Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
61.INT. APARTEMEN PUTRA. DAY
Putra dan Afsa duduk berdampingan di sofa. Terlihat Putra dengan mata sembabnya.
Putra hanya duduk terdiam, sedangkan Afsa menunggu Putra untuk bercerita. Perlahan, Afsa menggenggam tangan Putra.
AFSA
Mas. Kamu hebat sudah bertahan.
Mata Putra beralih kepada tangan Afsa yang memegang tangannya.
AFSA (CONT'D)
Meski sulit. Mas, bisa cerita apa yang Mas rasakan.(beat) Seperti dulu, aku melakukannya.
Memendam luka sendirian, rasanya lebih menyakitkan. Jadi, izinkan aku untuk mendengar kisahmu. Berbagilah denganku.
Putra hanya menghela napasnya. Dia masih terdiam.
AFSA
Jadi... apa yang membuat Mas sering bermimpi buruk?
Putra mulai gelisah lagi. Dia pun menoleh kepada Afsa, melepaskan genggamannya.
PUTRA
Pulanglah. Aku... tidak ingin menceritakan apapun... kepada siapapun.
AFSA
(menghela napas)
Benarkah? Itu yang Mas inginkan? Aku... pergi?
Putra memalingkan mukanya, menghela napas berat.
PUTRA
Ya.
AFSA
Baiklah. Aku pergi.
Afsa berdiri dari duduknya. Dia menoleh kepada Putra yang menundukkan kepalanya.
AFSA
Mas, jangan lupa makan.
PUTRA
Ya.
AFSA
Aku pergi.
Afsa pun melangkah setelah melihat Putra diam saja. Dengan perlahan, dia melangkah menuju pintu keluar setelah mengambil tasnya. Afsa berbalik saat memegangi kenop pintu untuk melihat Putra yang masih duduk. Sesaat kemudian, Afsa pun memutar kenop pintu.
Pintu pun terbuka dan terlihat Pak Nanda, ayah Putra di depan Pintu.
AFSA
(kaget)
Pak Nanda.
Pak Nanda masuk unit apartement Putra, melewati Afsa yang terkejut. Pak Nanda memegangi kertas dan dibelakangnya terdapat dua orang petugas rumah sakit jiwa.
Putra berdiri setelah melihat ayahnya. Dia terkejut. Pak Nanda dan Putra saling berhadapan. Pak Nanda pun melemparkan kertas ke muka Putra.
PAK NANDA
(marah)
Sampai kapan kamu menjadi pembohong seperti ini?
Putra kaget. Afsa pun menutup mulut dengan tangannya. Terlihat kertas itu adalah kesepakatan Putra dengan Afsa.
PAK NANDA (CONT'D)
Sampai pernikahan pun kamu jadikan bahan main-main! Ayah kecewa sama kamu!
Afsa perlahan berjalan menuju Putra berada.
PAK NANDA (CONT'D)
Padahal Ayah ingin yang terbaik untuk kamu, tapi kamu justru membohongi Ayah lagi.
Putra mengepalkan tangannya.
AFSA
Pak, biar saya jelaskan.
PAK NANDA
Tidak perlu! Nak Afsa. Kamu... tidak tahu apapun mengenai Putra. Dia selalu berbohong tentang apapun. Bahkan, tentang ibunya yang dia bunuh dengan tangannya sendiri.
Putra dan Pak Nanda saling menghujamkan tatapan tajam.
PAK NANDA (CONT'D)
Sekarang, saatnya kamu kembali ke tempat itu. Kamu... sakit, Nak.
Terlihat bulir air mata Putra mengalir di pipinya.
PAK NANDA (CONT'D)
Ayo, sekarang bawa dia!
Dua orang petugas rumah sakit melangkah menghampiri Putra, dan Afsa mencoba menghalangi mereka.
AFSA
Tunggu, Pak. Jangan lakukan ini. Pak Nanda, saya mohon. Jangan lakukan hal ini.
Afsa mulai menangis.
PUTRA
(berteriak)
Apa Ayah ingin tahu sebuah kebohongan besar yang aku tutupi selama ini?
Suara Putra bergetar. Semuanya terdiam dan menatap Putra. Afsa hanya menggeleng-geleng.
PUTRA (CONT'D)
Ada... kebohongan besar yang perlu Ayah dengar.
Afsa menangis.
PUTRA (CONT'D)
Bahwa aku... (beat) telah diperkosa ... oleh Kakak Ayah tercinta.
Mata Pak Nanda melotot. Kepalanya menggeleng-geleng. Kakinya terhuyung.
PUTRA (CONT'D)
Berkali-kali. Selama satu tahun. Di samping ruang kerja Ayah.
Air mata Putra kembali mengalir, dia mengambil napas dengan berat.
PUTRA (CONT'D)
Aku bahkan...masih ingat sakitnya jarum bius yang di tancapkan pada tubuhku.
PAK NANDA
Berhenti!
PUTRA
Dan Ayah ada di sana.
PAK NANDA
Nggak mungkin.
PUTRA
Tapi apa yang Ayah lakukan setelah melihatku menangis saat itu?
(bicara lirih) Ayah tertawa... Ayah tertawa.
Putra tertawa, meski ada airmata di pipinya. Pak Nanda terlihat syok dan Afsa menangis tersedu-sedu.
PUTRA (CONT'D)
Karena itu, aku hanya memendam luka ini sendiri. Hingga aku selalu mengalami mimpi buruk.
Dan mimpi itu, membuat aku membunuh ibuku. Satu-satunya orang yang percaya padaku.
PAK NANDA
Sudah! Hentikan omong kosong ini!
AFSA
Ini bukan omong kosong, Pak!
Pak Nanda menoleh ke arah Afsa yang berteriak kepadanya.
AFSA (CONT'D)
Itulah yang dirasakan oleh putra Anda! Berhentilah menyangkalnya! Aku mohon.
PUTRA
Sudahlah, Afsa. Baginya, semua penderitaanku hanya omong kosong.
Pak Nanda terhuyung.
PAK NANDA
(lirih)
Tidak mungkin.
PUTRA
Sekarang... silahkan, kalau ayah mau mengirimkan aku kembali ke rumah sakit jiwa. Di sana, aku lebih bebas melukis. Mungkin, di sana memang tempatku.
AFSA
Nggak, Mas. Ayo kita pergi. Kamu tidak gila, Mas.
Afsa berderap dan menarik Putra. Putra tidak melawan dan dia pun melangkah bersama Afsa. Putra melewati Pak Nanda dan dia menatap dengan tatapan sedih kepada ayahnya itu. Pak Nanda pun melihat tatapan Putra.
Pak Nanda menundukkan kepalanya. Diapun semakin terhuyung dan dua petugas medis menolong dengan menopangnya. Tiba-tiba dari luar Afsa berteriak.
AFSA (O.S)
Mas Putra!
Pak Nanda menoleh ke arah suara dan dengan terhuyung dia melangkah menuju Afsa yang masih berteriak memanggil Putra. Wajah Pak Nanda begitu tegang.
Terlihatlah, Putra yang tergeletak di koridor apartement. Afsa di sampingnya menangis sambil terus memanggil namanya.
AFSA
Mas Putra. Tolong... Mas. Tolong.
Petugas medis berderap melihat keadaan Putra. Satu di antara mereka memeriksa napas di mulut Putra dan dia menggeleng.
PETUGAS 1#
CPR!
Petugas medis pun melakukan CPR kepada Putra. Petugas medis lainnya meminta bantuan dengan menelepon ambulans. Afsa terus menangis dan Pak Nanda terlihat syok berat, dia memandang pemandangan di depannya dengan tatapan kosong.
Petugas medis bergantian untuk melakukan CPR, dan beberapa saat kemudian, datanglah petugas rumah sakit lainnya.
PETUGAS MEDIS 1#
(memeriksa denyut nadi di leher)
Kembali!
Mereka pun memasangkan alat bantu napas dan membawa Putra ke rumah sakit. Afsa mengikuti dan dia menoleh dan berbalik kembali ke arah Pak Nanda yang masih syok.
AFSA
Mas Putra akan baik-baik saja.
Pak Nanda hanya memandang kosong dan Afsa pun kembali melangkah untuk mengejar petugas medis.
CUT TO
62.INT. RUMAH SAKIT. DAY
Di ruang operasi. Datang ibu dan ayah Afsa tergopoh-gopoh. Mereka langsung memeluk Afsa. Terlihat Pak Nanda yang duduk termenung di seberang Afsa berdiri.
AFSA
(menangis)
Mah... Yah...
IBU AFSA
Kenapa dengan Nak Putra?
Afsa hanya menggeleng-geleng. Ibunya memeluk Afsa dan ikut menangis. Ayah Afsa melihat Pak Nanda dan dia menghampirinya.
AYAH AFSA
Pak. Nak, Putra pasti akan baik-baik saja.
Pak Nanda menoleh kepada Ayah Afsa dan dia hanya mengangguk perlahan.
Beberapa saat kemudian, datang Wirya. Dia langsung menghampiri Pak Nanda. Melihat kedatangannya, Afsa menatapnya dengan tatapan tajam.
WIRYA
Nanda. Gimana keadaan Putra?
Pak Nanda hanya menatap Wirya dan kemudian memalingkan muka.
AYAH AFSA
Sepertinya dia di operasi.
WIRYA
Oia. Kenalkan saya Wirya, Pamannya Putra.
Ayah Afsa dan Wirya berjabat tangan. Dan sesaat kemudian, dokter datang dari ruang operasi, dan semuanya menghampirinya.
PAK NANDA
Bagaimana keadaan anak saya, Dok?
DOKTER
Kami sudah memberikan yang terbaik. Tapi, Pak Putra tidak bisa kami selamatkan. Dia mengalami gagal jantung sebanyak tiga kali. Dan yang terakhir, dia tidak kembali.
Pak Nanda terhuyung, Afsa kembali menangis bersama ibunya, dan Ayah Afsa, juga Wirya terkaget mendengar berita dari dokter.
PAK NANDA
(memohon)
Dokter... Selamatkan anak saya, dok! Tolong dok!
DOKTER
Maafkan saya, Pak.
Pak Nanda kemudian menangis. Dia syok berat.
PAK NANDA
Anakku... Anakku...
Wirya menghampiri Pak Nanda dan menepuk pundaknya.
WIRYA
Yang sabar, Nan.
Tak lama, keluar dari ruang operasi. Putra yang didorong dan kain putih menutupi semua tubuhnya. Pak Nanda berdiri dan melihatnya.
PAK NANDA
(membuka kain di wajah Putra)
Anakku.
Pak Nanda pun memeluk jasad Putra.
PAK NANDA (CONT'D)
Maafin Ayah, Nak. Maafin Ayah...
Semua orang menangis.
CUT TO