Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Bisikan Tsabur
Suka
Favorit
Bagikan
4. Rahasia Murti

CUT TO:

10. EXT./INT. TERAS RUMAH KELUARGA AGNI (MALAM)

Cast: Agni, Asa, Murti, Sasongko

ESTABLISH: Rumah warisan Belanda keluarga Agni

Agni mengetuk rumah tua keluarga Sasongko. Front ground sedan Asa terparkir di depan rumah.

SOUND EFFECT: Bunyi ketukan pintu.

AGNI

(Mengetuk pintu)

Kulonuwun, Bu. Ini Agni.

MURTI

(Membuka pintu dari dalam, wajahnya sumringah)

Ealah, putri Ibu, pulang. Masuk-masuk. 

Nak Asa mongo monggo.

 

SASONGKO

(Muncul di belakang Murti)

Kok, malam sampainya, Nduk? 

Ibumu menunggu dari pagi.

AGNI

(Mencium tangan Murti dan Sasongko)

Tadi mampir pasar malam, Pak. Nostalgia.

ASA

(Menyalami Sasongko dan Murti)

Agni pengin naik bianglala, Om.

Murti

(Tertawa kecil, menepuk bahu Agni)

Sudah besar kok, naik bianglala. 

Seperti anak kecil saja.

ASA

Saya ajak masuk wahana rumah hantu, Agni tidak berani, Tante.

AGNI

(Cemberut)

Apaan, sih?

MURTI

(Terkekeh)

Sejak kecil, Agni imajinasi memang terlalu tinggi. 

Suka takut sendiri.

AGNI

(Melirik Sasongko)

Waktu kecil, Mbok Usrek selalu menemaniku naik bianglala, kan, Bu? Tiba-tiba tadi kangen dengan Mbok Usrek, jadi aku minta ditemani Asa mampir ke Pasar Malam Alun-Alun Kota.

CLOSE UP: Wajah Sasongko mengeruh.

MURTI

Ceritanya nanti lagi. Masuk dulu. 

Ibu sudah siapkan makan malam istimewa untuk ulang tahunmu.

AGNI

Sudah tua, Bu. Sudah duapuluh tahun. 

Tidak usah diraya-rayakan. Malu.

MURTI

Umur berapa pun, kamu tetap anak Ibu. 

Mereka lalu masuk ke rumah berurutan. Murti paling belakang. Dia melongok ke kegelapan sebelum menutup pintu. Murti seperti mendengar bunyi tawa tertahan dan menggema yang tersamar suara angin. Murti buru-buru menutup pintu.

 

CUT TO:

11. INT. RUANG MAKAN RUMAH KELUARGA AGNI (MALAM)

Cast: Agni, Asa, Murti, Sasongko

Makan malam yang kikuk. Bunyi sendok garpu tanpa banyak pembicaraan.

MURTI

(Menoleh ke Asa)

Kuliah Nak Asa bagaimana? Lancar?

ASA

Lancar, Tante. Sekarang sedang penelitian. 

Sering ke lapangan.

MURTI

Penelitian apa, Nak?

ASA

(Menoleh ke Agni)

Tentang perilaku psikopati, Tante. 

Studi kasus remaja yang membunuh balita beberapa waktu lalu.

MURTI

(Mengangguk-angguk)

Balita yang dicekik itu?

ASA

(Mengangguk)

Iya, Tante. Sempat ramai di media.

MURTI

Seram, ya? Tante juga mengikuti beritanya. 

Kok, tega sekali.

AGNI

(Mengambil gelas air minum, melirik Sasongko)

Namanya psikopat, Bu. Membunuh ayam dan manusia tidak ada bedanya.

CLOSE UP: Wajah Sasongko datar, mengunyah makanan.

MURTI

Itu sifat bawaah, ya, Nak?

ASA

(Mengelap mulut dengan tisu)

Menurut penelitian lebih disebabkan oleh salah pola asuh sewaktu kecil, Tante. 

AGNI

(Meneguk air, kemudian meletakkan gelas)

Kalau aku bagaimana, Sa? Berpotensi jadi psikopat tidak? 

Masa kecilku, kan, aneh.

MURTI

(Menegur lembut)

Agni. Bicara apa kamu? Ndak elok.

AGNI

Kamu tadi dengar sendiri, kan, Sa, Dukun Ramal itu bilang apa?

MURTI

Dukun Ramal apa, to, ini?

ASA

Itu, Tante. Peramal jadi-jadian di Pasar Malam. 

Seru-seruan aja. 

 

MURTI

(Wajahnya menegang)

Kamu ke sana, Agni?

AGNI

(Heran dengan reaksi ibunya)

Memangnya kenapa, Bu?

MURTI

(Menggeleng. Pura-pura sibuk makan)

Tidak apa-apa.

SASONGKO

(Berdehem)

Apa kata Dukun Ramal itu?

AGNI

(Menoleh ke Sasongko)

Tidak ada yang penting, Pak.

SASONGKO

(Menegas)

Kamu sudah merusak suasana makan malam ini. 

Sekarang kamu mau lepas tangan?

AGNI

(Mengernyit)

Kenapa serius amat, sih? 

Orang kita iseng saja membahas peramal Pasar Malam. Biar makan malam tidak seperti kuburan.

SASONGKO

(Makin keras)

Apa kata dukun itu?

AGNI

(Ngeyel, nadanya membantah)

Oke oke. Tapi tidak usah marah-marah, dong, Pak. 

Peramal itu bilang ada monster yang mengikutiku. Namanya Tsabur. Bapak ingat waktu kecil aku cerita mimpiku tentang Leak Rangda Tsabur lalu Bapak marah-marah tidak jelas?

SASONGKO

(Menggebrak meja, napasnya memburu)

Jangan sebut nama itu lagi.

AGNI

(Ngotot)

Bapak yang minta aku cerita. 

SASONGKO

Itu karena kamu sembrono datang ke dukun ramal segala.

AGNI

Memangnya kenapa, sih, dengan Tsabur? 

Bapak menyembunyikan apa?

SASONGKO

Sudah Bapak bilang jangan sebut-sebut nama itu lagi!

AGNI

(Bangun dari kursi, pergi meninggalkan meja makan)

Sejak awal, pulang ke rumah ini adalah ide buruk.

Sepeninggal Agni, meja makan semakin kiku. Sasongko, Murti, dan Asa meneruskan makan dalam diam.

ASA

(Meletakkan sendok dan garpu)

Sepertinya, saya pamit saja dulu, Tante, Om. 

Besok saya ke sini lagi menjemput Agni.

MURTI

Jangan, Nak Asa. Tante sudah menyiapkan paviliun. Nak Asa bisa istirahat di sana. Capek, malam-malam kembali ke kota. 

ASA

Tapi, Tante.

MURTI

(Tersenyum)

Sudah. Agni biasa seperti itu. Besok juga sudah baikan. Sekarang Nak Asa istirahat saja di paviliun.

ASA

(Melirik Sasongko lalu mengangguk)

Baik, Tante.

CUT TO:

12. INT. KAMAR AGNI (MALAM)

Cast: Agni, Murti

Agni duduk di atas tempat tidur. Matanya berkaca-kaca menahan marah. Murti mengetuk pintu lalu masuk ke kamar Agni.

SOUND EFFECT: Ketukan pintu.

MURTI

Agni buka pintunya, Nduk.

AGNI

(Menoleh, bangkit menuju pintu, membuka pintu)

Asa pulang, Bu?

MURTI

(Menggeleng, masuk kamar, menutup pintu)

Tidak. Ibu larang tadi. Ibu suruh Asa tidur di paviliun.

AGNI

(Kembali ke tempat tidur)

Bapak tidak berubah. 

Malah tambah parah.

MURTI

(Menyusul Agni. Duduk di sebelahnya)

Bapakmu sedang banyak pikiran, Nduk.

AGNI

Tidak berarti Bapak boleh memarahiku di depan Asa, dong, Bu.

MURTI

(Menyentuh pundak Agni)

Iya, Ibu mengerti perasaanmu.

AGNI

Itu kenapa aku tidak pernah nyaman tinggal serumah dengan Bapak.

MURTI

Bapak sangat menyayangi kamu, Agni.

AGNI

(Menyengal)

Caranya memperlihatkan rasa sayang sangat aneh.

MURTI

Bapak tidak biasa mengungkapkan perasaannya.

AGNI

Paling tidak, jangan permalukan anaknya di depan orang lain, dong.

MURTI

(Mengangguk-angguk)

Mungkin pekerjaan di pabrik membuat Bapak pusing.

AGNI

Sebenarnya, Tsabur itu siapa, Bu?

MURTI

Ibu cuma beberapa kali mendengar nama itu, Agni. 

Pertama kali tahu nama itu juga dari kamu, sewaktu kamu kecil.

AGNI

Bapak seperti sangat ketakutan dengan nama itu.

MURTI

Ibu rasa bukan itu penyebabnya. Bapakmu sedang stres saja.

 

AGNI

Ibu benar-benar tidak tahu?

MURTI

Tentang apa?

AGNI

Tentang Tsabur, segala hal klenik yang ada di rumah ini. Ibu, kan, tahu Bapak punya kamar keramat yang tiap malam bau kemenyan.

MURTI

Itu kebiasaan orang dulu saja, Agni. Orang dulu, kan, begitu. Agar usaha lancar.

AGNI

Ibu tidak menyembunyikan sesuatu?

MURTI

Memangnya kamu berpikir Ibu tahu apa?

AGNI

Waktu aku cerita soal Dukun Ramal di Pasar Malam, Ibu seperti kaget. Aku yakin Ibu menyembunyikan sesuatu.

MURTI

(Diam sejenak)

Itu kebodohan masa muda saja, Nduk.

AGNI

Cerita dong, Bu.

MURTI

(Meletakkan tangannya ke tangan Agni)

Pasar Malam di Alun-alun Kota itu, kan, sudah sangat lama ada. Setiap tahun, menjelang Maulud, rombongan kesenian melakukan banyak pertunjukan sebulan penuh. Ada pagelaran Reok, Barong, juga tenda Dukun Ramal itu.

AGNI

Dukun ramalnya itu-itu saja selama puluhan tahun?

MURTI

Ibu terakhir mendatanginya waktu Mbok Usrek masih ada. Ketika kamu bermain dengan Mbok Usrek, Ibu masuk ke tenda Dukun Ramal itu.

AGNI

(Kaget)

Jadi Ibu kenal Dukun Ramal itu?

MURTI

Kalau dibilang kenal, tidak juga. Ibu hanya beberapa kali meminta nasihatnya. Tapi Ibu juga tidak tahu, apakah Dukun Ramal yang kamu temui sama dengan yang dulu Ibu datangi.

AGNI

Ibu minta nasihat apa waktu itu?

MURTI

Bapakmu yang pertama kali mengajak Ibu ke sana. Sebelum kamu lahir. Ibu susah punya anak. Setelah mencoba berbagai cara, bapakmu mengikuti saran temannya untuk datang ke Pasar Malam, menemui Dukun Ramal itu.

AGNI

Ibu percaya klenik?

MURTI

Dulu, Ibu cuma tidak ingin melawan Bapak. Ibu ngikut saja. Disuruh mandi kembang di sumur tua, Ibu ikut. Puasa mutih, ibu menurut.

AGNI

Terus Ibu hamil?

MURTI

Tidak langsung begitu. Setahun kemudian Ibu hamil kamu.

AGNI

Berarti memang sudah waktunya hamil. Terus kenapa Ibu masih percaya kepada Dukun Ramal itu.

MURTI

Kok, kamu berpikir begitu?

AGNI

Kan, Ibu masih mendatangi dia setiap ada Pasar Malam?

MURTI

Ibu mendatangi Dukun Ramal itu bukan untuk urusan klenik, Nduk.

AGNI

Terus untuk apa?

MURTI

Ibu tahu dari orang-orang, setelah kelahiran kamu, bapakmu masih rutin mendatangi Dukun Ramal itu. Ibu ingin tahu apa alasannya.

AGNI

Ibu dapat jawabannya?

MURTI

(Menggeleng)

Dukun Ramal itu tidak mau berterus-terang. 

Dia malah meramalkan masa depan Ibu yang tidak-tidak.

AGNI

Masa depan apa, Bu?

MURTI

(Tersenyum khawatir, menyembunyikan sesuatu)

Ramalan tidak penting, Nduk.

AGNI

Ibu tidak mau cerita?

MURTI

Ibu tidak percaya ramalan, kok, Nduk. Makanya, setelah itu Ibu tidak pernah mendatangi Dukun Ramal itu lagi.

AGNI

Ibu diramal apa? Bilang, dong, Bu.

MURTI

(Mengela napas berat)

Sama seperti yang dia bilang ke kamu. 

AGNI

Ibu diikuti Tsabur? Dukun itu kurang kreatif ternyata. Masa, beda generasi ramalannya sama saja.

MURTI

Bedanya dukun itu bilang, Ibu akan jadi korban Tsabur. Dukun itu menyuruh Ibu meninggalkan bapakmu sebelum terlambat.

AGNI

(Wajahnya serius)

Tunggu tunggu. Aku bingung, Bu. 

Dia dukun sama yang menyuruh Ibu mandi kembang, kan?

MURTI

(Mengangguk)

Iya.

AGNI

Dia menyuruh Ibu melakukan itu karena Bapak minta tolong ke dia, kan?

MURTI

Iya.

AGNI

Lalu kenapa dia malah menyuruh Ibu meninggalkan Bapak.

MURTI

Kata dia Bapakmu sudah kebablasan.

AGNI

Kebablasan?

MURTI

Ibu tidak bertanya lagi, Nduk. Ibu langsung meninggalkan dia. 

Lihat saja sekarang. Semua baik-baik saja, bukan? Ramalan itu tidak terbukti.

AGNI

(Suara melirih)

Baik-baik saja bagaimana, Bu? Temperamen Bapak semakin parah. 

Ibu harus memikirkan kemungkinan untuk pergi dari rumah ini, Bu.

INSERT: Sasongko menguping di balik pintu kamar.

MURTI

Ibu tidak akan ke mana-mana, Nduk.

AGNI

Ibu ingat waktu aku cerita peristiwa malam setelah pesta ulangtahunku ke lima?

MURTI

Mimpimu tentang Leak Rangda di lorong rumah itu?

AGNI

Itu bukan mimpi, Bu. Aku yakin sekali.

MURTI

Imajinasimu sejak kecil sudah tinggi, Nduk. 

Kamu memikirkannya sampai menganggap itu benar-benar terjadi.

AGNI

(Menggeleng cepat)

Itu bukan mimpi, Bu. Sumpah, itu nyata. 

Ibu harus meninggalkan rumah ini sebelum terjadi hal buruk.

MURTI

Hal buruk apa?

AGNI

Aku takut Bapak akan menyakiti Ibu.

MURTI

Bapak sangat menyayangi keluarga kecil kita, Nduk. Bapak rela melakukan apa pun agar kita bahagia. 

Bapak tidak akan menyakiti Ibu atau kamu.

AGNI

Melakukan apa saja? 

Termasuk bersekutu dengan setan?

MURTI

(Suaranya menegas)

Agni. Hati-hati bicara. Kamu mahasiswa filsafat. 

Masa percaya hal-hal begitu?

AGNI

Sudah pasti aku tidak percaya, Bu. Tapi, Bapak jelas-jelas meyakininya sejak lama. Bagaimana jika Bapak benar-benar merasa sedang mengikuti perintah setan? 

Sejak kecil aku dengar orang-orang bicara Bapak melakukan pesugihan. Mengorbankan tumbal agar usahanya berhasil.

MURTI

(Agak membentak)

Agni. Cukup. Ibu tidak mau mendengar lagi kamu menjelek-jelekkan bapakmu.

AGNI

(Wajahnya tampak sangat khawatir)

Kamar yang tidak pernah dibuka itu. Aku yakin, di sana Bapak menyimpan jasad Leak Rangda itu, Bu. Untuk pesugihan. Aku lihat Bapak menyeret jasad Leak Rangda itu ke ke kamar itu.

MURTI

Cukup, Agni. Ibu sudah bilang, sudah cukup kamu membahas Leak Rangda imajinasimu itu. Bapakmu memakai kamar itu untuk meditasi. Mungkin kamu tidak percaya hal-hal seperti itu berguna. Tapi, bagi bapakmu, itu penting. Kamu harus menghargainya.

AGNI

Ibu tahu di pabrik, Bapak juga punya ruang rahasia?

MURTI

Agni. Cukup.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar