Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
35. EXT – TAMAN DI TENGAH KOTA – SORE
Cast: AMBAR (32), AIRIN (28), AUSTIN (4), SAMUEL (40), PENGUNJUNG DI TAMAN
10 tahun kemudian. Ambar duduk di bangku panjang berwarna putih. Ia tersenyum memperhatikan putranya, Austin lincah bermain perosotan dengan yang lain. Ambar ikut tertawa geli saat melihat Austin tertawa.
Matanya pun beralih mengamati sekeliling. Ada pasangan muda mudi bermesraan yang membuat Ambar menggeleng. Beberapa remaja berolahraga, bermain basket. Ia terkejut. Beberapa kali ia mengerjapkan mata.
Ambar tak percaya bertemu Airin. Adiknya terlihat dewasa. Ia mengenakan Pakaian seragam berwarna biru. Pakaian lengan pendek dengan dua saku di bagian bawah baju dan celana panjang. Airin terlihat mendorong kereta bayi. Berjalan pelan menikmati pemandangan. Hingga mata mereka bertemu.
Ambar tersenyum. Airin pun membalas tersenyum. Perlahan namun pasti Airin mendorong kereta bayi tersebut menghampiri Ambar. Lama mereka duduk terdiam. Mata mereka menatap lurus ke depan. Seakan memperhatikan anak-anak bermain perosotan. Sementara bayi di dalam kereta dorong, terlelap sambil menghisap dot.
AIRIN
Aku tidak menyangka kita akan bertemu di sini. Ternyata benar kalo dunia itu sempit.
(tertawa melirik Ambar sebentar)
Selama ini aku tinggal di Bandung. Lucunya kita bisa bertemu di sini. Di Jakarta.
AMBAR
(menoleh. Memandang Airin)
Kenapa kamu kabur? Bukan ... bukan
(menggeleng. Menitikkan air mata)
Apa kabar? Bagaimana hidupmu selama ini?
AIRIN
(matanya mulai berkaca-kaca)
Aku senang bertemu Mbak.
(membalas tatapan Ambar)
AMBAR
Mbak merindukanmu.
(menangis)
Tiap hari. Mbak selalu menunggu kamu akan datang.
AIRIN
Aku sangat menyayangi, Mbak. Tidak pernah berubah. Semua akan baik-baik saja jika aku tidak datang dalam hidup Mbak.
(jeda)
Aku benci keputusan Bapak dan Bunda menikah. Aku benci keinginanku hidup dengan Mbak. Tapi aku sangat senang saat bersama Mbak.
Ambar memeluk Airin. Mereka berdua menangis bersama.
AIRIN
Udah nangisnya.
(melepaskan diri dari pelukan Ambar)
Mbak jelek kalo nangis.
(menghapus air mata di kedua pipi Ambar)
AMBAR
(tertawa bahagia)
Kamu sekarang jadi pengasuh?
AUSTIN
Mamaaa ....
(teriak sambil melambaikan tangan)
Perhatian Ambar beralih ke bocah tersebut. Ia pun membalas lambaian tangan putranya. Sementara Airin terdiam sejenak memperhatikan keduanya.
AIRIN
Iya. Beberapa hari ini majikanku ada kerjaan di Jakarta jadi kami berdua diboyong. Katanya bayi ini membawa keberuntungan.
AMBAR
Takhayul. Kalo Mbak sejak menikah tinggal di Jakarta. Kebetulan keluarga suami di sini.
AIRIN
Akhirnya dapat suami bule.
AMBAR
(mengangguk tertawa)
Mbak pelet biar dia klepek-klepek.
AIRIN
Namanya siapa?
AMBAR
Austin. Sebenarnya pengen Justin tapi Samuel enggak setuju.
AUSTIN
Papaaaaa
Bocah itu berlari menghampiri pria yang masih duduk di atas motor gede modifikasi. Pria itu menyambut penuh kehangatan. Samuel memiliki perawakan khas bule. Rambut blonde dengan hidung mancung dan mata biru. Berbadan tegap dan tinggi di atas rata-rata orang Asia.
AMBAR
Lah... panjang umur. Baru diomongin udah muncul.
AIRIN
(tertawa)
Mungkin itu namanya jodoh.
AMBAR
Jodoh apanya. Ayo ke sana Mbak kenalin sama Samuel.
AIRIN
(menggeleng)
Kapan-kapan saja. Aku juga udah harus balik.
(menoleh ke bayi sebentar)
Dia juga belum mandi.
AMBAR
(ikut menengok bayi sebentar)
Austin juga belum. Nomor Hp kamu berapa?
(mengeluarkan ponsel dari saku)
Airin menyebutkan nomornya. Sementara Ambar tampak mencatat di ponselnya. Beberapa detik kemudian terdengar dering dari saku Airin.
AMBAR
Itu nomor Mbak. Nanti kamu hubungi Mbak ya?
AIRIN
(tersenyum menatap layar ponselnya)
Nomornya tetap ya? Enggak berubah.
AUSTIN
Mamaaaa... Ayo
(tidak sabar)
AMBAR
(menoleh ke Austin)
Sebentar, sayang.
(kembali memandang Airin)
Sengaja biar kamu mudah nyariin, Mbak.
(terkekeh)
Hp kamu yang dulu. Masih Mbak simpan sampek sekarang. Nanti sebelum ke Bandung, maen-maen ke rumah ya?
AIRIN
(tersenyum. Mengangguk)
Ambar memeluk Airin sebentar sebelum pergi. Senyuman tak lepas dari wajahnya. Ia sempat melambaikan tangan pada Airin, sebelum motor itu membawanya pergi. Sementara Airin memandangi jalan hingga Ambar tidak tampak.
AIRIN
Selama ini Mbak bisa menjalani hidup tanpa melihat ke belakang. Jadi kali ini kuharap Mbak tetap bahagia tanpa menoleh ke belakang.
SELESAI