk tangan terakhir).

Photografer acara mengambil foto Pak Iswara yang selesai berpidato. Kemudian Pak Iswara dengan kebanggaan turun dari podium kembali ke tempat duduknya. Pembawa acara mengambil alih podium.

PEMBAWA ACARA

Terima kasih kepada kepala sekolah kita yang terhormat, Pak Iswara Buana. Selanjutnya adalah penyerahan penghargaan oleh kepala sekolah kepada lulusan terbaik tahun ini, Juni Mandala... (tepuk tangan).

INT. DERETAN KURSI JUNI DKK — CONTINUES

TIA

(ke arah Juni)
Ingat, ambil napas.

Mengambil napas, Juni berdiri dari kursinya menuju ke atas podium. Juni berjalan menuju podium dengan perasaan senang dan tegang yang campur aduk.

Tepuk tangan penonton menghantarkan Juni ke atas podium. Tepuk tangan Budi yang paling keras dibandingkan yang lain.

INT. PODIUM — CONTINUES

Juni berdiri di atas menunggu Pak Iswara naik ke atas. Juni fokus, yang dia lihat hanyalah piala tersebut. Juni merasa seperti akan mendapatkan sesuatu yang dapat merubah hidupnya.

Pak Iswara mengangkat piala itu dan memberikannya ke Juni. Juni akhirnya dengan penuh kepuasan dapat memegang piala tersebut. Lalu pak Iswara mengulurkan tangannya. Juni dan pak Iswara bersalaman.

PAK ISWARA

(tersenyum palsu)
Selamat Juni... (berbisik ke Juni) baca pidatonya dengan baik, jangan mempermalukan sekolah lagi.


Mendengar kata-kata Pak Iswara membuat Juni takut. Dia melihat ke arah penonton.

Photografer mengambil foto mereka berdua.

PHOTOGRAFER

Ya, tolong melihat ke kamera.

Juni kaget. Dia spontan menoleh ke arah kamera. Lalu terdengar bunyi klik dan cahaya blitz dari kamera. Hal ini membuat Juni tersadar bahwa dia sekarang berada di atas podium menghadapi ratusan orang yang berada di kursi penonton.

Juni terpaku. Dia melihat terus ke arah penonton yang serius melihatnya. Pembawa acara kemudian mengarahkan Juni ke tengah panggung ke tempat mic berada.

Pak Iswara kembali duduk di kursinya.

Juni berdiri tegang, keringat dingin mengucur didahinya. Dia berusaha mengambil nafas yang dalam seperti yang sudah dilatihnya. Melihat kepala sekolah yang balik menatapnya dengan tatapan mengancam. Dia berkeringat dingin.

INT. DERETAN KURSI — CONTINUES

Semua orang bingung melihat tingkah Juni dan mulai bergumam satu sama lain. Tia memegang tangan Ani cemas. Ani kaget melihat reaksi Tia, namun kemudian ikut memegang tangan Tia. Mereka berdua saling bertatap harap-cemas.

INT. PODIUM — CONTINUES

Pembawa acara kemudian berusaha menyadarkan Juni.

PEMBAWA ACARA

(berbisik ke arah Juni dari samping podium)
Juni? Juni?? (Juni akhirnya menoleh) pidatonya, baca pidatonya.

Dengan gugup Juni mengambil kertas pidato disaku celananya. Memegang mic dengan gugup. Mic berdengung. Juni kaget namun berusaha mengontrol dirinya.

JUNI

(gugup, melihat yang ada dikertas)
Assalamualaikum warahmatullah waarakatuh... (terbata-bata) selamat... Selamat pa... Gi. Puji syukur... Kita... Panjatkan... Tas kehadirat... Allah... Swt.

Juni melihat lagi ke arah penonton yang semakin ribut. Juni berkeringat dingin.

Kepala sekolah menatap Juni remeh. Dari tatapannya kita bisa merasakan bahwa dia sebenarnya sudah mengira bahwa Juni akan gagal. Sedikit senyum tersungging dipipinya.

PAK ISWARA

(ke asisten yang duduk disampingnya)
Panggil Delia ke Depan. Dia akan menggantikan Juni.

Asisten mengangguk dan segera pergi.

INT. PODIUM — CONTINUES

JUNI 

Sa... Say... Saya Juni... Man... Dala.

INT. DERETAN KURSI — CONTINUES

Di deretan kursi Tia dkk terlihat cemas. Terlihat pada b.g Delia dituntun untuk ke depan.

TIA

Ya ampun... Jangan perhatikan penonton.

BOBBY

Sepertinya dia akan menyerah. Sia-sia semua usaha kita.

ANI

Tidak mungkin Juni menyerah. Jangan ngomong yang macam-macam.

INT. PODIUM — CONTINUES

Juni yang tegang lalu memegang mic. Hal itu malah membuat mic berdengung lagi yang semakin membuat Juni panik. Dia tidak sengaja menyenggol kaca matanya sendiri sehingga kaca mata itu jatuh ke lantai. Juni panik dan tidak sengaja menginjak kaca mata itu.

Juni mengambil kaca matanya yang retak dan menggunakannya. Dia menunduk memicingkan matanya kuat-kuat.

INT. DERETAN KURSI — CONTINUES

ANI

Ohh.. Ya Ampun.

Ani menutup matanya dengan kedua tangannya.

ANI

Panggil aku ketika acara ini sudah selesai.

Budi memperhatikan Juni dengan seksama. Penonton semakin ribut. Budi akhirnya berdiri dari kursinya.

BUDI

(berteriak)
Juniii...

Tidak ada yang mendengarkan Budi. Tia pun ikut berdiri. Bobby pun ikut berdiri. Mereka berteriak memanggil Juni. Namun suara mereka kalah dengan suara ribut di dalam ruangan.

ANI

(berteriak ala lady rocker)

Juni....

Semua orang terdiam, melihat ke arah Ani. Delia terhenti dari langkahnya, melihat ke arah asal suara. Termasuk Juni juga melihatnya.

Ani mempersilahkan Budi untuk memulai.

BUDI MENGUMANDANGKAN YEL-YEL YANG TELAH DIBUATNYA.

Dimulai dari sebuah gerakan yang lucu. Bobby kemudian mengikuti gerakan tersebut. Tia kemudian menyusul. Terakhir Ani yang sedikit tidak ikhlas akhirnya mengikuti gerakan tersebut.

Kemudian ditutup dengan jargon Budi.

Budi melakukan pose pertama jargonnya. Kedua kaki dibuka lebar dari bahu. Satu tangan memegang pinggang. Satu tangan lagi membentuk pose menunjuk. Lalu dia mengatakan seruan jargonnya.

BUDI

Kamu!

Lalu Budi melirik ke arah Bobby, memberi gerak isyarat agar melanjutkan. Bobby terlihat sangat malu hanya karena berada disamping Budi. Namun akhirnya Bobby berdiri juga. Dia melakukan pose yang kedua. 

Bobby melakukan pose gaya seperti gerak jalan ditempat sambil menyebut kata selanjutnya.

BOBBY

(kikuk)
Pastiii!

Tia sudah berdiri sebelum Bobby berhenti. Dengan mantap dia melanjutkan pose jargon tersebut. Tia mengarahkan kedua tangan ke depan lalu dua jempol diacungkan ke atas membentuk pose 'oke'.

TIA

(dengan mantap)
Bisa!

Kemudia Ani dengan malu-malu berdiri dari tempat duduknya. Menjadi pusat perhatian selanjutnya. Dia sangat malu namun akhirnya menampilkan pose terakhir.

Ani mengepalkan satu tangan ke atas, satu tangan lagi memegang pinggang. Lalu satu kaki diangakat menekuk sambil tersenyum kikuk. Senyum pertama Ani. Dia mengatakan kata terakhir.

ANI

(gaya lady rocker)
Yeay!

Semua orang terheran melihat aksi mereka. Yang sedang sibuk mengobrol langsung terdiam. Yang sedang sibuk main HP hampir menjatuhkan HP-nya. Yang sedang sibuk ngemil hampir memakan tangannya sendiri. Termasuk Juni, tercengang.

Sangat kikuk. Mereka berempat kemudian kembali duduk. Budi kelihatan puas. Bobby, Tia dan Ani sangat malu.

Semua orang terdiam.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar