Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Penulis : Rana Kurniawan
Adegan 1: Larangan yang Tak Dijelaskan
INT. RUMAH SARAH – PAGI
Suasana rumah tegang. Sarah duduk di ruang makan sambil menatap sarapan yang tidak disentuh.
Bu Lina baru pulang dari rumah sakit, masih terlihat pucat. Pak Ridwan duduk di sebelahnya, wajah muram.
SARAH
(suara pelan, gemetar)
Bu… kenapa sih aku gak boleh ketemu Rana?
Apa salah dia?
Bu Lina menunduk, tak berani menatap putrinya.
BU LINA
(dengan nada lemah)
Sarah… tolong nurut sama Ibu dulu.
Jangan hubungi Rana lagi.
SARAH
(tersentak, mulai marah)
Tapi kenapa? Aku cinta sama dia, Bu!
Kalian bahkan belum jelasin apa-apa!
PAK RIDWAN
(tegas tapi menahan emosi)
Sarah, cukup!
Kita tahu yang terbaik buat kamu.
Sarah berdiri, menahan air mata, lalu berlari ke kamarnya.
Suasana rumah membisu. Hanya terdengar suara langkah kaki Sarah naik ke atas.
Adegan 2: Rana Menunggu
EXT. DEPAN RESTORAN – MALAM
Restoran sudah tutup. Rana berdiri di depan, menatap jalan sepi.
Ia menunggu Sarah yang biasanya selalu datang menemuinya. Tapi malam itu — kosong.
RANA (monolog)
(berbisik)
Sudah tiga hari… gak ada kabar.
Sarah gak datang, gak balas pesan… kenapa?
Kamera bergerak pelan mendekat ke wajah Rana yang penuh kegelisahan.
Hujan gerimis mulai turun. Rana tetap berdiri, menunggu dalam diam, seperti menunggu keajaiban.
Adegan 3: Kunjungan yang Ditolak
EXT. RUMAH SARAH – SIANG
Rana akhirnya datang ke rumah Sarah. Ia mengetuk pintu dengan gugup.
Pak Ridwan yang membukakan pintu. Wajahnya datar, dingin.
RANA
Assalamualaikum, Pak.
Saya cuma mau ketemu Sarah sebentar aja…
PAK RIDWAN
(datar)
Gak bisa, Rana. Sarah lagi gak bisa kamu temui.
RANA
(berusaha tenang)
Tolong, Pak. Saya cuma mau tahu salah saya apa.
PAK RIDWAN
(suaranya mulai tegas, nada tinggi)
Kamu gak salah, Nak. Tapi kamu juga gak bisa terusin hubungan itu.
Sekarang pulanglah, sebelum saya yang marah.
Rana terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca.
Ia menunduk, mengucap salam pelan, lalu berbalik pergi.
Kamera mengikuti langkah Rana yang perlahan menjauh dari rumah itu — langkah yang berat, penuh pertanyaan.
Adegan 4: Penjelasan Ibu Sarah
INT. KOS RANA – MALAM
Kamar gelap dan sepi. Rana duduk di lantai, menatap foto dirinya bersama Sarah.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.
Rana membuka. Di depan pintu, Bu Lina berdiri dengan wajah lelah.
RANA
(terkejut)
Bu Lina?
Ada apa, Bu?
Bu Lina masuk perlahan. Ia duduk di kursi reyot kamar itu.
Suasana tegang dan berat.
BU LINA
(suara pelan, bergetar)
Rana… kamu anak baik.
Tapi hubungan kamu sama Sarah… gak bisa dilanjutin.
RANA
Kenapa, Bu?
Tolong jelaskan… saya gak bisa terus begini.
Bu Lina menghela napas panjang. Air matanya mulai jatuh.
BU LINA
Karena kamu…
(diam sejenak, menatap Rana)
Kamu itu… keponakan saya.
Ayah kamu, Hasanudin… adalah kakak saya.
Rana terdiam. Dunia seolah berhenti. Matanya membesar, bibirnya kaku.
Suara hujan di luar kamar semakin deras.
RANA
(pelan, gemetar)
Apa… maksud Ibu…
Saya dan Sarah…?
BU LINA
(terisak)
Kalian… sedarah, Nak.
Kalian saudara.
Rana menatap kosong ke depan. Tangannya gemetar. Ia mundur, duduk di lantai, tak mampu bicara.
Bu Lina menunduk, menangis.
Kamera menyorot wajah Rana dari dekat — air matanya menetes, bibirnya bergetar tanpa suara.
Adegan 5: Runtuhnya Dunia
MONTAGE – TANPA DIALOG, HANYA MUSIK SEDIH
Rana duduk semalaman tanpa bergerak, menatap kosong.
Ia berjalan di jalanan kota yang basah oleh hujan.
Sarah di kamarnya, menatap foto mereka berdua sambil menangis.
Rana mencoba menulis pesan tapi menghapusnya.
Sarah berusaha menelpon, tapi nomor Rana sudah tak aktif.
NARASI
RANA (V.O.)
Aku pikir cinta bisa mengalahkan segalanya…
Tapi ternyata ada garis yang tak bisa kita langgar.
Dan garis itu… ada di darah kami sendiri.