Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
31. EXT. PEMAKAMAN DESA – MALAM
PEMAIN ; BAGAS, PAK BOKIR, BAPAK, WARGA
Hujan baru reda. Orang-orang desa datang sebentar, lalu pergi dengan cepat. Tinggal Bagas sendiri, berdiri di samping liang lahat.
Pak Bokir hanya melihat dari jauh, wajahnya muram dan takut.
Bagas turun ke liang lahat, menggali lebih dalam. Suara sekop menghantam tanah bercampur dengan desah napas beratnya.
CLOSE UP: tanah lembek bercampur air hujan, seperti darah hitam.
Bagas bekerja sendiri. Matanya bengkak karena menangis, tapi tangannya terus menggali, semakin dalam.
SFX: samar-samar terdengar bisikan.
Mirip suara BAPAKnya:
Bagas berhenti, keringat bercampur air hujan di wajahnya. Ia menoleh kanan-kiri—tak ada siapa-siapa.
Ia kembali menggali.
Namun bisikan makin jelas, seakan berasal dari dalam tanah yang ia gali:
LOW ANGLE: Bagas berdiri di liang lahat, tanah di sekelilingnya mulai bergetar pelan, seperti kuburan-kuburan lain ikut hidup.
Bagas tercekat, tubuhnya gemetar. Ia menatap ke liang yang digali—
tampak cahaya merah samar keluar dari sela tanah basah.
CLOSE UP wajah Bagas: penuh air mata, mulutnya bergetar ketakutan, tapi tak ada lagi orang yang membantunya. Ia harus tetap menguburkan bapaknya… sendirian.
CUT TO
32. EXT. PEMAKAMAN DESA – MALAM
PEMAIN ; BAGAS, BAPAK BAGAS, JENAZAH
Langit kelam, petir sesekali menyambar, menerangi pepohonan beringin di tepi kuburan.
Bagas menurunkan jenazah BAPAKnya perlahan ke dalam liang lahat. Matanya bengkak karena menangis, tangannya gemetar.
Ia mulai menimbun tanah. Sekopnya menghantam pelan, suara duk, duk, duk bersahutan dengan desiran angin.
SFX: tanah berderak pelan.
Tiba-tiba, tanah yang baru ditimbunnya bergerak kembali, menggeliat seperti hidup.
Bagas berhenti. Nafasnya tersengal.
Ia menaruh sekop, lalu meraih tanah dengan tangannya. Saat itu, tanah amblas, seolah ada sesuatu yang mendorong dari bawah.
CLOSE UP: kain kafan BAPAKnya muncul kembali ke permukaan, perlahan terangkat keluar.
Bagas mundur, terbelalak.
SFX: dari dalam kafan terdengar suara parau:
WIDE SHOT: kain kafan bergerak sendiri, tubuh jenazah terangkat perlahan dari liang lahat. Kepalanya miring, mata terbuka kosong, wajahnya pucat membiru.
Bagas terisak, setengah berlutut di tanah.
Jenazah BAPAKnya terhuyung keluar liang lahat. Kain kafan yang basah tanah meneteskan cairan hitam.
CLOSE UP: wajah BAPAK Bagas—
Matanya menatap lurus ke arah Bagas, mulutnya terbuka, mengeluarkan asap hitam pekat.
SFX: suara rintihan, jeritan, dan doa terbalik bergema di seluruh pemakaman.
Kuburan-kuburan lain ikut bergetar. Dari tanah muncul tangan-tangan jenazah lain, meraih ke udara.
Bagas menjerit keras, mundur hingga terjatuh.
CAMERA HANDHELD: mengikuti gerakan panik Bagas yang mencoba merangkak menjauh, tapi arwah BAPAKnya perlahan mendekat, kain kafannya terseret tanah, wajahnya makin dekat.
CLOSE UP wajah Bagas: mata melebar, mulut berteriak tanpa suara.
CUT TO BLACK.
33. EXT. PEMAKAMAN DESA – MALAM
PEMAIN ; PAK BOKIR
Petir menyambar. Pak Bokir datang terburu-buru sambil menenteng lampu minyak. Nafasnya ngos-ngosan, wajahnya panik.
CAMERA TRACKING: mengikuti langkahnya menembus kabut, sepatu botnya menginjak tanah becek.
Ia tiba di makam BAPAK Bagas.
WIDE SHOT: tanah kubur tampak rata dan tenang, seolah baru saja selesai dikubur dengan rapi. Tak ada tanda-tanda jenazah menolak dikubur, tak ada Bagas.
Pak Bokir menurunkan lampu, menatap bingung. Tangannya gemetar menyentuh tanah yang masih basah.
CLOSE UP wajah Pak Bokir: kerutannya tegang, napas pendek, matanya bergetar.
SFX: samar-samar terdengar suara erangan dari bawah tanah, lalu sunyi mendadak.
Pak Bokir langsung mematikan rokoknya, membaca istighfar, lalu pergi cepat sambil menoleh ke belakang dengan wajah cemas.
CUT TO
34. INT. KAMAR BAGAS – MALAM
PEMAIN ; BAGAS, BAPAK BAGAS
Bagas duduk di tepi ranjang, tubuh penuh lumpur, wajahnya pucat pasi. Tangannya masih gemetar. Ia menatap lantai dengan pandangan kosong.
SFX: suara tetesan air. tik… tik… tik…
Bagas menoleh. Dari atap kamarnya, air menetes—tapi warnanya merah pekat seperti darah.
CLOSE UP: tetesan itu jatuh ke lantai, membentuk noda yang melebar.
Bagas menelan ludah, lalu mengangkat pandangannya ke cermin besar di sudut kamar.
Di dalam cermin, ia tidak melihat dirinya sendiri, melainkan BAPAKnya yang berdiri kaku dengan kain kafan masih melekat, wajahnya pucat dengan mata kosong.
Bagas terlompat ke belakang, menjatuhkan kursi.
SFX: pintu kamar berderak pelan, lalu terbuka sendiri. Angin dingin bertiup masuk.
LOW ANGLE: di ambang pintu, terlihat bayangan sosok BAPAK Bagas berdiri, kepalanya miring, kain kafan menyeret lantai, meneteskan cairan hitam.
Bagas memeluk dirinya sendiri, tubuh gemetar.
CLOSE UP wajah arwah BAPAK: mulutnya terbuka, mengeluarkan teriakan panjang bercampur doa terbalik hingga kaca jendela kamar bergetar
Lampu kamar Bagas meledak, membuat ruangan gelap total.
CUT TO BLACK
35. INT. KAMAR BAGAS – MALAM
PEMAIN ; BAGAS, BAPAK BAGAS
Kamar remang, hanya diterangi lilin kecil. Bagas berusaha tidur, wajahnya pucat, mata sembab.
SFX: suara langkah kaki berat dari luar kamar. duk… duk… duk…
Suara itu berhenti tepat di depan pintu.
CLOSE UP: gagang pintu bergetar pelan, seperti ada yang mencoba membukanya.
Bagas menahan napas, menutup mulutnya dengan tangan.
SFX: bisikan parau—suara BAPAKnya.
LOW ANGLE: pintu terbuka sendiri. Sosok BAPAKnya masuk, kepala miring, wajah hancur membusuk, kain kafannya basah dan menghitam.
Bagas berteriak histeris. Lilin padam, kamar gelap total.
CUT TO
36. INT. DAPUR RUMAH BAGAS – MALAM
PEMAIN ; BAGAS, BAPAK BAGAS
Bagas berlari ke dapur, mencoba menenangkan diri dengan meminum air.
Ia menyalakan lampu minyak.
SFX: suara “kletak-kletak” dari sumur belakang rumah.
Bagas melangkah pelan, menatap ke dalam sumur.
WIDE SHOT: dari dalam sumur, perlahan muncul wajah BAPAKnya, menatap ke atas dengan mata putih kosong, mulut sobek.
SFX: suara berat bergema.
Tangan jenazah menjulur keluar dari sumur, meneteskan lumpur hitam. Bagas jatuh terduduk, membanting lampu minyak, api kecil menyambar lantai.
CUT TO
37. INT. KAMAR BAGAS – MALAM
PEMAIN ; BAGAS, BAPAK BAGAS
Bagas sudah kehilangan kendali. Tubuhnya kurus, mata merah karena kurang tidur. Ia duduk di lantai, memeluk lutut, bergumam sendiri.
SFX: suara napas berat di belakangnya.
CLOSE UP: bayangan besar menjulang di dinding—bayangan jenazah BAPAK.
Bagas menoleh pelan. Sosok BAPAKnya berdiri tepat di belakangnya, menunduk, wajahnya hampir menempel di telinga Bagas.
Bagas menjerit panjang. Kamera berputar 360°, menyorot ruangan yang bergetar, jendela terbuka sendiri, angin kencang membawa bau busuk.
CUT TO BLACK.
38. INT. RUANG DEPAN RUMAH — MALAM
PEMAIN ; BAGAS, IBU BAGAS
Lampu minyak redup berayun tertiup angin. Suara jangkrik di luar terdengar lebih berat, seperti mengiringi kesedihan.
BAGAS duduk di tikar anyaman, wajahnya pucat dan letih setelah kejadian di kamar Bapaknya. Matanya merah, tidak hanya karena takut, tapi juga karena menahan tangis.
IBU duduk berseberangan. Wajahnya muram, tangannya sibuk meremas kain sarung yang melilit kakinya.
Kamera: close-up pada wajah Bagas, tegang, penuh pertanyaan yang menekan dadanya.
Hening sejenak. Ibu menunduk, bahunya gemetar. Air mata jatuh ke pangkuannya.
Kamera: medium shot — Ibu mengangkat wajahnya, mata berkaca-kaca, menatap Bagas dengan getir.
Bagas membeku. Nafasnya memburu, seolah setiap kata Ibu menusuk dadanya.
Ibu mengangguk perlahan, wajahnya dipenuhi penyesalan.
Kamera: close-up pada wajah Bagas — matanya berkaca-kaca, tangan mengepal, tubuhnya gemetar.
Ibu menunduk, menangis tanpa suara.
Kamera: wide shot — Bagas duduk terpaku di tikar, Ibu menangis lirih, sementara dari luar rumah terdengar sayup-sayup suara angin yang membawa bisikan: samar-samar terdengar seperti suara lelaki tua memanggil nama Bagas.
FADE OUT.
39. INT. KAMAR BAGAS – TENGAH MALAM
PEMAIN ; BAGAS
Kamar kecil itu diterangi lampu redup. Tirai jendela bergoyang pelan, angin malam berdesir masuk membawa dingin yang menusuk tulang.
BAGAS terbaring gelisah di ranjang, matanya terbuka lebar. Suara IBU yang menangis masih terngiang di telinganya. Ia menatap langit-langit, wajahnya pucat penuh rasa bersalah bercampur takut.
Kamera: close-up pada mata Bagas — lelah, berkaca-kaca, tapi tak bisa terpejam.
Tiba-tiba, suara ketukan kayu terdengar samar dari luar jendela. Tok… tok… tok… Suara itu berirama pelan, seperti seseorang mengetuk tanah dengan tongkat.
Bagas langsung terduduk. Dadanya naik-turun, napasnya memburu.
Kamera: tracking shot mengikuti Bagas yang perlahan mendekati jendela. Tangannya gemetar saat menyibak tirai.
CUT TO
40. EXT. HALAMAN RUMAH – CONTINUOUS
PEMAIN ; BAGAS, LELAKI TUA
Kabut tebal menutupi halaman. Di antara kabut, samar terlihat sosok lelaki tua berdiri memunggungi jendela Bagas. Tubuhnya kurus, membungkuk, mengenakan baju lurik compang-camping penuh tanah.
Suara: hembusan napas berat, bercampur dengan bisikan nama Bagas.
CUT TO