Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
63.INT. RUMAH PAK NANDA. DAY
Semua orang pulang dari pemakaman. Memakai baju dominan hitam. Pak Nanda duduk di kursi dengan wajah yang masih bersedih. Afsa dan ibunya duduk di sofa sebelahnya. Ayahnya, Wirya, dan Pengacara dalam keadaan berduka.
PAK NANDA
Saya gagal sebagai ayah.
Semua orang menoleh kepada Pak Nanda.
PAK NANDA (CONT'D)
Putra meninggal gara-gara saya.
AYAH AFSA
Tidak boleh berkata seperti itu, Pak Nanda. Semua sudah takdir.
PAK NANDA
Anakku menderita dan aku tidak tahu. Selama bertahun-tahun... saya hanya menuntutnya sempurna tanpa mengetahui apapun tentang dirinya. Saya benar-benar Ayah yang bejat.
AYAH AFSA
Nak Putra sudah tenang di sana, Pak.
PAK NANDA
(menggeleng)
Dia meninggal karena serangan panik setelah dia mengakui sebuah kejahatan mengerikan yang terjadi padanya. Dia pasti belum tenang sampai pelakunya tertangkap dan dihukum mati.
AYAH AFSA
Kejahatan?
Wirya tampak tegang dan cemas.
PENGACARA
Kita akan segera menemukan buktinya, Pak.
WIRYA
(kaget)
Bukti?
PENGACARA
Iya. Ada bukti yang dikumpulkan Pak Putra. Kami akan mencarinya di apartement Pak Putra.
Pak Nanda diam-diam memperhatikan tingkah laku Wirya. Pak Nanda menatap penuh kebencian. Sedangkan, Wirya menjadi salah tinggah dan terlihat resah.
CUT TO
64.INT. APARTEMEN PUTRA. DAY
Afsa sedang berada di apartemen Putra. Melihat-lihat setiap lukisannya.
AFSA (V.O)
Ternyata Mas Putra lebih menderita dibanding aku. Dia yang bahkan tidak mendapatkan dukungan dari siapapun untuk menyembuhkan lukanya, tidak ada yang membelanya, tidak ada yang mendengarnya, dan memeluknya.
Afsa melihat satu lukisan yang terhimpit lemari. Dia pun mengeluarkannya. Lukisan itu berbeda dari yang lain, dilukis dengan cat minyak, dan penuh dengan warna.
Afsa menyentuhnya dengan perlahan dan Afsa melihat warna putih dan ternyata itu adalah sebuah kertas. Kertas itu ditutupi cat minyak, dan Afsa pun menyobek cat minyak itu. Sebuah surat. Afsa membuka dan membacanya.
PUTRA (O.S)
Namaku Putra. Dan siapapun yang membaca ini berarti aku mengizinkannya, atau aku sudah tidak ada. Dan aku adalah korban pelecehan oleh pamanku sendiri.
Dan sampai detik ini, aku masih merahasiakannya kepada siapapun. Aku terlalu takut untuk mendapatkan dukungan. Aku terlalu takut untuk bercerita. Aku terlalu membenci diriku yang telah rusak.
Jujur saja, di setiap harinya... aku harus menemukan alasan untuk hidup. Rasanya aku selalu ingin menyerah dalam menjalaninya. Mimpi-mimpi burukku yang selalu menghantuiku membuatku tersiksa. Aku takut. Sungguh takut.
Dan kamu... yang membaca surat ini. Aku mohon, jadilah orang yang lebih berani. Hadapilah semua ketakutanmu. Aku mohon, tolong wakilkanlah aku.
Afsa pun menangis usai membaca surat. Tiba-tiba ada suara pintu yang terbuka. Afsa dengan cepat melipat kembali suratnya. Menyembunyikannya dalam sakunya. Afsa melangkah menuju pintu.
Terlihat Wirya di ambang pintu.
WIRYA
Sialan! Kenapa susah banget masuk ke sini!
AFSA
Paman ... Wirya?
WIRYA
Kamu.
Wirya memasuki ruangan apartemen melihat sekeliling.
AFSA
Paman, mau apa?
WIRYA
Diam kamu!
Wirya menarik tangan Afsa, dan Afsa berteriak dan berontak. Wirya mengeluarkan tali dari sakunya. Dia mengikatnya erat.
AFSA
Dasar penjahat!
WIRYA
Hah? Kamu bilang apa?
AFSA
Orang seperti kamu pantas mati. Berpura-pura menjadi orang baik dan menipu orang lain.
Wirya menampar Afsa.
WIRYA
Sekali lagi kamu ngomong! Awas!
Wirya pun mendorong Afsa dan mendorongnya di sudut ruangan. Afsa terlihat ketakutan.
AFSA (V.O)
Putra... aku takut.
Afsa mengamati Wirya yang sedang mencari-cari sesuatu. Dia memporakporandakan ruangan Putra.
WIRYA
Di mana buktinya? Bukti apa yang dia kumpulkan?
Wirya melihat lukisan yang warnanya disobek.
WIRYA (CONT'D)
Apa ini?
Dia mengangkat lukisan itu dan menoleh kepada Afsa.
WIRYA
Kenapa ini tersobek? Apa isinya? Cepat katakan! Pasti kamu ya!
Wirya berderap menghampiri Afsa. Dia menarik lengan Afsa yang terikat.
WIRYA (CONT'D)
Kemarikan bukti yang saya cari!
AFSA
Jadi... paman, memang benar-benar melakukan hal itu kepada Mas Putra?
WIRYA
Jangan banyak ngomong! Cepat, apa yang ada dilukisan itu! Bukti apa yang mereka maksud!
AFSA
Aku nggak bisa ngebayangin ketakutan yang dirasakan Mas Putra. Aku nggak bisa ngebayangin betapa tidak berdayanya dia.
WIRYA
Jangan banyak ngomong! Bukti apa yang si Putra kumpulkan!
Wirya mulai menggeledah Afsa dan Afsa mulai berteriak.
AFSA
Hentikan! Jangan menyentuhku!
Afsa berusaha melindungi surat Putra. Namun, akhirnya Wirya berhasil menemukannya.
WIRYA
Apa ini yang mereka cari?
Wirya segera membuka surat itu, dan kemudian tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah dua orang detektif yang menodongkan pistolnya.
DETEKTIF
Jangan bergerak!
Wirya kaget. Dia diam di tempat. Terlihat Pak Nanda dan pengacara keluarga Putra di ambang pintu. Dan Afsa melihat Putra di antara mereka.
AFSA (V.O)
Mas Putra.
Putra pun tersenyum kepada Afsa dan menghilang.
Detektif menghampiri Wirya dan memperlihatkan kertas di depan mukanya.
DETEKTIF
Anda ditangkap karena telah melakukan penganiyaan dan percobaan perkosaan Nyonya Afsa sebagai Pemilik Putra Grup.
WIRYA
Apa?
Wirya menoleh kepada Afsa.
WIRYA (CONT'D)
(tertawa)
Saya tidak menganiaya dia. Anda jangan mengada-ada.
PAK NANDA
Lalu, bagaimana dengan Putra?
Wirya kaget.
PAK NANDA (CONT'D)
Kenapa Kakak datang ke apartemen ini? Apa untuk menghilangkan bukti?
Wirya tertawa. Wajahnya tegang.
DETEKTIF
Kami melihat gerak-gerik Anda yang mencurigakan di apartemen ini. Memaksa management apartemen untuk memberikan kunci. Dan sekarang, Anda tertangkap basah sedang melakukan penyekapan kepada Nyonya Afsa.
PAK NANDA
Kak... sudah saatnya Kakak mengakhiri kebohongan, Kakak. Saya sudah mengetahui semuanya.
Wirya cemas dan salah tingkah.
PAK NANDA (CONT'D)
Kenapa, Kak. Kakak melakukan itu... kepada anakku?
Wirya mematung.
PAK NANDA (CONT'D)
Padahal dia begitu antusias untuk bisa menjadi seperti Kakak. Menjadi dokter yang banyak menolong orang.
Sekarang, aku baru sadar, kenapa dia berhenti ingin menjadi dokter.
Aku kira... karena kematian ibunya. Tapi ternyata...
WIRYA
Nanda. Ada yang tidak kamu tahu tentang Putra. Bahwa, sebenarnya dia bukan anakmu! Dia adalah anak dari selingkuhan istrimu! Karena kamu mandul, dia berselingkuh darimu. Asalnya dia juga menggodaku, tapi aku tidak ingin melukaimu. Jadi...
PAK NANDA
Apa Kakak kira aku tidak tahu?
WIRYA
(kaget)
Apa?
PAK NANDA
Apakah Kakak kira dengan membuat anakku, Putra... menderita tidak akan melukaiku?
Śudah cukup alasan yang Kakak berikan. Sekarang, Kakak harus membayar semua itu!
WIRYA
Tapi Nan...
Detektif menangkap Wirya. Pak Nanda terduduk syok dan dia menangis. Pengacara membantu Afsa membuka ikatan.
PENGACARA
Sebenarnya tidak ada bukti apapun. Kita hanya menjebak Wirya.
Afsa perlahan mengeluarkan kertas dari sakunya.
AFSA
Apa ini... bisa jadi bukti?
Pengacara meraih kertas, membacanya sekilas, tersenyum kepada Afsa, dan mengangguk.
CUT TO
65.INT. CAFE. DAY
Afsa duduk di sebuah sofa panjang. Di samping kanannya ada ayah dan ibunya. Di samping kiri ada pengacara. Di depannya duduk para penagih utang.
AFSA
Perkenalkan. Dia adalah pengacara saya.
Penagih utang tampak waspada.
AFSA (CONT'D)
Dan saya di sini mewakili ayah dan suami saya untuk membicarakan mengenai utang kami.
Penagih utang mengubah posisi duduknya.
AFSA (CONT'D)
Jadi, utang ayah saya kepada Anda adalah 100 juta, dan beliau sudah membayar setengahnya, yaitu 50juta dengan kehilangan ginjalnya.
Ayah Afsa menunduk.
AFSA (CONT'D)
Dan suami saya sudah menyerahkan mobilnya yang seharga 700 juta dan sebenarnya sudah mampu melunasi lebih dari utang kami.
PENAGIH UTANG 1#
Tapi suami Anda menjanjikan uang 1 Milyar untuk kami.
AFSA
Itu karena Anda memaksa.
PENAGIH UTANG
Kita nggak--
PENGACARA
(berdeham)
Tindakan Anda adalah sebuah pemerasan. Dalam buku undang-undang KUHP pasal 368 ayat (1) KUHP: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
AFSA
Jadi, jika kalian masih memeras kami dengan uang 1 Milyar. Maka saya tidak segan-segan memperkarakan ini melalui jalur hukum.
PENGACARA
Lagi pula, perjanjian kalian tidak ada hitam di atas putih, membuat perjanjian itu tidak memiliki syarat sah sebuah perjanjian. Jadi, perjanjian itu bisa dibatalkan kapan saja.
AYAH AFSA
Mereka juga mengancam akan membawa anak saya kalau tidak membayar utang.
PENGACARA
Berarti Anda juga dapat kami tuntut dengan pasal berlapis mengenai tindakan tidak menyenangkan.
PENAGIH UTANG 1#
Ya sudah. Ya sudah. Kami lupakan 1 Milyar itu.
AFSA
Utang kami lunas, kan?
PENAGIH UTANG 1#
(tampak kesal)
Ya udah. Kami tidak mau berurusan dengan polisi.
AFSA
Anda juga sampai jangan berurusan lagi dengan kami.
PENAGIH UTANG 1#
Tidak akan. Kami permisi.
Penagih utang pun pergi. Afsa dan ayah ibunya tersenyum lega.
IBU AFSA
Alhamdullilah. Akhirnya.
Pengacara tersenyum. Ayah dan Ibu Afsa memeluk anaknya. Afsa melihat Putra dengan senyumannya.
AFSA (V.O)
Terima kasih karena sudah hadir dalam hidupku.
CUT TO
66.INT. KAMAR TIDUR. NIGHT
Ruangan gelap. Terlihat kaki yang melangkah mendekati sosok anak kecil yang meringkuk di dekat sinar lampu. Anak kecil itu memeluk lututnya dan sedang menangis.
Terlihat tangan yang mengulur kepada sosok anak kecil itu. Anak kecil itu ragu dan ketakutan.
AFSA
Ayo... Ikut sayang. Mulai sekarang, kamu akan baik-baik saja. Akan ada yang selalu menjagamu.
Anak itu ragu dan dia menatap Afsa yang tersenyum.
AFSA (CONT'D)
Ayo. Aku janji, sekarang kamu akan bahagia.
Perlahan, anak kecil itu menyambut uluran Afsa. Dia berdiri dan menggenggam tangannya.
Anak kecil itu berjalan dengan Afsa dan menuju seseorang yang menunggunya. Dia adalah Putra. Putra berlutut dan tersenyum.
PUTRA
Hai. Apa kabar?
Anak itu menunduk.
PUTRA (CONT'D)
Kamu tahu? Aku sayang sama kamu. Mulai sekarang, kamu tidak akan sendiri lagi karena aku akan selalu ada untuk kamu. Kita akan bermain sepanjang waktu. Gimana?
Anak itu masih ketakutan. Dan Putra menyentuh kepala anak itu.
PUTRA (CONT'D)
Kamu tidak perlu ketakutan lagi. Aku akan melindungi kamu. Aku janji. Kamu tidak perlu kuatir lagi ya. Tidak akan ada lagi yang menyakiti kamu.
ANAK KECIL
Kakak siapa?
Putra memandang dengan tatapan dalam.
PUTRA
Aku adalah kamu. Maafkan, aku baru datang menemuimu sekarang.
Anak kecil itu dengan cepat memeluk Putra. Dia menangis kencang. Putra pun membalas pelukannya dan mengelus-ngelus tubuhnya.
PUTRA
Kamu sangat berharga. Aku sangat mencintaimu. Maafkan aku.
Terlihat Afsa yang tersenyum melihat keduanya.
CUT TO
67.INT. APARTEMEN PUTRA. DAY
Mata Afsa terbuka dari tidur. Dia pun tersenyum dan akhrinya bangun dari tempat tidur. Terlihat di nakas foto Afsa dan Putra. Afsa mengangkat foto Putra dan memandanginya.
AFSA (V.O)
Ternyata... waktu tidak pernah menyembuhkan luka. Waktu tidak membuat kita sembuh dari trauma masa lalu.
Afsa meletakkan kembali foto Putra. Dia melangkah keluar kamar, membuka pintunya, dan melihat sekeliling ruangan apartemen Putra.
Terlihat foto besar pernikahan Afsa dan Putra.
AFSA (V.O)
Kita tidak bisa mengandalkan oranglain untuk menyembuhkan luka-luka. Meski kita memang perlu dukungan mereka...
Afsa berdiri di depan cermin.
AFSA (V.O)
Tapi... kita sendirilah yang benar-benar harus melakukannya.
AFSA
Aku terbaik. Aku bisa melakukannya.
Terlihat Putra di belakang Afsa.
PUTRA DAN AFSA
Tuhan selalu bersamaku. Aku pemenang. Hari ini adalah milikku.
Afsa tersenyum dan Putra pun tersenyum.
CUT TO
-TAMAT-