Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
DOA PENGGALI KUBUR
Suka
Favorit
Bagikan
7. DOA TERLARANG
61. EXT. PEMAKAMAN – WIDE SHOTPEMAIN ; ARIFArif berdiri tegak di tengah arwah-arwah itu, seolah menjadi pusat kekuatan baru. 
SUARA ARWAH PAK DARMO (V.O.)
(bergaung, senang)
Penerus sudah terpilih. Doa penggali kubur… tidak akan pernah berhenti.
 


CUT TO

 

62. EXT. PEMAKAMAN – PEMAIN ; ARIF, IBU, AYAHKamera zoom out perlahan, menampilkan pemakaman penuh arwah kafan yang mengepung Arif. Suara doa terlarang semakin keras, bergema di langit mendung. 

Ibu berteriak histeris sambil mencoba menghampiri, tapi Ayah menahannya.

 

AYAH
(terisak, pasrah)
Dia sudah… bukan Arif kita lagi.

 


FLASH BACK TO –


63. EXT. PEMAKAMAN DESA – MALAM

PEMAIN ; PAK DARMO

Langit gelap pekat. Bulan tertutup awan. Angin menderu pelan, membuat dedaunan bergesekan seperti bisikan samar.

 

KAMERA CRANE SHOT menyorot Pak Darmo, penggali kubur, tubuh renta tapi tangannya masih kuat menggenggam cangkul. Di sampingnya lampu petromak menyala redup, goyah diterpa angin.

Ia bekerja sendirian, peluh bercampur tanah menetes di wajah keriputnya. Nafasnya berat, seperti membawa beban yang lebih besar dari sekadar tanah.

 

SFX: Dug... dug... dug... suara cangkul menghantam tanah, ritme monoton yang menegangkan.

 

Pak Darmo berhenti sejenak. Ia duduk di tepi galian, merogoh saku bajunya yang kotor, mengeluarkan kitab kecil lusuh dengan sampul hitam, penuh coretan aneh.

 

Tangannya bergetar. Ia membuka halaman, lalu mulai melafalkan doa.

 

PAK DARMO                 
(suaranya lirih, serak, seperti bergetar)
Bismillahirrahmanirrahim...
Ashhadu alla ilaha illallah...

 

Namun kata-kata berikutnya menyimpang.

 

PAK DARMO
(suaranya berubah dalam, seolah bukan miliknya)
...wa ashhadu anna... al-maut... laisa rahmat...
wa zhulumat... asy-syahadah fil-ardh...

 

KAMERA CLOSE UP pada wajahnya — matanya mendadak berkabut, pupilnya mengecil, seolah ada kekuatan asing yang menuntun bibirnya.

 

SFX: Bisikan-bisikan samar terdengar, makin lama makin jelas, seperti banyak suara yang mengulang doa terbalik.

 

CUT TO POV DARI DALAM LUBANG KUBUR:

Pak Darmo tampak seperti bayangan raksasa di atas tanah, membaca mantra. Suara doa yang terdistorsi menggema di udara.

 

PAK DARMO
(suaranya makin aneh, cepat, seolah kerasukan)
Al-ardh syahid... al-jasad syahid...
Ya maut... bukalah pintu tanah...

 

Tiba-tiba tanah di sekeliling kubur bergemuruh pelan. Ilalang bergetar meski angin berhenti.

 

Pak Darmo terdiam. Wajahnya pucat. Tapi ia melanjutkan.

 

PAK DARMO
(suaranya putus-putus, penuh ketakutan sekaligus kepasrahan)
Aku serahkan jiwa ini... sebagai penjaga...
Agar tanah tetap menerima... darah-darah yang terkubur...

 

SFX: “DEG!” — suara keras dari dalam lubang, seperti sesuatu yang menghantam peti kayu.

 

Pak Darmo terloncat kaget. Tangannya gemetar.

 

KAMERA CLOSE UP — tanah yang digali mulai retak, dari celahnya muncul cairan hitam pekat, merembes seperti darah busuk.

 

Wajah Pak Darmo semakin pucat, namun ia memejamkan mata, berdoa semakin cepat dan makin menyimpang:

 

PAK DARMO
(suara keras, penuh kepanikan)
Tidak untuk langit... doa ini untuk tanah...
Tidak untuk surga... doa ini untuk yang terkubur!

 

SFX: Suara jeritan panjang, samar, dari dalam bumi.

Lampu petromak berkedip-kedip, lalu padam. Gelap total.

Keheningan panjang... hanya suara nafas Pak Darmo yang tercekat.

 

CUT TO:

Dari dalam kegelapan lubang, sepasang tangan mayat membusuk muncul, perlahan meraih tepi tanah.

 

Pak Darmo membeku, air matanya jatuh, tapi mulutnya masih berkomat-kamit doa terlarang itu.


CUT TO BLACK.


64. EXT. PEMAKAMAN DESA – MALAM

PEMAIN ; PAK DARMO

Kabut tipis menutupi nisan-nisan tua. Lampu petromak bergoyang tertiup angin, menebarkan cahaya kekuningan yang muram.

 

KAMERA DOLLY IN mendekati PAK DARMO yang berlutut di tepi lubang kubur baru. Wajahnya letih, matanya cekung, tapi bibirnya mulai bergetar.

 

Ia menutup mata, kedua tangannya terangkat.

 

PAK DARMO
(suara lirih, serak)
Bismillahirrahmanirrahim...
 

Sejenak terdengar seperti doa biasa. Tapi setelah beberapa kalimat, kata-katanya mulai melenceng.

 

PAK DARMO
(lebih cepat, bergetar)
Ashhadu alla ilaha illallah...
wa ashhadu anna... al-maut... sayyidul ardh...

 

KAMERA CLOSE UP pada mulutnya — lidahnya bergerak aneh, membentuk kata-kata asing yang tak dikenal.

 

SFX: Bisikan-bisikan samar, suara banyak orang berdoa terbalik, muncul dari tanah.

 

PAK DARMO
(suaranya berubah dalam, kerasukan)
Ya arwaah... ya zhulumat...
Terimalah jasad ini bukan sebagai tamu,
tapi sebagai pelayan tanah!

 

KAMERA LOW ANGLE dari dalam lubang: bayangan Pak Darmo menjulang, membaca mantra. Bayangan itu tampak lebih besar dari tubuh aslinya, seperti sosok lain yang mengintai di balik dirinya.

 

SFX: Tanah bergetar pelan. Nisan-nisan lama berderak seperti retak.

 

Pak Darmo membuka kitab lusuh dari balik bajunya. Halaman-halamannya penuh coretan arab gundul bercampur simbol aneh. Ia membaca makin cepat, makin intens.

 

PAK DARMO
(suaranya bergetar, hampir menjerit)
Aku bacakan doa ini... bukan untuk langit...
tapi untuk bumi yang lapar...
Bukan untuk roh yang tenang...
tapi untuk arwah yang dendam!

 

KAMERA CLOSE UP pada matanya — pupilnya memutih. Air mata mengalir.

 

SFX: Jeritan lirih terdengar dari dalam lubang, seperti orang kesakitan di balik tanah.

 

Tiba-tiba angin kencang bertiup. Lampu petromak padam.

 

GELAP TOTAL.

Dalam gelap, suara Pak Darmo masih terdengar, terputus-putus, penuh ketakutan.

 

PAK DARMO (V.O.)
Ampuni aku... aku hanya penjaga... hanya penerus...

 

SFX: Suara tanah longsor kecil... lalu diikuti bunyi kuku mencakar papan peti.

 

KAMERA FADE IN cahaya samar bulan menembus awan: memperlihatkan tangan mayat busuk merobek kain kafan dari tanah.

 

Pak Darmo terjatuh, wajahnya pucat pasi, menyadari bahwa doa yang ia baca adalah mantra terlarang yang membangunkan arwah.


CUT TO BLACK.


65. EXT. PEMAKAMAN DESA – MALAM

PEMAIN ; PAK DARMO

Langit berawan pekat. Angin tiba-tiba berhenti, menyisakan keheningan aneh.

 

KAMERA WIDE SHOT – Pak Darmo berlutut di tepi lubang kubur, kitab lusuh di tangannya, doa sudah berubah menjadi mantra yang asing dan menyeramkan.

 

PAK DARMO
(suaranya meninggi, tercekat)
Aku serahkan doa ini... bukan pada cahaya... tapi pada kegelapan...
Bukan pada rahmat... tapi pada tanah yang lapar...

 

SFX: Jeritan lirih muncul dari dalam kubur, seperti suara banyak orang menahan sakit.

 

Tanah bergetar. Nisan-nisan lama berderak. Rumput liar berayun meski tak ada angin.

 

KAMERA CLOSE UP pada wajah Pak Darmo — keringat dingin menetes, bola matanya bergetar cepat.

 

Tiba-tiba ia terhuyung, tubuhnya tersentak seperti ditarik sesuatu. Kitab lusuh terlepas dan jatuh ke tanah.

 

SFX: DUARR! — suara petir menyambar jauh di langit.

 

CUT TO:

 

KAMERA LOW ANGLE dari dalam lubang — bayangan Pak Darmo tampak menekuk, tubuhnya melengkung tidak wajar, tulang punggungnya menonjol.

PAK DARMO
(suara mendadak berubah berat, bukan lagi miliknya)
Kami... lapar... kami menunggu... kau bacakan pintu...

Wajahnya kaku, matanya putih seluruhnya. Bibirnya bergerak cepat tanpa henti, mengucapkan bahasa yang terdengar seperti campuran doa dan jeritan.

 

SFX: Bisikan-bisikan bersahut-sahutan, kini terdengar jelas di sekitar kuburan.

 

CLOSE UP tangan Pak Darmo — kukunya memanjang, menancap tanah basah, mencakar-cakar seperti binatang.

 

KAMERA HANDHELD mendekati wajahnya: mulutnya terbuka lebar, lebih lebar dari manusia normal, dari dalamnya keluar suara tangisan banyak orang sekaligus.

 

PAK DARMO (kerasukan)
Mereka tidak tenang! Kau ikat kami dengan doa... sekarang buka pintunya!

 

KAMERA 360° berputar mengelilingi Pak Darmo yang kini berdiri di tepi kubur, tubuhnya kaku, tangan terangkat. Bayangan tubuhnya di dinding tanah terlihat jauh lebih besar, menyerupai sosok lain dengan tanduk samar.

 

SFX: Lampu petromak meledak kecil, gelap total.

Di kegelapan, hanya mata putih Pak Darmo yang menyala samar.

 

PAK DARMO (kerasukan)
(suara bergema, ganda, mengerikan)
Doamu bukan lagi milikmu... tapi milik kami...

 

CUT TO BLACK.


SFX: Jeritan panjang bercampur suara tanah runtuh.

 

66. INT. RUMAH ARIF – MALAM

PEMAIN ; ARIF, IBU, AYAH

Lampu minyak bergoyang. Suara hujan deras di luar berpadu dengan sesekali petir menyambar.

 

KAMERA CLOSE UP — wajah ARIF terbaring di dipan bambu, tubuhnya menggigil. Matanya setengah terbuka, bibirnya berkomat-kamit kata-kata asing.

 

SFX: “...ashhadu... al-ardh... zhulumat...”

IBU ARIF duduk di sampingnya, menggenggam tangan anaknya erat, wajahnya penuh air mata.

 

BAPAK ARIF mondar-mandir, gelisah, sesekali menatap Arif dengan wajah tak berdaya.

 

IBU ARIF
(suaranya pecah)
Mas... lihat anak kita... Dia ikut mengucapkan kata-kata yang sama seperti Bapakmu...

 

Arif mendadak menjerit, tubuhnya kejang. Lampu minyak bergetar hebat, hampir padam.

 

BAPAK ARIF
(panik, berbisik keras)
Tidak bisa dibiarkan...! Kita harus ke rumah Kyai Mawardi sekarang juga!

 

CUT TO:


67. EXT. DESA – MALAM HUJAN

PEMAIN ; AYAH, IBU ARIF

Ayah dan Ibu Arif berlari menembus hujan deras. Tanah becek, lumpur melesak di kaki mereka. Kamera mengikuti dari samping, memperlihatkan raut wajah mereka penuh cemas.

 

SFX: Suara gonggongan anjing di kejauhan.


CUT TO:


68. INT. RUMAH KYAI MAWARDI – MALAM

PEMAIN ; AYAH ARIF, IBU ARIF, KYAI MAWARDI (65_AN)

Kyai Mawardi, duduk di tikar, sedang membaca kitab. Rumah sederhana, remang oleh lampu teplok. Suasana teduh, tapi berubah ketika pintu digedor panik.

 

AYAH ARIF
(suara keras dari luar)
Kyai! Tolong buka pintunya! Anak saya... Arif... dia kerasukan...!

 

Pintu dibuka. Bapak dan Ibu Arif basah kuyup, wajah pucat, terengah-engah.

 

IBU ARIF
(tersedu, suaranya pecah)
Kyai... tolong... Arif bukan hanya mimpi buruk... sekarang dia bicara bahasa yang bukan miliknya... seperti doa yang dilafalkan Bapak Darmo...

 

KAMERA CLOSE UP wajah Kyai Mawardi, sorotnya tajam dan penuh beban.

 

KYAI MAWARDI
(dalam, tegas)
Ini lebih buruk dari yang kuduga. Bukan hanya bapaknya... cucunya juga sudah dipilih untuk meneruskan.

 

BAPAK ARIF
(suaranya gemetar, marah bercampur takut)
Tidak, Kyai! Saya tidak akan biarkan Arif jadi seperti itu! Selamatkan anak saya... apapun caranya...

 

IBU ARIF
(berlutut, menangis)
Kyai... kalau harus menukar nyawa... biarlah nyawa saya... asalkan Arif jangan dibawa tanah...

 

Kyai Mawardi menghela napas panjang. Ia menutup kitab, lalu bangkit berdiri.

 

KYAI MAWARDI
(tenang tapi penuh wibawa)
Bangunlah, Bu. Jangan bicara soal menukar nyawa. Malam ini kita berperang... bukan dengan manusia, tapi dengan arwah-arwah yang kelaparan. Jika Arif sudah dipanggil... kita harus rebut dia kembali, sebelum fajar datang.

 

KAMERA WIDE SHOT — Kyai meraih tas kecil berisi kitab, botol air, dan tasbih.

 

SFX: Suara petir menggelegar, seolah menguatkan kata-katanya.

FADE OUT.


69. INT. RUMAH ARIF – MALAM

PEMAIN ; ARIF, AYAH, IBU, KYAI MAWARDI

Hujan turun semakin deras. Petir sesekali menyambar, membuat cahaya putih menyelinap melalui celah jendela kayu tua.

 

Di ruang tamu, AYAH dan IBU tampak gelisah. Sesekali terdengar suara ARIF merintih dari kamar, bercampur dengan bisikan-bisikan aneh yang tidak berasal dari dirinya.

 

TOCK! TOCK!

Suara ketukan keras di pintu. Ayah bergegas membuka.

 

AYAH
(lega)
Alhamdulillah… Kyai Mawardi, cepat masuk.

 

KYAI MAWARDI, masuk dengan jubah putih basah oleh hujan. Sorot matanya tajam, membawa ketenangan sekaligus wibawa mistis. Ia membawa tas kecil berisi kitab dan botol air.

 

IBU
(terisak, memegangi tangan Kyai)
Tolong, Kyai… anak kami… Arif… dia berubah sejak beberapa hari lalu. Kami takut, dia bukan lagi seperti anak kami.

 

KYAI MAWARDI
(tenang)
InsyaAllah, Bu. Semua makhluk, baik gaib maupun manusia, hanya hamba Allah. Jangan takut. Kita hadapi bersama.


CUT TO


70. INT. KAMAR ARIF – MALAM

PEMAIN ; ARIF, IBU, AYAH, KYAI MAWARDI

Lampu redup. Dinding kamar penuh coretan-coretan aneh, tulisan tak dikenal yang entah dari mana muncul. ARIF duduk di pojokan, tubuhnya gemetar, mata melotot merah. Bibirnya terus bergerak membaca sesuatu yang tidak jelas—potongan mantra Pak Darmo.

 

Saat pintu dibuka, Arif langsung menoleh. Senyum lebar, tidak wajar.

 

ARIF
(suara berganda, serak dalam)
Kau terlambat, Kyai… warisan doa itu sudah mengalir dalam darahku.

 

Ibu langsung memeluk Ayah, gemetar ketakutan.

Kyai Mawardi melangkah maju. Ia mengeluarkan botol kecil berisi air putih.

 

KYAI MAWARDI
(dengan lantang)
Bismillahirrahmanirrahim. Jika ini bukan bagian dari ajaran yang diridai Allah, aku perintahkan engkau keluar dari jasad anak ini!

 

Arif menjerit melengking, tubuhnya terguncang keras. Angin dingin berhembus tiba-tiba di kamar. Pintu menutup sendiri, jendela bergetar.

 

ARIF
(teriak dengan suara bukan miliknya)
Tidak ada yang bisa menghentikan doa penggali kubur… darahnya sudah terikat!

 

Arif lalu terjatuh ke lantai, tubuhnya kejang-kejang. Kyai Mawardi menunduk, mulai membaca doa dengan khusyuk.

Kamera mendekat pada wajah Arif — matanya perlahan berbalik putih seluruhnya.

 


CUT TO BLACK.


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)