Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Penulis : Rana Kurniawan
Adegan 1: Sarah Dikurung
INT. KAMAR SARAH – MALAM
Kamar Sarah kini seperti penjara. Pintu terkunci dari luar.
Ia duduk di lantai, menatap jendela yang tertutup tirai. Wajahnya bengkak karena menangis.
SARAH (monolog)
(dengan suara serak)
Kenapa harus kayak gini, Ya Allah…
Apa salah aku mencintai Rana?
Dia gak pernah jahat… dia cuma mencintaiku.
Suara langkah kaki terdengar di luar kamar. Bu Lina datang membawa makanan.
BU LINA
(tenang tapi tegas)
Sarah, makan dulu. Kamu dari tadi belum sentuh apapun.
SARAH
(gemetar)
Bu, tolong… aku cuma mau ketemu Rana sekali aja. Sekali aja!
BU LINA
(tahan tangis)
Gak bisa, Nak.
Kamu harus belajar ikhlas. Hubungan kalian gak mungkin.
Sarah membalikkan badan, menatap ibunya dengan mata merah penuh air mata.
SARAH
Gak mungkin?
Kalau cinta dilarang… kenapa Allah kasih rasa ini, Bu?
Bu Lina menunduk. Air matanya jatuh, tapi ia tetap diam.
Ia menutup pintu perlahan — “klik”, suara kunci terdengar.
Sarah kembali sendiri, menatap ke luar jendela.
Adegan 2: Pelarian Malam
EXT. BELAKANG RUMAH – MALAM
Langit gelap, bulan separuh tertutup awan.
Sarah membuka jendela, menapakkan kaki ke atap gudang kecil di samping rumah. Ia membawa tas kecil dan ponsel.
Ia hampir jatuh, tapi tetap nekat turun.
Suara anjing menggonggong, langkah ayahnya terdengar di dalam rumah.
SARAH (berbisik)
Maaf, Bu… Ayah… aku harus ketemu Rana.
Sarah berlari di jalan kecil, napas terengah-engah. Kamera mengikuti dari belakang, memperlihatkan keputusasaannya melawan takdir.
Adegan 3: Pencarian yang Sia-Sia
EXT. RESTORAN “D’WARUNG KOTA” – PAGI BUTA
Sarah tiba di depan restoran.
Tempat itu sepi, lampu padam. Ia mengetuk pintu, memanggil nama Rana.
SARAH
Rana! Rana, kamu di dalam?
(terisak)
Tolong… jawab aku!
Tak ada jawaban. Ia menelpon, tapi nomor Rana tak aktif.
Ia terduduk di depan pintu restoran, menangis keras sambil menutup wajahnya.
Kamera naik perlahan ke atas — memperlihatkan kota yang mulai terang, menandakan harapan baru yang tetap terasa hampa.
Adegan 4: Rindu dan Kebenaran
INT. KAMAR SARAH – SIANG
Beberapa hari setelahnya. Sarah sudah di rumah lagi, wajahnya sayu.
Ia duduk bersama ibunya. Wajah Bu Lina tampak lembut, tapi sedih.
SARAH
(berbisik pelan)
Bu… aku kangen Rana. Aku tahu aku salah kabur, tapi aku cuma pengen lihat dia sekali lagi.
Bu Lina menatap anaknya lama, lalu akhirnya bicara dengan suara pelan dan gemetar.
BU LINA
Nak… Rana itu anak dari Hasanudin, kakak Ibu.
Itu artinya… dia keluarga kita.
Kalian…
(suaranya mulai parau)
Kalian bersaudara, Sarah.
Sarah terdiam. Mulutnya terbuka tapi tak ada suara keluar.
Ia menggeleng, menolak kenyataan itu.
SARAH
Gak… gak mungkin, Bu…
Rana bukan siapa-siapa. Dia cuma orang yang aku cintai!
BU LINA
(sambil menangis)
Justru itu yang bikin hati Ibu hancur, Nak.
Cinta kalian gak salah, tapi hubungan kalian salah di mata Tuhan.
Sarah menjerit kecil, menangis histeris, lalu memeluk ibunya.
Kamera berputar perlahan, memperlihatkan dua perempuan yang sama-sama hancur oleh cinta dan takdir.
Adegan 5: Pertemuan di Tempat Kenangan
EXT. TAMAN KOTA – SENJA
Sarah duduk di bangku taman tempat dulu mereka sering makan siang.
Tiba-tiba, Rana muncul di kejauhan. Ia tampak kurus dan lesu, tapi masih dengan senyum yang sama.
Sarah berdiri perlahan. Mata mereka bertemu.
Suasana senja menjadi saksi dua hati yang tak tahu harus bahagia atau menangis.
SARAH
(berlari kecil ke arah Rana)
Rana…!
RANA
(terdiam, menatap dalam)
Sarah… kamu gak seharusnya di sini.
SARAH
(bergetar)
Aku cuma mau tahu, apa benar kata Ibu?
Kita saudara?
Rana menunduk lama, lalu mengangguk pelan.
Air mata mengalir di pipinya.
RANA
Iya… itu yang Mamah bilang.
Aku… gak bisa nolak kebenaran itu lagi, Sarah.
Sarah memukul dada Rana lemah sambil menangis.
SARAH
Kenapa harus kamu, Rana?
Kenapa orang yang aku cinta harus jadi darahku sendiri?
Rana menatap wajah Sarah — penuh luka, tapi juga cinta.
Ia menyentuh pipinya perlahan.
RANA
Mungkin ini ujian.
Tapi aku janji… meski kita gak bisa bersama, aku bakal tetap sayang kamu… dalam doa.
Keduanya saling berpelukan lama, menangis di bawah cahaya senja.
Kamera berputar 360°, memperlihatkan mereka di tengah taman kosong.
Lagu tema “Cinta Tak Bertuan” mulai terdengar lembut di latar belakang.
---