Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cinta Terlarang
Suka
Favorit
Bagikan
7. Di Bali
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Penulis : Rana Kurniawan



ADEGAN 1 – BALI, PAGI CERAH


EXT. BENGKEL MOTOR – PAGI


Kamera menyorot suasana tenang di Bali.

RANA kini tampak lebih dewasa — wajahnya teduh, senyumnya lebih matang.

Ia sedang memperbaiki motor sambil bercanda dengan anak-anak kecil di sekitar bengkel.


Di samping bengkel, ada NADIA (25) — perempuan ceria, rambut dikuncir, sedang membawa dua gelas es teh.


NADIA

Rana, kamu kerja mulu, istirahat dong.

Mau aku bantu?


RANA

(tersenyum ringan)

Nanti tangan kamu kotor oli. Nanti malah aku yang dimarahin.


NADIA

(gaya manja)

Yaudah, minum dulu. Biar gak kehausan.


Rana menerima minuman itu. Tatapan Nadia penuh perhatian, sementara Rana hanya tersenyum tenang.

Di matanya masih ada bayangan samar tentang seseorang — SARAH.


Kamera menyorot langit biru, lalu transisi perlahan…



ADEGAN 2 – RUMAH SARAH – MALAM


INT. KAMAR SARAH – MALAM


Sarah duduk di depan cermin, menatap pantulan dirinya.

Di meja ada beberapa bingkisan bunga dan pesan singkat dari laki-laki lain — tanda bahwa ia mencoba membuka hati lagi.


SARAH (monolog)

Aku udah coba…

Udah ketemu banyak orang, udah buka hati…

Tapi setiap kali aku senyum, yang muncul di pikiran cuma dia.


Ia membuka laci, mengeluarkan kalung kecil — kalung yang pernah diberikan Rana saat ulang tahunnya di restoran dulu.

Sarah menggenggam kalung itu erat, air matanya jatuh pelan.


SARAH (lirih)

Kenapa ya, Ran… meski udah sejauh ini, hatiku masih pulang ke kamu?



ADEGAN 3 – PASAR BALI – SIANG


EXT. PASAR – SIANG TERIK


Rana dan Nadia sedang berbelanja bahan makanan untuk buka puasa.

Nadia tampak bahagia, terus bercerita, sementara Rana sesekali tersenyum sopan.


NADIA

Kamu tuh kalau senyum, suka kayak orang yang lagi mikirin sesuatu.

Siapa sih yang sering kamu pikirin?


RANA

(tersenyum samar)

Cuma masa lalu, Nad. Kadang susah hilang meski udah lama pergi.


NADIA

(jeda, lalu pelan)

Aku gak bisa ganti dia ya?


Rana terdiam. Ia menatap wajah Nadia dengan lembut, tapi matanya kosong.


RANA

Aku gak mau bandingin. Kamu baik, Nad.

Tapi beberapa hal… gak bisa aku ubah.

Aku cuma bisa belajar berdamai.


Nadia menunduk, lalu mengangguk pelan.

Hening menyelimuti mereka.

Kamera menyorot dua bayangan yang berjalan berdampingan tapi terasa jauh.



ADEGAN 4 – MALAM SEPI


INT. KAMAR RANA – MALAM


Rana menatap layar ponsel.

Foto Sarah masih tersimpan di galeri — diambil waktu mereka tertawa di restoran dulu.


RANA (monolog)

Andai semua gak serumit itu…

Mungkin sekarang aku udah nikah sama kamu.

Tapi hidup gak bisa selalu nurutin rasa.


Ia menghapus foto itu perlahan.

Namun sebelum benar-benar terhapus, ia menekan tombol “batal.”


RANA (lirih)

Maaf… aku belum siap.



ADEGAN 5 – KOPI MALAM DI JAKARTA


INT. KAFE KECIL – MALAM


Sarah duduk sendirian, di depan jendela kafe.

Suara hujan menetes pelan di luar.

Di depannya ada secangkir kopi dan ponsel yang menampilkan nama kontak: Rana (Tidak Aktif).


SARAH (dalam hati)

Kamu di mana, Ran…

Apa kamu juga ngerasa hampa kayak aku?


Seorang pria datang — DION, rekan kerja barunya, membawa payung dan tersenyum hangat.


DION

Hei, hujan-hujan gini kamu sendirian?

Aku temenin ya?


Sarah menatap Dion sejenak, lalu tersenyum tipis.

Namun senyum itu hampa — bukan karena Dion tak baik, tapi karena hatinya masih tersangkut di masa lalu.


Kamera menyorot wajah Sarah dari balik jendela, refleksi lampu dan hujan menetes di kaca seperti air mata.



ADEGAN 6 – NARASI PENUTUP BAB


NARATOR (VO – SUARA RANA DAN SARAH BERSELINGAN)


Kita berdua masih hidup, tapi di hati… sebagian dari kita tertinggal di masa lalu.

Kadang cinta gak hilang, cuma berubah bentuk — jadi kenangan yang menolak mati.

Mungkin kita gak akan bersama, tapi doa kita… masih saling berjumpa di langit yang sama.



Kamera menyorot dua adegan paralel:


Rana menatap laut Bali sambil memegang kunci motor.


Sarah menatap langit Jakarta lewat jendela kafe.

Mereka berdua menatap arah yang sama, seolah waktu berhenti sejenak.



Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)