Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
51. EXT. RUMAH KELUARGA PAMAN – SIANG
PEMAIN ; BAGAS, ISTRI PAMAN, ANAK PAMAN
Langit mendung. Suasana terasa berat. Bagas berjalan sendirian menuju rumah keluarga pamannya, membawa map berisi surat tanah. Langkahnya gontai, namun penuh tekad.
Rumah tua itu terlihat sederhana, dengan cat terkelupas dan halaman berdebu. Di depan rumah, istri paman duduk di kursi bambu, wajahnya keras dan penuh luka batin. Anak-anak pamannya berdiri di belakangnya, memandang Bagas dengan dingin.
CLOSE UP – wajah istri paman. Air matanya menetes, walau wajahnya masih tegang.
SUNYI. Angin mendesir lewat halaman, membuat dedaunan kering beterbangan. Kamera menyorot wajah-wajah keluarga yang masih penuh luka.
Istri Paman akhirnya maju, mengambil map itu dengan tangan gemetar. Ia memandang Bagas, matanya berkaca-kaca.
Bagas mengangguk, menitikkan air mata. Ia langsung sujud di tanah halaman, di depan keluarga pamannya.
KAMERA CRANE UP – memperlihatkan suasana dramatis: Bagas bersujud di tanah, keluarga paman berdiri dengan perasaan campur aduk, dan langit mendung menggantung berat di atas mereka.
CUT TO:
Tiba-tiba suara gemuruh petir menggema dari langit, seolah alam merespons.
52. EXT. DESA – MALAM
Langit hitam, sunyi. Kabut tipis menutupi jalan setapak menuju rumah Bagas. Angin berhembus kencang, membawa suara samar tangisan dan bisikan yang entah dari mana.
CUT TO
53. INT. KAMAR BAGAS – MALAM
PEMAIN ; BAGAS
Bagas duduk di sajadah, lampu minyak menyala redup. Ia baru selesai sholat dan menengadahkan tangan berdoa. Wajahnya tampak lebih tenang setelah menyerahkan tanah warisan siang tadi.
TIBA-TIBA—LAMPU MINYAK BERGETAR, API MERAH BERKEDIP. Suara langkah kaki berat terdengar dari luar kamar. Suara itu semakin mendekat, lalu berhenti tepat di depan pintu.
PINTU BERDERIT TERBUKA SENDIRI.
Kabut hitam merembes masuk. Dari balik kabut, terlihat dua sosok arwah: bapaknya Bagas dan pamannya.
· Arwah Bapak: wajah pucat, mata cekung, tubuh compang-camping.
· Arwah Paman: mata merah, wajah hitam pekat, tapi kini ekspresinya tidak seganas sebelumnya.
Bagas terpaku. Tangannya gemetar.
TIBA-TIBA—ANGIN KENCANG MEROBEK KAMAR. Foto-foto beterbangan, sajadah terangkat. Bagas terhempas ke dinding.
Arwah Bapak dan Paman saling menatap— wajah mereka berubah mencekam, lalu tubuh mereka bergetar keras. Seperti ada sesuatu yang menarik mereka ke dalam kegelapan di bawah lantai.
KAMERA CLOSE UP wajah Bagas menangis, tangannya terulur, tapi tak bisa menyentuh.
TIBA-TIBA—LANTAI TERBELAH. Dari celah lantai, muncul cahaya merah menyala disertai jeritan arwah. Kedua sosok itu tersedot ke dalamnya, lenyap dalam sekejap.
SUNYI. Angin berhenti. Lampu minyak kembali menyala normal.
Bagas terisak, tersungkur di lantai, bersujud lama sekali.
CUT TO
54. EXT. HALAMAN RUMAH – MALAM
PEMAIN : BAGAS
Kamera menyorot dari luar rumah: jendela kamar Bagas tampak redup. Tapi dari balik kaca, samar terlihat bayangan hitam besar masih berdiri memandang Bagas… seolah belum semuanya berakhir.
CUT TO BLACK.
TEXT ON SCREEN:
"Hidup di dunia hanyalah sementara. Setiap dosa akan diminta pertanggungjawabannya."
55. EXT. PEMAKAMAN DESA – SORE
PEMAIN ; BAGAS
Langit mendung, warna oranye keabu-abuan. Kamera perlahan menyapu deretan nisan. Angin bertiup pelan, dedaunan berguguran.
Di tengah area pemakaman, Bagas duduk sendirian di samping makam bapaknya. Wajahnya pucat, tapi matanya penuh tekad. Ia menaburkan bunga, lalu menutup mata, berdoa dengan khusyuk.
KAMERA PELAN – CLOSE UP wajah Bagas.
Air matanya jatuh, lalu ia mengusapnya dengan tangan, mencoba tegar.
TIBA-TIBA—SUARA GEMURUH HALUS.
Angin bertiup lebih kencang. Salah satu nisan di belakang Bagas retak sedikit, tanahnya bergerak, lalu berhenti.
Bagas menoleh, matanya membesar. Nafasnya tercekat. Namun ia segera menunduk kembali, melanjutkan doa dengan suara bergetar
BAGAS (lebih keras, penuh ketakutan dan harap):
Ya Allah, lindungi aku dan keluargaku… jangan biarkan aku ikut dalam azab yang pedih…
KAMERA CRANE UP — memperlihatkan Bagas kecil di tengah pemakaman luas yang diselimuti kabut.
Di kejauhan, samar-samar terlihat bayangan hitam tinggi berdiri di balik pohon beringin, menatap Bagas tanpa bergerak.
CUT TO BLACK.
TEXT ON SCREEN:
"Setiap tanah akan memanggil pemiliknya. Setiap dosa akan menagih bayarnya."
FADE OUT
56. INT. KAMAR BAGAS – MALAM
PEMAIN ; BAGAS, ARWAH PAMAN
Hujan deras turun di luar. Petir menyambar, cahayanya menerobos masuk lewat celah jendela. Bagas terbangun dari tidur, wajahnya pucat, napas terengah. Ia merasa ada sesuatu di dalam kamar.
SUARA BERGAUNG, BERBISIK:
Kau sudah bersumpah... tapi kau belum lunas...
Bagas memandang sekeliling. Dinding kamar tampak basah, seperti mengeluarkan cairan hitam. Foto keluarga di dinding tiba-tiba retak, wajah pamannya di foto berubah menjadi senyuman mengerikan.
CLOSE UP – Bagas.
Keringatnya menetes deras. Ia memegang sajadah, tubuh gemetar.
TIBA-TIBA—SOSOK ARWAH PAMAN MUNCUL DI BELAKANGNYA.
Kepala miring, mata merah menyala, wajah penuh nanah. Suaranya berat, terputus-putus.
KEMBALI KE SAAT INI.
Bagas terisak, menutup telinga.
ARWAH PAMAN mendekat, wajahnya hanya sejengkal dari Bagas. Nafasnya busuk, suaranya menggeram:
Keterlambatanmu... sudah jadi pintu bagiku... untuk terus menagih jiwa...
TIBA-TIBA—LAMPU MINYAK PADAM. Gelap total. Hanya terdengar jeritan Bagas menggema.
KAMERA CRANE OUT – EXT. RUMAH MALAM ITU.
Hujan terus mengguyur. Dari luar jendela kamar Bagas, terlihat bayangan dua sosok: Bagas yang meronta, dan sosok tinggi gelap yang menjeratnya.
CUT TO BLACK.
TEXT ON SCREEN:
"Sumpah manusia bisa menjadi belenggu bagi arwah... dan bagi dirinya sendiri."
57. INT. RUMAH BAGAS – PAGI
PEMAIN ; BAGAS, IBU BAGAS
Cahaya matahari menerobos tirai tipis. Suasana rumah sepi, tapi ada hawa dingin yang ganjil. Burung tidak berkicau seperti biasanya.
Ibu berjalan pelan ke kamar Bagas sambil membawa nampan berisi sarapan. Wajahnya tampak letih, matanya sembab karena semalam ia juga sulit tidur.
Tak ada jawaban.
Ibu membuka pintu perlahan.
CUT TO
58. INT. KAMAR BAGAS – PAGI
PEMAIN ; BAGAS, IBU BAGAS
Kamar berantakan: sajadah tergeletak di lantai, foto keluarga pecah, dan dinding penuh bekas goresan seolah dicakar. Tirai jendela sobek separuh.
CLOSE UP – Bagas.
Ia duduk di sudut kamar, tubuhnya menggigil, wajah pucat pasi, matanya merah seperti habis menangis semalaman.
Ibu terkejut, nampan jatuh, makanan berserakan.
Ibu memeluk Bagas erat.
Wajahnya tegang, tapi ia mencoba menenangkan dengan suara lembut.
Bagas terisak dalam pelukan ibunya. Kamera mengambil CLOSE UP wajah Bagas: matanya kosong, tapi ada keteguhan yang mulai tumbuh.
CUT TO:
Di luar kamar, bayangan hitam samar masih tampak bergerak di dinding lorong, seolah menunggu waktu berikutnya untuk kembali.
FADE OUT.
59. EXT. HALAMAN RUMAH BAGAS – SIANG
PEMAIN ; PAK BOKIR
Langit mendung. Angin bertiup kencang, dedaunan beterbangan. Seekor ayam tiba-tiba berkokok nyaring padahal bukan waktunya. Tanda ada yang ganjil.
Pak Bokir berjalan perlahan memasuki halaman, membawa tas kain berisi kitab tua, botol air, dan kemenyan. Wajahnya serius, matanya menatap lurus ke rumah Bagas.
CUT TO:
60. INT. RUMAH BAGAS – SIANG
PEMAIN ; IBU BAGAS, PAK BOKIR
Ibu duduk di ruang tamu, wajahnya cemas. Bagas masih di kamar, tubuhnya lemah. Saat pintu rumah diketuk, Ibu cepat berdiri membukanya.
Pak Bokir berdiri di ambang pintu.
Pak Bokir masuk, menurunkan tas kain. Ia menatap sekitar, menghirup dalam-dalam, lalu mengangguk pelan.
Ibu menutup mulut, menahan isak.
CUT TO: