Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Rencana Penyelamatan Juni
Suka
Favorit
Bagikan
2. 2
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. KELAS — DAY (JAM ISTIRAHAT)

Selama beberapa saat CU Papan yang sudah ditulis dengan daftar kelompok.

Bobby bersama teman basketnya yang lain memperhatikan nama anggota kelompoknya.

Dengan cepat dia membaca nama pertama, yaitu Budi, lalu dibawahnya tertulis nama Bobby, lalu Juni, Ani dan nama terakhir membuatnya kaget, yaitu Tia.

BOBBY

(ke temannya)
Yeay. Aku sekelompok dengan Tia.


ANAK BASKET 1

Cewek yang satu itu susah untuk ditaklukkan.


BOBBY

Kalau satu kelompok pasti akan lebih mudah didekati.


ANAK BASKET 2

(tertawa)
Jangan senang dulu.. Lihat anggota kelompok kamu yang lain.


Bobby mengulang membaca nama anggota kelompoknya. Dia melihat nama Budi kemudian melihat ke arah Budi.

Budi sedang duduk sendirian di mejanya, dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya yang ternyata bekal makanan komplit tiga tingkat.

Lalu Bobby melihat nama Juni. Dia kemudian melihat Juni berjalan dengan gaya aneh dan kikuk menuju keluar kelas sambil mengelap kaca mata tebalnya.

Lalu dia membaca nama Ani. Kemudian melihat ke meja Ani. Dia melihatnya disana sedang menulis santai. Bobby sedikit lega. Namun tiba-tiba Ani berdiri dari kursinya, terlihat tas Ani yang lusuh dipenuhi dengan coretan dan stiker gambar tengkorak, malaikat kematian dan hal sejenis lainnya.

BOBBY

Ya ampun... Sial aku...

EXT. LORONG — DAY

JUNI sedang berjalan dengan gayanya yang kikuk.

Banyak siswa yang berlalu lalang di lorong. Juni menundukkan kepalanya, menghindari bertatapan mata dengan mereka.

Tiba-tiba dari arah berlawanan terlihat DELIA, JUNI LOVE INTERESTS, seorang siswi cantik, pintar dan ramah. Delia sedang berjalan bersama seorang teman ceweknya sambil membawa tumpukan buku di kedua tangan mereka. Mereka sedang asyik mengobrol.

EXT. PERSIMPANGAN LORONG — CONTINUES

Terdengar detak jantung JUNI bergerak cepat. JUNI panik tapi tetap terus berjalan.

Mereka akan berpapasan dipersimpangan lorong.

Jarak antara Juni dan Delia semakin dekat. Mereka hampir berpapasan tapi JUNI yang tegang langsung berbelok ke salah satu lorong dan bersembunyi disana. DELIA tidak menyadarinya dan berbelok ke arah lorong yang berbeda.

DELIA

(ke temannya)
Kalau aku lebih suka cowok yang pakai kacamata. Kelihatan pintar.

Mereka berdua tertawa kecil.

JUNI berdiri ditempat persembunyiannya sambil tersenyum merapikan kaca matanya, kepercayaan dirinya bangkit.

EXT. LORONG DEPAN RUANG GURU — DAY

JUNI melanjutkan perjalanannya dengan hati senang.

Dia terus berjalan. Lalu muncul sekawanan siswa geng basket BOBBY yang nakal-nakal. Mereka sedang berjalan membawa bola sambil tertawa-tawa.

Mereka mengganggu siswa lain yang lewat. Sekawanan siswa culun dihalang-halangi untuk lewat. Membuat siswa-siswa yang lain berjalan takut-takut dan menjauhi mereka. Juni pun takut melihat mereka.

Juni berhasil bersembunyi dari mereka dengan berjalan bersembunyi dibalik siswa lain.

Dia berhasil melewati mereka. Juni lega.

Tiba-tiba Delia dan temannya keluar dari ruang guru. Mereka sudah tidak membawa tumpukan buku lagi.

Juni tegang lagi dan segera membelokkan arah jalannya ke lapangan yang berada ditengah-tengah gedung sekolah. Bersembunyi di balik tiang. Dia menghela napas lega.

Terlihat pada b.g Bobby dan gengnya masuk ke lapangan basket dan langsung bermain.

DELIA

(ke temannya)
Cowok juga harus pemberani. Cowok pemberani kelihatan sangat keren.

Delia tidak menyadari keberadaan Juni. Dia terus berjalan.

Juni kelihatan kecewa karena mendengar perkataan Delia. Dia melihat ke belakang ke geng basket yang ditakutinya. Lalu melihat lagi ke depan dengan muka kecewa.

Tiba-tiba bola basket yang dimainkan Bobby meluncur ke arah Juni dan jatuh tepat dikepalanya. Membuat Juni terjatuh ke lantai.

BOBBY

(dari jauh/b.g)
Maaf sobat!


EXT. LORONG DEPAN RUANG KEPSEK — DAY

Juni berjalan lesu sambil memegangi kepalanya. Lalu dia mengetuk pintu Ruang Kepala Sekolah. Membukanya dan masuk ke dalam.

INT. R. KEPSEK — CONTINUES

PAK ISWARA

Ya nak Juni. Silahkan masuk.

Ruangan Kantor Pak Iswara cukup luas dan megah. Selain meja kerja. Terdapat sofa untuk duduk-duduk santai. Dinding ruangan penuh dengan piagam-piagam dan foto-foto Pak Iswara bersama orang-orang penting.

Juni terdiam kaget karena ternyata ada Delia yang sedang duduk di kursi tamu.

PAK ISWARA

Juni, silahkan duduk.

JUNI

Baik pak.

Juni lalu duduk di sofa.

PAK ISWARA

Bukan disitu. Disini duduk disamping Delia.

Juni lalu berdiri, menuju kursi di samping Delia. Dia menggeser kursi itu menjauh sampai jauh kepinggir meja. Membuat dirinya terlalu jauh dari Delia dan Pak Iswara.

PAK ISWARA

Terlalu jauh Juni. Duduk didepan saya.

Juni akhirnya menggeser kursinya sesuai permintaan Pak Iswara. DIa terduduk kaku.

PAK ISWARA

Baiklah, karena kalian berdua sudah hadir. Bapak langsung saja ke tujuan. Seperti yang kalian tahu. Setiap tahun, lulusan terbaik akan mendapatkan piala Cipta Cita. Untuk tahun ini, melihat dari catatan prestasi siswa maka Juni, kamu adalah lulusan terbaik tahun ini.

DELIA

Selamat Jun.


Juni tersipu malu.

DELIA

(setengah bercanda)
lalu kenapa saya ikut dipanggil kesini pak?

PAK ISWARA

Ya, pertanyaan yang bagus. Delia, kamu adalah lulusan terbaik kedua. Jadi kamu adalah wakil dari Juni. Jika nanti Juni tidak bisa maju ke depan... Ehm... Maksudnya jika Juni berhalangan.

DELIA

Baik pak.

PAK ISWARA

Atau Juni, jika kamu merasa kamu tidak bisa maju ke depan pentas. Kamu bisa bilang sekarang... Jadi Delia yang otomatis akan menjadi perwakilan lulusan... Bagaimana? Mengingat 'Kejadian' yang telah lalu.

Muka Juni memerah mendengar perkataan Pak Iswara.

JUNI

Hmm... Saya rasa saya memang lebih baik tidak usah maju pak. Delia saja yang akan menerima pialanya.

PAK ISWARA

Kamu yakin?

JUNI

Ya pak.

PAK ISWARA

Baiklah. Tidak apa-apa ya Jun. Jadi Delia saja yang akan menerima pialanya. Bagaimana Delia?

DELIA

Baiklah pak. Jika memang Juni tidak bisa.

PAK ISWARA

Kepercayaan diri adalah kunci untuk dapat berada di panggung. Tidak semua orang memang bisa tampil di depan banyak orang. Jangan tersinggung ya nak Juni. Kesempatan ini seharusnya menjadi milik kamu.

JUNI

(malu)
Ya pak. Tidak apa-apa.

PAK ISWARA

(melihat jam tangannya)
Oke. Waktu istirahat sudah hampir selesai. Silahkan kembali ke kelas masing-masing.

Juni dan Delia hendak beranjak dari kursi mereka. Namun Pak Iswara ternyata melanjutkan kata-katanya.

PAK ISWARA

Dibutuhkan keberanian untuk dapat maju ke muka umum.

Juni dan Delia kaget dan langsung kembali duduk. Juni hampir terjatuh dari kursi...

PAK ISWARA

Tidak semua orang memilikinya. Bagaimana Delia, apakah kamu punya keberanian itu?

DELIA

Siap pak.

PAK ISWARA

Juni. Bapak harap kamu ke depannya dapat menjadi pria yang pemberani. Jangan sampai kamu kalah dengan Delia.

Juni sangat malu mendengar perkataan Pak Iswara namun dia hanya bisa terdiam.

Juni dan Delia berdiri dari kursi mereka. Mereka berjalan menuju ke pintu. Juni berjalan ragu-ragu sambil memikirkan sesuatu. Kata-kata Delia terngiang dikepalanya.

DELIA (V.O)

Cowok juga harus pemberani. Cowok pemberani kelihatan sangat keren.

Kata-kata Pak Iswara.

PAK ISWARA (V.O)

Jangan sampai kamu kalah dengan Delia.


Tiba-tiba dia berbalik menghadap Pak Iswara lagi.

JUNI

Pak. Saya yang akan menerima pialanya.

PAK ISWARA

Apa?

JUNI

Ya pak. Biarkan saya yang menerimanya.

PAK ISWARA

Kamu yakin? Bagaimana dengan 'Kejadian' tersebut?

JUNI

Saya akan berusaha agar 'Kejadian' itu tidak terulang lagi.

PAK ISWARA

Memangnya kamu bisa? Nanti kamu malah akan membuat malu dirimu saja.

JUNI

Saya akan berusaha sekuat tenaga saya pak. Saya bisa mempelajari semua hal dengan cepat. Saya siswa berprestasi nomor satu.

PAK ISWARA

(berpikir sejenak)
Baiklah. Kamu yang akan menerima piala Cipta Cita. Delia akan menjadi perwakilan kamu... Tapi jika terjadi masalah maka kamu akan langsung digantikan oleh Delia.

JUNI

Baik pak. Setuju... Terima Kasih Pak!

Juni dan Delia pun pamit keluar ruangan. Juni berusaha kelihatan keren di depan Delia.

PAK ISWARA

Oh ya. Jangan lupa siapkan juga pidatonya.

JUNI

(kaget)
Apa?


EXT. PINGGIR JALAN — DAY

Suasana keramaian siswa saat pulang sekolah. Terlihat banyak penjual minuman atau makanan dengan gerobak.

Juni sedang menunggu jemputan sendirian di pinggir jalan. Dia sedang membuka tabletnya dengan tampang stres.

Terlihat beberapa siswa juga sedang menunggu jemputan. Namun mereka membentuk kelompok-kelompok. Walaupun demikian mereka semua tertunduk menatap HP masing-masing.

Budi, berdiri di samping Juni. Dia sedang menyiram bunga-bunga liar di pinggir jalan dengan sebotol air. Juni berusaha tidak mempedulikannya.

JUNI

(ke dirinya sendiri) (gugup)Se... (serius)Selamat pagi... (lebih santai) Selamat pagi... (santai) Selamat pagi...(lebay) Selamat pagi.

Anak-anak basket INTO SCENE. Mereka berempat termasuk Bobby. Mereka tertawa melihat Budi.

BUDI

(ke anak basket)
Hey... Bisa tolong aku. Tas ini berat sekali. Tolong pegangkan sebentar.

ANAK BASKET 1

(senyum licik)
Tentu saja

Budi menyerahkan tasnya ke anak basket 1. Anak itu pura-pura mengambil lalu menjatuhkannya. Mereka semua tertawa.

Juni bergeser menjauh dari Budi dan Anak-anak Basket. Dia tidak peduli.

Sebuah mobil akhirnya datang. Juni masuk ke dalam. Mobil berjalan pergi.

INT. RUANG TERAPI — DAY

Ruangan standar seperti ruangan terapi psikolog di film-film. Ada sofa panjang tempat Juni berbaring, masih menggunakan pakaian sekolah. Sang terapis duduk di kursi sofa yang berhadapan dengan Juni.

PAK AYAT, sang terapis, berusia sekitar 45 tahun. Memiliki muka ramah dan bersemangat. Memakai pakaian formal kemeja dan celana bahan.

PAK AYAT

Bagaimana perasaanmu Juni? Ada masalah?

JUNI

Baik-baik saja pak. Tidak ada apa-apa.

PAK AYAT

Yakin? Ceritakan saja. Kamu harus terbuka jika ingin terapi ini berhasil.

JUNI

Tidak ada masalah apa-apa. Hanya ada tugas sekolah... (memelan) dan pidato.

PAK AYAT

Apa? Pidato?

JUNI

Ya. Saya harus berpidato di hari perpisahan. Karena piala Cipta Cita.

PAK AYAT

Menarik. Jadi kamu akan berpidato? Ke depan panggung?

JUNI

Ya pak. Saya akan berpidato.

PAK AYAT

Bagaimana dengan 'Kejadian' itu?

JUNI

Saya tidak tahu. Saya harus bisa.

PAK AYAT

Baiklah. Jika kamu memang ingin melakukannya... Sekarang coba kamu berdiri.

Juni mengikuti aba-aba.

PAK AYAT

Pegang kedua telingamu

Juni mematuhinya dengan heran.

PAK AYAT

Sekarang kamu lompat-lompat.

Juni melompat-lompat.

PAK AYAT

Oke stop. Waktunya telah habis, sesi hari ini berakhir.

JUNI

Buat apa saya melakukan ini pak? Apa hubungannya yang saya lakukan tadi dengan pidato?

PAK AYAT

Tidak ada hubungan apa-apa. Bapak hanya ingin tahu kamu percaya dengan bapak atau tidak.

JUNI

Hah?? Apa?

PAK AYAT

Kamu harus mempercayai bapak jika ingin terapi ini berhasil. Baiklah Juni, sampai ketemu di sesi berikutnya.

Juni keluar dengan terheran-heran.

INT. RUANG TUNGGU PASIEN — (CON'T)

Ruang ini terdiri dari beberapa deret kursi dan satu meja administrasi di depan.

Juni berjalan masuk. Dia melihat Tia di meja administrasi namun langsung pura-pura tidak melihatnya tepat ketika Tia melihat ke arahnya.

Juni lalu duduk disalah satu kursi. Dia segera mebuka tab-nya.Kelihatan sibuk dengan gadget tersebut.

Tia yang sedang berada di meja administrasi, juga masih menggunakan pakaian seragam, tidak mengerjakan apa-apa. Dia kelihatan bosan. Ruangan sepi. Hanya ada mereka berdua dan satu orang pasien nenek-nenek yang sedang membaca majalah.

TIA

(ke Juni)
Psstt.. Psstt..

Juni pura-pura tidak mendengar.

TIA

(berbisik)
Juni... Juni...

Juni masih pura-pura tidak mendengar.

TIA

(lebih keras)
Juni... Juni...

Juni tidak bisa mengelak lagi. Dia melihat ke arah suara.

TIA

Kesini... Kesini...

Dengan enggan Juni pergi mendekat ke meja administrasi.

TIA

Hey... Kamu terapi disini?

Juni mengagguk.

TIA

Sejan kapan?

Juni hendak menjawab namun langsung dipotong oleh Tia.

TIA

Ohh, sejak 'Kejadian' itu?

JUNI

Ya. Ibu memaksa aku untuk ikut sesi terapi.

TIA

Tenang. Kamu ditangan yang tepat. Papa aku pasti bisa membantu kamu.

JUNI

Papa? Pak Ayat papa kamu?

TIA

Yupp... Beliau papa aku.

JUNI

Jadi kamu sering kemari?

TIA

Ya... Mbak yang biasa ngurusin administrasi sedang cuti hamil. Jadi habis pulang sekolah aku langsung kesini sampai papa nemuin resepsionis sementara.

JUNI

Ohh, kamu gak ada les atau kegiatan lain? Memangnya kamu gak bosan disini?

TIA

Gak ada. Aku lebih suka belajar sendiri. Lagi pula disini aku bisa melihat duia kerja secara langsung.

JUNI

Kamu ingin menjadi terapis juga?

TIA

Tentu saja. Aku akan mengambil jurusan psikologi. Bagaimana dengan kamu jagoan matematika? Mau ambil jurusan apa? Matematika? Atau seperti kebanyakan anak pintar lainnya? Kedokteran?

JUNI

Belum tahu. Aku masih bingung.

TIA

Dengan otak kamu, kamu bisa kemana aja kan. Tapi sepertinya hal itu justru malah menjadi masalah juga buat kamu.

JUNI

Hah? maksudnya?

TIA

Kamu jadi gak tahu apa yang kamu sukai. Apa yang sebenarnya kamu minati. makanya kamu jadi bingung mau ambil jurusan apa.

JUNI

Hoo... Apa yang kamu lakukan? Kamu lagi mencoba menterapi aku ya? Maaf aku bukan objek percobaan. Aku sudah membayar terapis benaran.

TIA

(tertawa)
Oke. Maaf.

Tab Juni berbunyi.

JUNI

Ibu sudah di parkiran. Aku pulang duluan ya.

Tia mengangguk. Juni mulai berjalan keluar ruangan.

TIA

Juni...

JUNI

(berbalik memandang Tia)
Ya?

TIA

Tapi kalau kamu berminat... Aku juga bisa membantu menterapi kamu. Aku suka eksperimen.

JUNI

Tidak usah. Terima kasih. Aku bukan kelinci percobaan. Byee...

TIA

(tertawa)
Baiklah. Tapi kalau butuh kabari saja!

Juni hanya mengangguk sekilas dan keluar meninggalkan ruangan.






Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar