Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
71. INT. KAMAR ARIF – MALAM
PEMAIN ; ARIF, IBU, AYAH, KYAI MAWARDI
Kamar Arif kini dipenuhi suasana tegang. Lampu temaram berayun-ayun seolah ada angin yang tidak kasatmata. Di sudut kamar, ayah dan ibu berpelukan, wajah mereka pucat ketakutan.
Kyai Mawardi duduk bersila di samping tubuh Arif yang meronta di lantai. Tangannya menekan dada Arif dengan mantap, sementara mulutnya melafalkan ayat-ayat suci dengan lantang.
Setiap kalimat keluar dari mulut Kyai, tubuh Arif bergetar hebat. Mulut Arif mengeluarkan busa, lalu tertawa panjang dengan suara berat, bukan suaranya sendiri.
Tiba-tiba, coretan hitam di dinding kamar bergerak, seperti cacing merayap. Dari atas lemari, terdengar suara ketukan keras seperti tanah yang sedang digali.
Kyai Mawardi tetap tenang. Ia menuangkan air putih dari botol ke tangan, lalu memercikkannya ke wajah Arif.
Tubuh Arif langsung terangkat, melayang sedikit dari lantai. Matanya berputar, suaranya menggema menyeramkan.
Kyai Mawardi mendekat, menempelkan telapak tangan ke kening Arif.
Arif menjerit histeris, lalu tiba-tiba mulutnya memuntahkan segumpal tanah basah bercampur darah. Ruangan dipenuhi bau busuk seperti mayat baru digali.
Ayah dan ibu langsung menangis, hampir pingsan.
Kyai Mawardi terengah, tapi tetap fokus. Ia menutup mata, membaca doa panjang dengan penuh kekuatan.
SUARA BISIKAN GAIB terdengar jelas di sekeliling ruangan, seperti puluhan orang berdoa dengan bahasa asing yang menakutkan.
Arif kemudian terkulai, tubuhnya lemas. Nafasnya teratur, matanya tertutup.
Kyai Mawardi mengusap wajahnya, lalu menoleh ke ayah dan ibu.
CLOSE UP wajah Arif yang masih pucat. Tiba-tiba, dari telinganya terdengar bisikan lirih:
CUT TO BLACK.
72. EXT. PEMAKAMAN DESA – MALAM
PEMAIRN ; ARIF, KYAI MAWARDI
Langit gelap tanpa bulan. Kabut tipis merayap di antara nisan-nisan tua. Pohon beringin besar menjulang di tengah makam, akar-akarnya seperti tangan raksasa yang hendak meraih siapa pun yang lewat.
Kyai Mawardi berjalan pelan, membawa lentera minyak. Di belakangnya, Arif yang tampak pucat, masih lemah, mengikuti dengan ragu. Ayah dan ibu menunggu jauh di gerbang makam, tak berani masuk.
Arif mengangguk, meski tubuhnya gemetar. Ia menggenggam tasbih yang diberikan Kyai.
CUT TO
73. INT. TENGAH PEMAKAMAN – MALAM
PEMAIN ; ARIF, KYAI MAWARDI
Mereka berhenti di depan sebuah kuburan tua, dengan batu nisan retak dan tanah yang tampak seperti sering terusik. Dari dalam tanah terdengar bunyi lirih seperti sesuatu yang bergerak.
Kyai Mawardi segera berdiri tegak, membuka kitab kecil yang dibawanya, lalu mulai membaca doa keras-keras. Lentera bergetar, nyalanya hampir padam.
Tiba-tiba, dari tanah kuburan itu muncul tangan hitam berlumur tanah, meraih ke atas, disusul dengan wajah pucat yang matanya kosong.
Arif mundur, terpekik. Kyai Mawardi melangkah maju, mengangkat tangannya sambil terus melafalkan ayat-ayat suci.
Makhluk itu meraung, tubuhnya terpecah menjadi asap hitam yang melayang-layang di udara. Angin kencang berputar di sekitar makam, membuat daun-daun beterbangan.
Arif tiba-tiba menjerit, memegangi dadanya. Dari dalam dirinya terdengar suara lain, bukan miliknya.
Tubuh Arif terlempar ke tanah, tepat di samping liang kubur yang terbuka. Wajahnya pucat, matanya kembali putih.
Kyai Mawardi menunduk, menekan tanah dengan tangannya, membaca doa semakin keras, berusaha menutup jalur gaib itu.
TANAH BERGETAR, suara seperti ratusan orang mengerang keluar dari perut bumi.
Arif menoleh ke Kyai dengan wajah bukan dirinya. Ia tersenyum miring.
Kamera bergerak perlahan ke arah belakang Kyai. Di balik kabut, terlihat puluhan sosok bayangan hitam berdiri di antara nisan, mengelilingi mereka.
CUT TO BLACK.
74. EXT. PEMAKAMAN DESA – MALAM
PEMAIN ; ARIF, IBU, AYAH, KYAI MAWARDI, PAK DARMO
Kabut makin tebal. Lentera Kyai Mawardi tiba-tiba padam. Suasana menjadi pekat, hanya tersisa cahaya redup bulan yang sesekali tersamar awan hitam.
WIDE SHOT:
Arif terkapar di tanah, tubuhnya bergetar hebat. Suara tawa rendah menggema dari mulutnya, bercampur dengan bisikan puluhan arwah yang kini tampak berkerumun di antara nisan.
SUDUT KAMERA LOW ANGLE:
Bayangan Pak Darmo muncul samar di belakang kerumunan arwah, wajahnya pucat, matanya kosong, namun bibirnya bergerak membaca mantra terlarang.
MEDIUM SHOT – ARIF
Mata Arif terbuka lebar. Irisnya kini hitam sepenuhnya. Ia bangkit perlahan, tubuhnya kaku, lalu mulai mengucapkan mantra yang sama, melanjutkan bacaan Pak Darmo.
GROUND SHAKE – Tanah kuburan berguncang. Nisan-nisan tua berjatuhan. Dari liang yang terbuka, muncul asap hitam pekat, lalu perlahan membentuk sosok raksasa hitam tanpa wajah.
Ibu dan Ayah di gerbang pemakaman berteriak histeris. Mereka mencoba mendekat, tapi angin kencang menghalangi, membuat tubuh mereka terhempas ke tanah.
CLOSE UP – KYAI MAWARDI
Wajahnya tegang, namun tetap khusyuk. Ia membuka kitab dan membaca ayat-ayat suci semakin keras. Suaranya mencoba melawan raungan gaib.
Arif melangkah menuju liang kubur raksasa yang terbuka, seakan tubuhnya ditarik masuk. Bayangan Pak Darmo berdiri di sisi liang, tersenyum puas.
SLOW MOTION:
Air mata Arif jatuh, sesaat wajah aslinya muncul—penuh ketakutan. Namun tubuhnya tetap melangkah, bibirnya dipaksa terus melantunkan mantra.
VISUAL HORROR:
Sosok-sosok hitam kini melayang, menjerit tanpa suara, berusaha mendorong Arif masuk ke dalam liang yang gelap. Dari dalam liang, terdengar suara ribuan orang berdoa dalam bahasa asing.
Ia menancapkan tongkat kayu kecil bertuliskan ayat ke tanah. Cahaya putih menyembur keluar, menyilaukan.
MONTAGE:
·Sosok raksasa hitam meraung, tubuhnya terpecah jadi asap.
·Bayangan Pak Darmo menjerit, wajahnya terdistorsi lalu lenyap.
·Arif terhempas mundur, jatuh pingsan di pelukan Kyai.
·Semua arwah berteriak bersamaan lalu menghilang, meninggalkan hening mencekam.
WIDE SHOT – PEMAKAMAN
Kabut sirna. Hujan gerimis berhenti. Hanya terdengar suara jangkrik malam.
CLOSE UP – KYAI MAWARDI
Ia menatap nisan tua di depannya. Wajahnya berat, mata berkaca-kaca.
CAMERA PULL BACK – Menunjukkan pemakaman dari atas, sunyi… tapi di kejauhan, sosok samar Pak Darmo berdiri di bawah pohon beringin, menatap dengan senyum dingin.
CUT TO BLACK.
75. EXT. RUMAH ARIF – SUBUH
PEMAIN ; ARIF, AYAH, IBU, KYAI MAWARDI
Langit mulai terang. Burung berkicau, seolah malam mencekam di pemakaman hanyalah mimpi buruk.
Di teras rumah, Arif duduk berselimut, wajahnya pucat tapi tenang. Ayah dan Ibu tersenyum lega sambil menyuguhkan teh hangat. Kyai Mawardi bersandar di kursi, matanya sayu, terlihat kelelahan.
Arif hanya mengangguk pelan. Ia menatap cangkir teh di tangannya. Tangannya sedikit bergetar.
Ayah menunduk. Ibu menitikkan air mata.
CLOSE UP – WAJAH ARIF
Ia tersenyum tipis. Namun sekilas, matanya memantulkan bayangan Pak Darmo.
MUSIK PELAN MENCEKAM.
CUT TO
76. INT. KAMAR ARIF – MALAM (BEKELIPATAN WAKTU)
PEMAIN ; ARIF
Kamera menyorot meja belajar Arif. Ada kitab sekolah… tapi di bawahnya terselip sobekan kertas berisi doa terlarang yang samar terbakar.
Kamera bergerak naik—Arif sedang tidur. Tapi bibirnya bergerak sendiri, berbisik pelan, suara bukan miliknya.
SFX: KETUKAN PELAN
Terdengar suara ketukan dari bawah rumah. “Dug… dug… dug…” seperti tanah sedang digali.
WIDE SHOT – LUAR RUMAH
Kamera menjauh dari rumah keluarga. Suasana tenang, lampu rumah remang. Tapi dari bawah tanah halaman rumah, muncul retakan kecil, seolah sesuatu sedang mencoba keluar.
CUT TO BLACK.
CREDITS ROLL dengan musik doa lirih yang berubah menjadi bisikan menyeramkan.
77. EXT. PEMAKAMAN DESA – MALAM BEBERAPA HARI KEMUDIAN
PEMAIN ; ARIF
Kabut kembali menyelimuti pemakaman. Suasana sepi, hanya suara burung hantu terdengar dari kejauhan.
WIDE SHOT:
Terlihat sosok seorang anak berjalan sendirian ke tengah pemakaman dengan membawa cangkul tua. Itu adalah ARIF. Wajahnya tenang, namun matanya kosong.
CLOSE UP – TANGAN ARIF
Ia menggenggam cangkul milik almarhum Pak Darmo. Gagangnya penuh ukiran aneh, seperti simbol ritual.
CUT TO
78. INT. TENGAH PEMAKAMAN – MALAM
PEMAIN ; ARIF
Arif berhenti di sebuah liang kubur yang masih basah, baru digali. Ia menancapkan cangkul ke tanah. Wajahnya tersenyum samar.
Ia mulai membaca doa lirih, tapi suaranya jelas bukan doa biasa. Kalimatnya terbalik, melengking, bercampur bisikan arwah.
SFX: Suara tanah bergeser, nisan-nisan di sekitarnya bergetar. Dari bawah tanah, terdengar rintihan orang-orang yang telah dikubur.
MEDIUM SHOT – WAJAH ARIF
Saat doa semakin keras, mata Arif berubah hitam sepenuhnya. Dari kegelapan, muncul bayangan Pak Darmo berdiri di belakangnya, menepuk pundaknya dengan bangga.
WIDE SHOT – PEMAKAMAN
Puluhan bayangan hitam mulai bermunculan dari setiap nisan, mengelilingi Arif. Mereka menunduk, seperti memberi hormat.
Arif berdiri tegak di tengah mereka, suaranya menggelegar di antara kabut.
CLOSE UP – MATA ARIF
Sorot matanya penuh kegelapan, namun di dalamnya tampak api kecil menyala—tanda bahwa ia kini sepenuhnya mewarisi ritual terlarang itu.
SFX: Tanah bergetar hebat, kamera menyorot ke langit. Awan hitam berputar, membentuk pusaran di atas pemakaman.
CUT TO BLACK.
79. EXT. DESA – PAGI
PEMAIN ; KYAI MAWARDI, WARGA
Suasana desa kacau. Warga berlarian ketakutan, hewan ternak mati mendadak, sumur-sumur menghitam seperti berisi darah.
Orang-orang berbisik tentang "doa larangan" yang sudah dibangkitkan lagi.
Kyai Mawardi yang masih lemah dipapah oleh beberapa santri. Ia menatap ke arah pemakaman, muram.
CUT TO
80. INT. RUMAH ARIF – SIANG
PEMAIN ; ARIF, PAK DARMO
Arif duduk di kamar, menatap cermin. Tapi bayangan di dalam cermin bukan dirinya, melainkan Pak Darmo dengan senyum menyeramkan.
Arif menutup telinga, menjerit. Tapi dari luar, warga hanya mendengar suara doa samar yang menggetarkan dinding rumah.
CUT TO