Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
20.INT. RUMAH AFSA. DAY
Afsari keluar mobil Putra dan berderap menuju rumahnya. Putra masih memarkirkan mobil.
CUT TO
21.INT. KAMAR AYAH AFSA. DAY
Afsa menemukan ayah dan ibunya di kamar mereka. Terlihat ibunya yang menangis dan ayahnya yang terbaring.
AFSA
Mah, gimana keadaan Ayah?
IBU AFSA
Afsa, sepertinya... Ayahmu...
AFSA
Kenapa Mah?
IBU AFSA
Ayahmu... sudah menjual ginjalnya.
AFSA
Hah?
Afsari terkejut. Dia pun berlutut di samping ranjang ayahnya yang sedang berbaring. Dia menyingkap baju ayahnya dan menemukan perut sang ayah yang terbalut perban. Afsari pun mulai menangis.
IBU AFSA
Mama nggak tahu ayahmu akan melakukan hal itu. Tadi ayahmu menyerahkan sejumlah uang sama mama.
Mata Afsari berkaca-kaca . Dia menatap ayahnya yang terbaring lemah.
AFSA (V.O)
Kenapa Ayah sampai menjual ginjalnya?
IBU AFSA
(terisak)
Katanya... uangnya masih kurang untuk bayar utang...Lalu... tiba-tiba dia pingsan...
AFSA
Ayah...
PUTRA
Ayahmu harus diperiksa
Afsa dan ibunya menoleh ke arah Putra yang berdiri di ambang pintu.
PUTRA
Tapi, sepertinya Ayahmu telah melakukan donor ginjal secara ilegal karena dia mendapatkan uang.
Afsa menoleh kembali kepada sang ayah.
PUTRA (CONT'D)
Akan sangat berbahaya jika diketahui dokter di rumah sakit.
Putra pun merogoh ponselnya.
PUTRA (CONT'D)
Biar saya panggil dokter kenalan saya ke sini.
Putra pun melakukan panggilan di luar kamar. Sedangkan Afsari meraih tangan ayahnya.
AFSA (V.O)
Kenapa sampai melakukan sejauh ini Ayah?
Afsari menangis dan sang ibu mengusap punggungnya. Mereka sama-sama menangis.
AFSA
Ini semua gara-gara Afsa, Mah...
IBU AFSA
Nggak, Nak. Jangan menyalahkan diri kamu. Kamu tidak salah apa-apa.
AFSA
Nggak Mah. Kalau aja Afsa...
Afsa tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Sang ibu mencium puncak kepala Afsa.
IBU AFSA
Udah Nak... udah...
Afsa dan ibunya semakin menangis. Tiba-tiba ayahnya tersadar.
AFSA
Ayah... Ayah...
AYAH AFSA
Afsa...
AFSA
Apa yang Ayah lakukan sebenarnya?
AYAH AFSA
Maafin Ayah, Nak. (meringis kesakitan) Cuma ini yang bisa ayah lakukan.
AFSA
Nggak, Yah.
AYAH AFSA
Mungkin... Ayah tidak banyak berbuat kebaikan. Saudara...teman-teman... semuanya menjauh dan tidak bisa ayah mintai bantuan...
AFSA
Nggak Yah. Jangan bilang gitu. Bukankah Ayah yang bilang kalau orang-orang memang hanya akan peduli selama kita memberi manfaat buat mereka? Jadi, nggak ada kaitannya dengan kebaikan Ayah, mereka aja yang nggak punya hati.
AYAH AFSA
(senyum)
Kamu... udah besar ya.
Tatapan Ayah Afsa beralih kepada Putra yang berdiri di ambang pintu.
AYAH AFSA
Itu... siapa?
Afsa menoleh kepada Putra dan Putra pun mengangguk sopan.
PUTRA
Saya--
AFSA
Calon suami Afsa!
Putra tertegun mendengar ucapan Afsa.
AFSA (CONT'D)
Namanya Putra.
Putra tersenyum tipis dan perlahan menghampiri ranjang ayah Afsa dan memberi salam kepadanya dan juga kepada ibu Afsa.
PUTRA
Saya Putra. Tadi... saat mendengar Anda pingsan, Afsa langsung pulang dan saya mengantarnya.
AYAH AFSA
Sejak kapan...
AFSA
Ceritanya panjang Ayah. Udah... sekarang Ayah istirahat biar cepet sembuh.
PUTRA
Sebentar lagi teman saya akan datang memeriksa kondisi Anda.
Ayah Afsa dan ibunya masih kebingungan.
AFSA
Sebentar. Aku keluar dulu.
Afsa memberi isyarat kepada Putra agar mengikutinya. Akhirnya mereka berdua keluar kamar.
CUT TO
22.EXT. HALAMAN RUMAH AFSA. DAY
Afsari dan Putra berdiri di samping mobil Putra.
AFSA
(menutupi muka)
Duh, maafin aku Pak... aku nggak tahu lagi harus kayak gimana...
Afsa menatap malu Putra.
AFSA (CONT'D)
Apa... penawaran Bapak masih berlaku?
Putra memandangi Afsari. Dia tersenyum kecil.
PUTRA
Kau mau menikah denganku?
AFSA
Hanya untuk status.
Afsa menundukkan kepala.
AFSA
Dan... membayar utang.
PUTRA
Deal?
Putra mengulurkan tangannya. Afsa ragu menerimanya, perlahan dia pun menerima untuk berjabat tangan.
AFSA
Deal.
CUT TO
23.INT. RUANG TAMU-RUMAH AFSA. DAY
Di ruang keluarga Afsari, dokter telah memeriksa ayah Afsari.
DOKTER
Pak Amin hanya kelelahan. Mungkin stres karena telah di operasi. Tapi, tenang saja, tidak ada yang infeksi, semua baik-baik saja. Anda hanya harus istrirahat dan hidup sehat mulai sekarang karena hanya memiliki satu ginjal.
AYAH AFSA
Alhamdullilah. Terima kasih, Dokter.
DOKTER
Baiklah. Putra... aku pergi dulu. Aku udah meresepkan obat buat Pak Amin.
PUTRA
Iya, makasih.
DOKTER
Oia... kudengar kamu akan menikah?
PUTRA
(meraih lengan dokter dan berbisik)
Nanti, kita bicarakan hal itu.
Dokter melihat ke arah Ayah dan Ibu Afsa.
DOKTER
O,iya, tentu saja. Baiklah aku pergi. Kau masih mau di sini?
PUTRA
Ya...
DOKTER
Baiklah. Salam untuk ayahmu... Mari Pa, Bu.
AYAH AFSA
Oia, Dokter. Terima kasih banyak.
Putra mengangguk sopan kepada dokter. Setelah dokter pergi, ayah Afsa berkata...
AYAH AFSA
Nak Putra, bisa kita ngobrol?
Putra menoleh kepada ayah Afsari. Dia menghela napas kemudian tersenyum.
PUTRA
Tentu saja.
CUT TO
24.INT. RUANG KELUARGA-RUMAH AFSA. DAY
Afsari, Putra, Ibu Afsa, dan Ayah Afsa duduk di kursi yang tersedia. Putra berada di depan Ayah Afsa. Afsari duduk di samping Putra.
AYAH AFSA
(memegangi perutnya)
Jadi... Bagaimana bisa... Nak Putra menjadi calon suamimu, Afsa?
Afsa salah tingkah. Dia menoleh kepada Putra.
AYAH AFSA (CONT'D)
Ayah kira kamu tidak pernah dekat dengan laki-laki...
PUTRA
Kemarin... saya melamar anak Bapak. Dan dia setuju menikah dengan saya.
AYAH AFSA
(tersenyum)
Benarkah? Sebenarnya, ayah senang mendengar Afsa ingin menikah. Tapi...
AFSA
Apa Ayah tidak setuju?
AYAH AFSA
Tidak! Tentu saja Ayah setuju... kalau ini memang pilihanmu. Hanya saja...Ayah agak terkejut.
AFSA
Maafin Afsa, Ayah. Afsa tahu Ayah pasti kuatir dengan keadaan Afsa, tapi sekarang Afsa nggak mau lagi terkurung di masa lalu. Afsa ingin mengalahkan trauma Afsa.
AYAH AFSA
Apa kamu sudah menceritakan...?
Afsari terdiam. Dia mulai terlihat cemas.
PUTRA
Apapun yang terjadi di masa lalu Afsa, semuanya tidak lagi penting, Pak. Kita berfokus kepada masa depan saja.
Afsari menoleh kepada Putra yang sedang berpandangan dengan ayahnya. Dia terharu dan memandang Putra. Dan baru mengalihkan pandangannya setelah bunyi ketuk pintu yang keras. Mereka terkejut.
IBU AFSA
Yah... Mereka datang lagi.
PUTRA
Siapa?
AFSA
(cemas)
Penagih utang...
Ayah Afsa mencoba berdiri, tapi kesakitan.
PUTRA
Biar saya saja.
AYAH AFSA
Tapi, Nak.
Putra berdiri.
PUTRA
Kalian di sini saja. Biar saya yang urus.
Putra mengangguk kepada Afsa dan melangkah menuju pintu. Sedangkan Afsa menghampiri ayah dan ibunya.
AFSA
Tenang saja, Mah, Yah. Pak Putra bisa diandalkan.
IBU AFSA
Sebentar Nak Putra...
Ibu Afsa berderap menuju kamar, dan kembali dengan membawa kantong.
IBU AFSA (CONT'D)
(menyerahkan kantong)
Ini Nak Putra... Tolong bilang kalau kami baru bisa membayar segini. Ini 50 juta. Sisanya mungkin nanti...
PUTRA
Berapa sisanya?
AYAH AFSA
Seharusnya 50 juta lagi, tapi mereka menagih sampai 300 juta.
PUTRA
(menghela napas)
Lintah darat.
Putra mengambil kantong dari Ibu Afsa.
PUTRA
Tenang saja. Saya akan pastikan kalau mereka hanya menagih sesuai uang yang dipinjam.
IBU AFSA
Bisakah?
PUTRA (CONT'D)
(tersenyum)
Tentu saja. Ibu bisa mengandalkan saya.
IBU AFSA
(terharu)
Makasih banyak, Nak Putra.
Ibu Afsa tiba-tiba memeluk Putra, membuat Putra sedikit terkejut.
IBU AFSA (CONT'D)
Terima kasih banyak... Mulai sekarang... panggil Mama saja, ya.
Putra menatap ibu Afsa. Wajahnya terlihat sedih.
PUTRA
Mama?
Ibu Afsa mengangguk, sambil menahan tangis.
PUTRA (CONT'D)
Baiklah. Mama... Tidak perlu kuatir. Aku akan mengurus mereka.
Putra berbalik dan melangkah menuju pintu. Dia menghela napasnya dan membuangnya cepat.
CUT TO